Pages

Standupwrongway Fanfict JKT48 : Unreachable 2 (Part 4)

Sunday 25 October 2015
Hakata, Fukuoka, Japan

Arraufar sedang sibuk dengan kamera SLR-nya, ia memotret jalanan Hakata di sore hari sambil menunggu matahari terbenam. Arraufar kini tinggal di Fukuoka, berkuliah sambil bekerja di perusahaan ayahnya di bidang asuransi jiwa. Ia tidak mungkin menolak permintaan Ayahnya untuk pindah ke Jepang dan langsung mengiyakan. Namun sisi negatifnya, ia harus berhubungan jarak jauh dengan pacarnya. Handphone di sakunya bergetar, ia melihat layar dan tersenyum dan langsung mematikan sambungan dan menelepon balik.

"Kenapa ditutup sih tadi ???!!!" suara Yuvia terdengar kesal namun Arraufar sudah biasa dengan hal itu.

"Hey, aku gak mau kamu mahal-mahal nelepon aku, mending aku yang nelepon kamu." kata Arraufar sambil membidik Stasiun Hakata. Earphone di telinganya terhubung dengan handphone yang berada di dalam saku membuat Arraufar bisa berbicara dengan perempuan yang disayanginya sambil memotret.

"Abisnya, aku kangen dan kamu gak nelepon-nelepon aku, hehe."

"Sengaja, biar kamu kangen. Hehe." sahut Arraufar ringan.

"Ih gitu ya. Liburan tahun baru kamu kesini kan ? Ketemu aku ?" tanya Yuvia.

Arraufar terdiam, memikirkan mau kemana nanti dia buat liburan tahun baru. Lalu ia teringat temannya di perusahaan memberikannya tiket pesawat untuk 2 orang pulang-pergi di akhir tahun.

"Halo ? Sayang ? Kamu ciuman sama cewek lain ya ? Kok diem ajah ?"

"Eh apaan, engga lah." sela Arraufar. "Kayaknya kamu deh yang harus ketemu aku. Kesini."

"Boleh, aku mau banget ke Jepang soalnya."

Arraufar lalu duduk di kursi stasiun setelah memotret. "Iya, kamu ke Jepang cuman sampai bandara ajah, abis itu kita pergi lagi."

"Loh, kemana ?" tanya Yuvia heran.

Arraufar hanya tersenyum. "London!"

"Oke! London! Bagus juga sayang, yang penting sama kamu." kata Yuvia terdengar senang.

"Iya sama aku, yaudah sayang, aku mau pulang dulu ini lagi di stasiun abis poto-poto. Bye!"

Arraufar memutuskan sambungan, lalu ia menelepon teman baiknya.

"Salut! Mon ami verdomme! Comment vas-tu ? es tu malade ?"

****

Bandung, Indonesia

Valdy sedang memakan kupat tahu, ingus demi ingus selalu keluar dari hidungnya karena kepedasan dikerjai oleh Adiknya yang juga sedang memakan kupat tahu.

"Kampret lu, ngerjain gue." kata Valdy.

Megumi hanya tertawa. "Maaf, bang, sengaja gue pesen yang pedes buat lu biar lu ngoceh terus kan lu pendiam orangnya."

"AAAAAAH! Pedes abis monyeeeet!" seru Valdy kesal sampai ia menyebutkan nama kawannya.

"Nih, minum." tawar Viny.

"Ya."

Viny dan Megumi sedang liburan ke Bandung dalam rangka long weekend, Valdy harus rela menjadi supir mereka berdua yang sudah seenak jidat dan gak mau sama sekali bayarin buat isi bensin karena hasil test IQ Megumi menunjukan angka 151 dan Valdy sudah menjanjikan untuk menemani Megumi liburan di Bandung, sementara Viny ke Bandung karena diajak Megumi padahal hubungan Valdy dan Viny sedikit merenggang akhir-akhir ini.

"Bang, minjem MacBook lu dong, gue mau online sebentar." kata Megumi seusai makan.

"Ya, ambil di kamar."

Megumi naik ke lantai atas, kini di ruang tengah tinggal Valdy dan Viny. Mereka berdua hanya terdiam karena ya, setelah pertengkaran lewat sambungan telepon karena hal yang seharusnya tak harus dipermasalahkan. Sebenarnya Viny ingin sekali menolak ajakan Megumi namun ia tak sanggup menolak karena Megumi baik sekali padanya.

Valdy merasa bersalah karena mengucapkan kata-kata kasar kepada Viny. Sementara Viny merasa bersalah karena cemburu melihat Valdy di Bandung selalu jalan-jalan dengan cewek lain yang ternyata merupakan temannya. Viny tau semua itu karena temannya menceritakan tentang Valdy dan ini yang membuat Viny marah, namun iya lebih marah lagi ketika Valdy membentaknya juga.

"Vin"
"Val"

Mereka berdua mulai membuka suara, secara bersamaan. Viny dengan cepat membuka suara lagi. "Kamu duluan."

Valdy terdiam sambil menatap kaleng fantanya. Lalu ia tak berani mengucapkan apa yang mau ia ucapkan dan malah... "Mau fanta gak ?"

Viny kesal tentunya, namun melihat mata Valdy yang menatapnya dalam sambil mengulurkan kaleng fanta, Viny tak kuasa menolaknya. "Makasih."

"Aku tau kamu gak bakal maafin aku kan ? Aku nyesel ngebentak kamu, walau aku tau kamu gak bakal memaafkan orang yang lagi ngomong sama kamu ini, tapi setidaknya dengan fanta itu, kamu masih menganggap aku ada. Itu cukup." kata Valdy. Ia spontan mengucapkan ini tanpa rencana apapun.

Viny hanya terdiam, ia tak tahu mau menjawab apa. Valdy melanjutkan. "Cewek itu ? Dia cuman teman satu jurusan, dia baik sama aku dan tentunya aku mau gak mau harus baik sama dia dong. Soal aku pegangan tangan sama dia, itu cuman dilebih-lebihin! Aku tau itu, dia suka bohong kalau cerita agar lawan bicaranya terkesan."

"Kamu tau dari mana dia bohong ?" tanya Viny cepat tanpa melihat Valdy.

"Dari cara bicaranya, gelagatnya, dia ketauan bohong banget."

Viny lupa, Valdy pandai sekali mengenali sifat orang-orang disekitarnya. Valdy melanjutkan lagi. "Soal bentakan aku, ya aku tau kamu cewek yang gak bisa di bentak,  Aku mau minta maaf pasti kamu susah menerimanya, jadi aku harus gimana ?"

Viny berpindah tempat duduk dan kini ia duduk di sebelah laki-laki yang memberikannya sekaleng fanta. Ia harus bersikap dewasa menghadapi ini semua dan membuang sifat kekanak-kanakannya. Valdy menyenderkan kepalanya di bahunya dan tangannya mengusap kepala Valdy. "Memaafkan itu perlu, apa jadinya Manusia jika saling memaafkan saja susah. Bentakan kamu waktu itu, gak berguna banget buat ngingetnya lagi. Bahkan pas kita saling diam, aku tau kamu mau minta maaf tapi susah buat mengutarakannya."

Valdy hanya tersenyum, sudah lama kepalanya tak bersender di bahu itu. Tak lama handphone Valdy bergetar, Viny mengambilnya dan tersenyum menahan tawa. "Pacar kamu yang kedua nelepon! Angkat!"

Valdy mengambil handphone itu dan mengangkatnya.

"Salut! Mon ami verdomme! Comment vas-tu ? es tu malade ?"

"Prancis lu jelek, jangan dipaksain, seriusan." jawab Valdy.

"Aduh kawan lama, kapan nih kita bertemu ? Ke Jepang ya kapan-kapan ?!" seru Arraufar.

"Iya deh, kebetulan gue kayaknya tahun baru di Jepang sama Viny dan adik gue." kata Valdy, Viny yang mendengarnya hanya mengerutkan dahi tanda bingung. "Aya Naon ?"

"Ah kebetulan topiknya tahun baru, gue tahun baru mau ke London!"

"Lah, katanya mau meet up. Yaudah terus ada apa hubungan gue sama London ?" tanya Vady.

"Lu ada kenalan di London ? Siapa gitu ?"

"Ada, tapi dia sibuk, dia punya kafe disana. Kalau lu mau kontaknya ntar gue Line deh. Apalagi ?"

"Nanti sekitar setengah jam lagi cek Line ya. Oke kereta gue dateng, nanti gue telepon lagi." Arraufar menutup teleponnya.

Valdy tahu karena biaya menelepon Jepang dan Indonesia mahal.

"Arraufar sering nelepon kamu ya ?" tanya Viny.

"Iya sayang."

Viny tersenyum. "Dan cuman satu yang gak pernah nelepon kamu. Si kampret itu, Ichsan Zaki. Kemana dia ?"

Valdy mengangkat bahunya. "Gatau deh, keluarganya pada pindah ke luar negeri yang aku gak tau dimana."

***

Shania sedang duduk menatap layar laptopnya, ia baru saja selesai skype-an dengan Adam--mantannya waktu SMP itu yang kini sudah berubah menjadi orang yang tampan-- dan entah kenapa ia ingin sekali bertemu Adam, mencurahkan isi hatinya yang tak menentu ini. Shania sekarang, butuh seseorang yang bisa mendengar curahan hatinya dan ia merasa Adam lah yang mampu melakukannya.

Sekarang, ia benar-benar hidup seperti tidak ada Zaki di dunia ini dan merasa ia kini hidup di garis dunia yang berbeda dengan laki-laki itu. Semua akun sosmednya tidak aktif apalagi nomor teleponnya. Mungkin benar kata Sinka waktu mereka bertemu terakhir kali dengannya.

"Ayolah Shan, lupain Zaki. Sampai kapan kamu harus terus begini ?" kata Sinka.

Tindakan tak semudah lisan, Sinka. Pikir Shania. Dan hal yang makin membuat sulit Shania adalah cincin itu, yang diberikan Zaki saat terakhir mereka bertemu dan ciuman itu. Shania menyentuh bibirnya dengan telunjuknya lalu menggigit bibirnya.

AH! KENAPA GUE GAK BISA LUPAIN DIA!!!! Teriak Shania dalam hati.

Kini di layar laptopnya terpampang jelas Blog Sanzack dan entah kenapa blog ini hanya satu-satunya yang bisa membuat Shania tenang. Tulisannya, tutur bahasanya, dan kemisteriusannya bercampur aduk hingga membuat Shania dan mungkin ribuan pembacanya senang kepada tulisannya.

Sanzack terus saja diakhir cerita tentang kota London, pasti ada satu paragraf tentang dia yang tak bisa mengungkapkan rasa rindunya terhadap perempuan yang ia cintai, ini membuat Shania kesal dan seakan berteriak "KENAPA LO GAK TELEPON TUH CEWEK DAN BILANG KALAU LO KANGEN!" Ah, namun disitulah menurut Shania letak menariknya. Ia akan terus menghasilkan tulisan dari rasa rindu, sementara Shania sebaliknya, rindu seakan menyakitinya, mengiris perasaan, dan ia ingin segera melenyapkan rasa rindu itu.

Notifikasi Line di Handphone-nya berbunyi. Shania bingung.

arraufar : hoy apa kabar ?
zamish : hah, ini maksud lu nunggu setengah jam itu ? ngapain buat grup ?
shanju : kabar ? biasa aja. Ciee jadi orang jepang sekarang.
mhmdtaufan : woy, koleksi JAV lu makin banyak ya ?
zamish : hahahahaha
shanju : :)
arraufar : banyak dong! gue buat grup ini ya biar kita bisa ngobrol bareng
sinkaaaaaa : haaaiiii!
mhmdtaufan : my panda!!!
sinkaaaaaa : wah ada orang jepang, left grup ajah deh
cindvia : holaaaaaaaaaaaaa
arraufar : ahhhh!!!

Shania tersenyum membaca chat grup itu apalagi ketika Taufan, Sinka, Arraufar, dan Taufan saling menyapa, ia sangat berharap ada Zaki disitu. Namun, never happened.

arraufar : btw, gue sama yuvia nanti mau liburan ke london pas tahun baru, ente semua kemana ?
mhmdtaufan : orang kayah mah bedaaaa main london ajah!
arraufar : hehehe
zamish : gue ke jepang
shanju : eh valdy, ke jepang ? ikut dong!

Entah kenapa Shania ingin ke Jepang saat ini dan ia tidak tahu apakah Valdy membual apa tidak tentang liburannya ke Jepang. Sementara Arraufar ke London ? Ke kota yang dihuni oleh blogger favoritnya.

lordalex : valdy ke jepang cuman mau ketemu artis AV
cindvia : ALEX!!!!!
sinkaaaaaaa : WOW ALEX!!! MASIH HIDUP!!!
mhmdtaufan : WUIH!
arraufar : kampret alex masih ada nyawanya!
zamish : inget alex ya inget gantungan kuncinya, btw sekarang dimana lu lex ? jangan kaya zaki ngilang tanpa kabar.

Membaca nama 'Zaki' membuat Shania muram, kenapa sih harus ngomongin Zaki ? Pikir Shania.

lordalex : dijalan, abis pulang. eh itu Arraufar mau ke London ?
arraufar : yoi, kenapa ? mau ikut ?
cindvia : iya alex mau ikut gak apa-apa kok!
shanju : London oh London....
lordalex : ada apa dengan kota London shan ?
shanju : engga ada apa-apa :)
zamish : ngapain ngomongin London shan ? kamu kan mau banget ke Paris dan kata kamu SI ZAKI itu ada di paris :DDD
sinkaaaaaa : sebenarnya itu kata aku, hehe.
shanju : hahaha
zamish : pantesan minta belajar bhs prancis, pft!

Memang, entah kenapa Shania ingin sekali bersekolah di Paris, bukan karena apa-apa tapi karena menurutnya kota itu bagus dan kemungkinan besar ada Zakinya, itulah yang membuatnya ingin sekali ke Paris.

cindvia : kok gak ada viny ?
zamish : dia lagi main nonton pilem di kamar gue
lordalex : wah kamar lu, lu apain tuh viny ?
mhmdtaufan : iya iya, lu apain ajah ?
zamish : mesum!
arraufar : gue cabut dulu ya, ntar chat lagi.

Ketika Shania mengscroll hasil percakapan diatas, terlihat semua temannya tidak peduli akan Zaki. Hanya dua kali nama Zaki ada di layar handphonenya itu pun diucapkan oleh orang yang sama. Shania pikir mungkin mereka sudah melupakan Zaki, iya bagi mereka sangat mudah sekali melupakannya, namun Shania ? Jangan harap! Itu mungkin lebih sulit daripada memutar waktu.

****

Desember
London, UK

Zaki melihat iPod Touch-nya yang menunjukan pukul 14.00 dan suhu mencapai 2 derajat celcius. Ia melihat flatnya kosong karena Lakhsan pergi ke Brighton bersama teman-temannya dan Damien pergi bersama pacarnya. Ini musim dingin pertamanya dan ia sangat sekali benci dengan suhunya karena kulit tropisnya ini susah beradaptasi dan untungnya di flat ini ada penghangat ruangan. Bel pintu berbunyi, Zaki dengan cepat membuka pintunya dan ia tersenyum.

"Hola, Zaki!" senyum ramah perempuan yang sedang berada dihadapannya ini membuat Zaki ingin mencumnya.

"Hola!" Zaki balik menyapanya. "Masuk dulu yuk."

"Akhirnya aku bisa ke flat kamu, besar juga, tingkat dua." kata Veranda sambil berkeliling. "Kamar kamu dimana ?"

"Diatas, eh kak, kalau mau makan sesuatu ambil ajah di kulkas, aku siap-siap dulu."

Veranda hanya mengangguk. Zaki pergi ke atas untuk bersiap-siap. Dengan memakai dalaman longjohn yang Zaki beli di Leicester Square dan sangat pas untuk badannya, baju kaos berwarna putih dan setelah itu memakai jaket berbahan nylon dan terakhir adalah memakai length jacket punya Damien yang ia pinjam. Sudah siap, ia langsung turun dan melihat Veranda sedang membaca buku yang berada diatas meja didepan TV.

"Kak, aku udah siap." kata Zaki.

Veranda tersenyum. "Kamu bisa bahasa prancis ya, novelnya keren gini pake bahasa prancis."

Zaki menggeleng pelan. "Bisa sedikit tapi itu novel punya teman aku yang tinggal di flat ini juga dan kebetulan dia orang prancis."

Perempuan cantik itu menutup novelnya lalu berdiri dan memasukan kedua tangannya ke saku, ia tidak membawa tas. "Oh, kirain aku kira orang Indo semua disini."

"Hehehe."

"Mau kemana nih ?" tanya Veranda.

Zaki berpikir sejenak lalu tercetuslah. "Trafalgar Square."

***

Zaki sebenarnya sedang ingin menulis blognya sehari penuh diawal musim dingin, mengutarakan kekesalannya akan musim dingin di blognya dan menulis sesuatu dengan rasa rindu bertemu orang yang disayanginya. Namun semua batal, karena malam sebelumnya Veranda menelepon dan mengajaknya untuk jalan-jalan keesokan harinya.

Ia dan Veranda selalu bersama akhir-akhir ini, dari makan siang bersama, menonton film di bioskop, dan duduk-duduk santai di salah satu spot yang di klaim terbaik oleh mereka di Hyde Park. Kebersamaan itu membuat mereka berdua nyaman satu sama lain. Secara fisik, Veranda menyukai hidung Zaki yang mancung, postur tubuhnya yang tinggi, dan badannya yang lumayan tegap. Sementara Zaki tidak bisa mendeskripsikan perempuan yang sedang berjalan disampingnya itu.

Veranda terlalu sempurna dimata Zaki untuk di deskripsikan.

Zaki sendiri tau ini-itu kota London juga dari Veranda dan juga dari Naomi, namun ia lebih suka cara Veranda menjelaskan apa yang ia tidak tahu tentang kota ini. Temannya Lakhsan itu tidak berguna sementara Damien terlalu sibuk di dapur restorannya.

Veranda suka dengan cara tersenyum Zaki ketika berbicara, suka dengan cara Zaki berjalan, dan suka dengan segala perhatian yang Zaki berikan seakan-akan ia adalah satu-satunya perempuan yang diperlakukan khusus oleh Zaki.

Ya secara singkat, Zaki membutuhkan Veranda, Veranda membutuhkan Zaki.

***

Di Trafalgar Square, Zaki ingin sekali pergi ke National Galery yang berisikan kurang lebih 2300 lukisan dan kebanyakan lukisannya berasal dari abad pertengahan ke-13 pada tahun 1900. Karena kata teman Zaki, di museum ini punya nilai sejarah yang tinggi, terutama sejarah tentang Renaissance awal.

Sesudah berkeliling di National Gallery, mereka berdua berpoto di depan Tugu Nelson yang tingginya mencapai 50 meter. Tugu ini didirikan untuk memperingati tewasnya Laksamana Horatio Nelson dalam pertempuran Trafalgar yang terjadi pada tahun 1805 silam.

Selain Tugu Nelson, banyak lagi patung lainnya yang tersebar di Alun-Alun yang terkenal ini.

"Maaf, Kakak yang ngajak pergi kok aku jadi yang ngatur gini ya." kata Zaki.

"Gak apa-apa kok. Lagian seru juga." ucap Veranda seraya tersenyum dan ia melanjutkan. "Kamu beda dari yang lain, cowok lain biasanya ngajak jalan cewek ke tempat yang romantis. Sementara kamu ? Ke Museum. Hehehe."

Mereka duduk di bangku panjang di ujung Alun-Alun. Zaki memasukan kedua tangannya ke long jacket-nya karena suhu udara tidak manusiawi sekali. Sebenarnya 2 dejarat celcius tidak terlalu dingin, akan tetapi hembusan anginnya lah yang membuat Zaki tak tahan.

Tak terasa hari sudah mulai gelap, mereka berdua kembali menyusuri kota London dengan berjalan kaki dan melihat betapa indanya London Eye ketika musim dingin, jalananan di bawahnya terdapat pohon yang dihiasi oleh lampu-lampu berwarna biru. Zaki pikir ini adalah pemandangan yang terbaik yang dia lihat.

Zaki tak tahan lagi untuk meminta sesuatu kepada Veranda, ini adalah momen yang sangat pas! "Kak, fotoin aku dong."

Veranda mengangguk.

***

Setelah foto sana-sini dan makan malam. Veranda mengajak Zaki untuk duduk di taman yang berjarak 500 meter dari London Eye.

"Capek ya ?" tanya Zaki.

"Lucu pertanyaan kamu, justru di musim dingin begini bagi aku gak akan gampang capek, keringetan ajah engga." jawab Veranda.

Mereka asyik mengobrol, mereka membicarakan sesuatu yang tidak penting menjadi penting, yang kecil menjadi besar. Veranda terkesan dengan gaya bercerita Zaki, dengan suaranya yang berat namun enak di dengar dan cara bercerita yang unik itu sudah cukup membuat Veranda tersenyum tanpa henti ketika mendengar Zaki bercerita.

Sementara Zaki bingung, Veranda selalu tersenyum ketika ia bercerita padahal menurutnya cerita yang ia ceritakan tidak begitu menarik. Tapi Zaki suka dengan senyum itu. Sangat suka.

"Zaki."

"Apa ?"

Veranda meraih tangan kanan Zaki lalu menggenggamnya. "Dingin banget tangan kamu."

"I.. Iyaa." Zaki merasakan tangan Veranda yang lembut dan hangat untuk ukuran musim dingin.

"Sebenarnya, aku gak nyangka bisa ketemu kamu di London waktu kejadian yang aku hampir di perkosa sama pemabuk." kata Veranda sambil menggenggam erat tangan Zaki yang dingin. "Kalau gak ada kamu, aku gak tau deh, aku terima kasih banget."

Zaki hanya terdiam mendengarnya dan tidak menatap mata lawan bicaranya karena tidak tahu mau menjawab apa. Ia terdiam begitupun juga Veranda yang terdiam namun tangannya selalu digenggam erat.

Veranda menoleh ke arah Zaki dan dalam waktu yang bersamaan Zaki juga menoleh ke arah Veranda. Wajah mereka sangat dekat. Sangat dekat. Lalu dengan perlahan, Veranda mendekatkan bibirnya ke bibir laki-laki yang ada dihadapannya. Tanpa ada isyarat apapun dan cuacanya yang dingin...

Mereka melakukannya.

Voila comment Veranda dire merci.
Voila comment Zaki dire de rien.

To be continued

6 comments: