Pages

Standupwrongway Fanfict JKT48 : Friend of Life

Thursday 20 November 2014
Gue menghidupkan laptop dengan perasaan yang kembang-kuncup seperti bunga putri malu. Ya tepat pada hari itu gue akan menerima hasil test beasiswa ke Jepang yang diadakan oleh Fullbright.

"Selamat kepada An. Valdy Glorymeister yang telah lulus test beasiswa yang diselenggarakan Fullbright. Mohon besok untuk hadir di test wawancara terakhir.

*note : Tolong surati lewat email Universitas yang ada di Tokyo dan Osaka apakah anda diterima atau tidak setelah test wawancara besok.

Terima kasih. Sekali lagi SELAMAT!"



Gue pun langsung loncat kegirangan sampai-sampai kepala gue harus membentur tembok. Tanpa basa-basi gue langsung nge-SMS teman gue yang ikut test beasiswa juga, Namanya Ruly Cahyadi. Dia adalah teman dekat gue dari SMP sampai sekarang.

"Ya, gue juga keterima, mau satu universitas gak ? gue sih milih Osaka University." Balas Ruly.

"Oh, oke. Disuruh ngirim email ke Univertasnya kan ? Lu udah ?" Tanya gue ke Ruly yang mungkin lagi kegirangan juga dan kepalanya membentur tembok.

"Udah, tapi gue gak lewat email. Pake burung merpati bokap gue. 3 hari nyampe." Balas Ruly.

========

Akhirnya kami berdua pun menginjakan kaki di Osaka. Sebuah kota yang sepertinya sangat anti terhadap Tokyo, budaya dan dialeknya pun berbeda sangat jelas. Kami pun menempati apartemen khusus mahasiswa.

"Lu jangan nge-grepe gue pas tidur ya rul." Kata gue kepada Ruly yang jelas-jelas mempunyai tampang yang sama seperti homo-homo yang ada di forum bokep. Tapi jujur, Ruly sedikit lebih ganteng dibanding homo-homo itu.

"Bangsat. Gue gak homo! Yang homo tuh si Daffa!" Kata Ruly sambil membuat kopi susu yang dia bawa. Daffa adalah teman kami berdua juga.

Gue pun langsung membereskan baju dan barang-barang yang gue bawa.

Tiba waktu dimana gue dan Ruly akhirnya belajar di negeri orang, tak kenal siapa-siapa dan tak ada sanak keluarga. Gue udah siap dengan hal ini dan Nyokap gue bilang kalau di Jepang usahain jangan terlalu sering keluar malam.

Gue milih jurusan Hubungan Internasional, sementara Ruly milih jurusan Kampung Rambutan - Leuwi Panjang Statistika. Kami pun akhirnya sepakat untuk bertemu di kafe dekat sekolah saat kelas sudah selesai.

Hari pertama pun diawali dengan perkenalan yang lebih dikenal dengan nama "Jikoshoukai". Gue pun udah menyiapkan Jikoshoukai yang keren dari jauh-jauh hari. Tapi apa daya pelafalan bahasa Jepang gue yang berantakan, banyak tertawaan dibanding tepukan dari teman-teman baru gue ini. Gue pun langsung izin ke toilet, gue udah kebelet daritadi mau buang hajat.

Disaat perjalanan ke toilet, gue melihat banyak murid yang sedang dihukum. Mungkin karena telat. Ternyata di negara yang super disiplin ini ada juga yang terlambat.

Gue pun iseng melewati murid-murid itu dan pandangan gue hanya tertuju pada satu cewek. Rambutnya di twintail dan mempunyai mata yang sayu. Gue terus memperhatikan dia dan langsung berpaling saat dia tiba-tiba melihat gue. Dia langsung mengembangkan pipinya ketika melihat gue. Gue pun tersenyum dan langsung berjalan cepat.

Gue bingung, mungkin dia gak suka diliatin kaya gitu atau muka gue yang lebih mirip pantat panci sehingga orang-orang eneg liat muka gue. Entahlah.

Setelah selesai kelas, gue langsung menuju kafe dekat sekolah untuk menemui Ruly. Ruly pun datang bersama Dimas, teman SMA gue yang culun namun mempunyai muka yang manis.

"Eh Dim, kampret. Ada disini juga lu." Kata gue sambil menyalami Dimas.

"Iyanih, bokap gue pindah kesini. Dunia udah makin sempit ajah ya." Kata Dimas.

"Hy! Dimas ya ?" Kata seorang cewek tinggi nan cantik yang tiba-tiba menyapa Dimas.

"I-iya kenapa ?" Tanya Dimas keheranan.

"Engga-engga hehehe." Kata cewek itu dan langsung pergi.

"Buset, cakep bener tuh cewe. Gebet dim cepetan." Kata Ruly.

"Hahaha kampret lu, mau ikut gue latihan gitar gak ?" Tanya Dimas. Dimas sendiri memang jago bermain gitar, sementara gue lebih jago menggembala kambing.

"Yaudah deh, ajarin gue dim. Gue gak bisa main gitar. Lu mau ikut gak Dy ?" Tanya Ruly.

"Engga deh, gue ke Dotonbori dulu, mau makan, laper. Bye." Gue langsung pergi meninggalkan mereka berdua.

Disepanjang jalan, gue gak henti-hentinya memikirkan cewek itu. Siapa dia ? Dari mana dia ? gak tau. Sesampainya di Dotonbori, gue langsung menuju kedai ramen yang sepi pengunjung. Iya, gue yakin itu kayaknya kedai baru.

"Pak, pesan 1 ramennya ya." Kata gue menggunakan bahasa jepang sefasih mungkin.

"2 ajah pak!" Teriak tiba-tiba dari seorang cewek. Ternyata dia cewek yang dihukum tadi.

"Jadi yang bener 1 atau 2 ?" Tanya bapak itu dengan perasaan heran. Gue juga heran, Dian Sastro juga heran.

"2 deh pak." Kata dia. Gue bingung, dia lancang banget nyambar omongan gue.

"Eh sendirian ajah nih." Dia langsung tersenyum. Gue keheranan, Dian Sastro keheranan juga. (SEJAK KAPAN DIAN SASTRO ADA DISAMPING GUE ? Lupakan.)

"Iya, kenapa emangnya ? Mau nemenin ?" Tanya gue kepedean.

"Yaudah deh, kasian liat kamu sendirian." Kata dia sambil tersenyum.

"Lah kamu juga kesini sendirian kan." Seru gue.

"Hihihihi, iya-iya." Kata dia sambil tertawa kecil.

"Tadi kenapa kamu telat ?" Tanya gue mencoba basa-basi.

"Iya, aku bangun tidurnya telat. Ya begitu deh." Jawab dia. Ternyata dia orangnya terlalu jujur.

Akhirnya ramennya sudah siap, gue langsung menyantapnya sementara dia masih ngeliat gue dengan lirikan aneh.

"Loh kok gak dimakan ?" Tanya gue keheranan, mulut gue penuh sama mie.

"Engga, kamu lucu ajah sih. Makannya cepet banget." Kata dia.

"Udah ah, aku lagi laper nih." Kata gue sambil menyuap. Dia pun langsung makan. Duh ini cewek aneh banget sih, kayaknya dia ngeliat ada yang aneh dari gue.

Selesai makan, gue mau ngebayar makanannya. Pas gue ngeluarin dompet, tiba-tiba dia megang tangan gue.

"Udah aku ajah yang bayar, lagian aku kan yang mesen tadi." Kata dia. Lah gue bingung, belum kenalan ajah dia udah baik kaya gini.

"Yaudah deh makasih." Kata gue sambil bersyukur duit gue gak berkurang.

Gue beruntung hari ini, ada cewek yang baik hati seperti dia, padahal kami belum saling mengenal. Hanya kontak mata saja saat dia dihukum.

"Eh, aku minjem handphone kamu dong." Kata dia. Kita belum kenalan woy!!! kata gue dalam hati melihat tingkahnya yang aneh.

"Eh iya-iya. Nih." Kata gue sambil memberi HP gue ke dia. Terlihat dia mengetikkan sebuah nomor, mungkin dia mau menelepon. Tapi dia terlihat sibuk mengetik, APAKAH HANDPHONE GUE DIBAJAK ? Oh Tidak.

"Nih handphonenya. Makasih ya. Aku pulang dulu ya. Hehe." Kata dia sambil tersenyum. Gue tersenyum balik. Heran.

Malamnya, gue terus memikirkan siapa dia ? Kok tiba-tiba sok akrab gitu sama gue ? Mungkinkah dia cerminan gebetan-gebetan gue yang selalu sok asik kalau deket gue ? Gak tau.

Gue langsung mengambil HP dan ternyata ada satu SMS. Ternyata itu dari Daffa, temen gue yang mempunyai track record yang baik dalam hal pacaran.

"Dy, gue masuk UGM. Tapi gue mau banget nyusul lu berdua. Masih bisa gak ?" Tanya Daffa.

"Masih, tapi gue gak tau kapan. Lu cek ajah terus di websitenya." Balas gue dengan rasa malas.

"Oh oke, salam buat Ruly ya, Nyokap gue kangen sama dia." Kata Daffa. Buset, ternyata Nyokapnya Daffa lebih sayang sama Ruly.

Setelah gue ngebales SMS dari daffa, gue langsung mau nelepon Yanto, temen gue yang tinggal di Fukuoka. Pas gue mau mencari nama dia di buku telepon, tiba-tiba ada kontak yang gue belum pernah lihat sebelumnya.

Ayana ? Siapa dia ? Apakah dia nama burung hantu Limbad ? Entahlah. Gumam gue dalam hati. Gue penasaran dia siapa dan gue pun langsung nelepon dia.

*TUUUT*

*TUUUT*

"Moshi-moshi ?" Tanya seorang cewek diseberang telepon. Gue gugup.

"Moshi-moshi ?" Gue tambah gugup. Gue gak tau harus ngapain.

"Ini siapa ?" Tanya dia menggunakan bahasa Jepang. mampus.

"Kamu sendiri siapa ?" Tanya gue balik. Gue tambah makin gugup.

"Kok nanya balik ? Aku yang tadi, yang makan sama kamu." Jawab dia. Dia menggunakan bahasa Indonesia sekarang. Gue pun menghela nafas, ternyata Ayana itu dia cewek yang tadi bayarin gue makan.

"Oh, jadi nama kamu Ayana ?" Tanya gue.

"Iya. Kamu sendiri ?" Tanya dia balik.

"Kamu gak perlu tau deh." Jawab gue mantap. Gue bakal buat dia penasaran.

"Jadi kamu gak punya nama ? Aduh, apa perlu aku kasih nama buat kamu ?" Kata dia. Gue gondok.

"Punya punya! Nama aku Valdy. Hehe." Kata gue sambil tertawa kecil.

"Oh Valdy, namanya bagus." Kata dia. Ah, mungkin perkataan dia ini cuma basa-basi doang. Gue pun ingin segera mengakhiri percakapan ini. Gue takut ditanya-tanya yang aneh-aneh sama dia.

"Yaudah deh, aku makan dulu ya." Kata gue.

"Oke. Yang enak ya." Kata dia dengan ramah. Gue udah biasa dapet perkataan kaya gini dari gebetan gue. Tapi cara dia bercanda beda, gue jadi nyaman sendiri kalau dia memberikan rasa pedulinya ke gue.

Ruly pun pulang dengan membawa 2 kantong makanan. Gue tau dia mau ngasih gue satu bungkus, ternyata Ruly sudah berubah jadi orang baik.

"Makasih ya rul!" Kata gue sambil mengambil satu bungkus makanannya.

"Ngapain lu ambil kampret! Itu dua-duanya punya gue!" Seru Ruly sambil mengambil kembali bungkus makanan yang gue pegang.

"Buset, lu kelaperan ya ?" Kata gue.

"Eh tadi gue ketemu cewe cantik banget." Kata Ruly sambil menuangkan makanannya ke dalam piring.

"Iya gue juga." Ucap gue dengan santai ke Ruly. Yang gue maksud itu Ayana.

"Oh gitu. Yaudah. Gausah cerita dy, nanti kuping gue bernanah." Kata Ruly dengen nada sirik. Ruly emang sudah jomblo 2 tahun dan diputusin gara-gara hal yang sepele.

=========

Udah seminggu gue kuliah di Osaka, gue pun sekarang udah bisa mulai beradaptasi. Sementara Ruly masih belajar main gitar sama Dimas. Gue pun berjalan dengan langkah gontay menuju kantin dan melihat Ayana sendirian sambil membaca buku.

"Eh, sendirian ajah." Kata gue sambil tersenyum, mencoba akrab. "Udah seminggu aku gak liat kamu loh. Haha."

"Iya nih, kamu kangen sama aku ya ?" Kata Ayana sambil tersenyum balik. Sumpah, kepedean mih cewek.

"Engga kok, hehe. Cuma mau nemenin kamu doang. Kasihan kamu sendirian." Kata gue mencoba mengikuti perkataan dia saat di Kedai Ramen di Dotonbori.

"Ih itu kan perkataan aku, ngapain diikutin." Kata dia sambil menutup buku.

"Masih inget juga ya kamu ?" Tanya gue.

"Ingetlah. Pas aku mikir dua kali, ternyata perkataan aku itu freak banget!" Kata Ayana.

"Iya freak." Kata gue kalem.

"Udah ah, gausah dibahas lagi." Kata Ayana sambil tersenyum.

"Eh berdua ajah!" Seru seorang cewe sambil menepuk pundak Ayana. Semoga dia bukan tukang hipnotis.

"Kenapa ? Sirik ?" Kata Ayana kepada temannya. Oh gue baru inget, cewe ini yang menyapa Dimas waktu itu. Dunia semakin sempit.

"Eh kamu yang waktu itu nyapa Dimas kan ? Yang di deket kafe itu." Kata gue ke dia.

"Iya-iya, kok kamu tau sih ?" Tanya dia.

"Lah, kan aku disitu, ngobrol sama Dimas." Seru gue. Ternyata keberadaan gue waktu itu tidak terlalu dianggap.

"Oh iya-iya. Bilang ke Dimas, nama aku Shania gitu. Plis!" Dia memohon kepada gue.

"Eh, sendiri ajah. Lagian Dimas orangnya baik kok." Kata gue yang males banget kalau disuruh ini-itu.

"Yaudah deh, nama kamu siapa ?" Tanya dia yang ternyata bernama Shania.

"Valdy." Kata Ayana.

"Eh aku gak nanya kamu ya!" Seru Shania.

"Udahlah, emang itu nama aku kok." Kata gue menetralkan suasana, sebelum kedua perempuan ini mendeklarasikan perang dunia.

"Oh yaudah deh, aku pulang dulu ya. Bye." Kata Shania. Dia orangnya cantik dan tinggi, cocok lah buat Dimas, tapi gue gak tau Dimasnya mau atau engga sama dia.

"Aneh ya dia. Rusuh banget orangnya."

"Iyasih, dia orangnya emang gitu. Eh Val, aku pulang dulu ya." Kata Ayana.

"Oh oke, hati-hati."

"Jangan kangen ya!" What ? Sumpah, gue gak pernah ketemu cewek kaya dia. Gue bukan siapa-siapanya dia ajah udah digituin.

Ini adalah pertama kalinya gue ketemu sama cewek seperti Ayana. Gue merasa mungkin dia udah nyaman dengan keberadaan gue atau cuman basa-basi ajah biar keliatan ramah, akhirnya, saat itu, gue mengira bahwa Ayana cuman basa-basi ajah. Gue gak bakal buat Ayana spesial dimata gue, karena kenal juga baru seminggu yang lalu.

Gue pun langsung cabut ke Namba Parks soalnya udah janjian sama Ruly dan Dimas. Naik bis. Sendiri. Mugkin kalau Ayana tadi belum pulang, mungkin dia ikut sama gue sekarang. Duh lagi-lagi dia yang memenuhi pikiran gue.

Sesampainya di Namba Parks. Gue cengo. Luas banget, mal di Indonesia gak ada yang sebesar ini. Disaat seperti ini, gue menjadi merasa seperti orang udik.

"Eh Rul. Dimas mana ?" Tanya gue ke Ruly. Gue gak liat Dimas.

"Biasa latihan mendadak. Kan si kampret mau ngadain konser jazz dan you know lah, Fansnya makin banyak ajah." Kata Ruly.

"Daffa ada nelepon lu gak ?" Tanya gue ke Ruly.

"Hampir tiap hari. Katanya dia mau nyusul kita, tapi gak tau juga." Kata Ruly sambil menggaruk rambutnya. Udah lama gak shampoan, sehingga kutu di rambutnya sudah membuat pemukiman di kepala Ruly. "Eh, gue tau nama cewe cantik yang gue temuin waktu itu."

"Siapa ?"

"Namanya Beby. Gue nguping dia pas ngobrol sama temennya. Wuih suaranya itu, unik." Seru Ruly sambil muncrat.

"Oh gitu. Terus-terus ?" Tanya gue penasaran. Penasaran karena terpaksa.

"Ya gitu deh, gue juga dapet nomor teleponnya sama alamat rumahnya. Besok gue ke rumah dia deh." Kata Ruly.

"Kenalan dulu deh, kampret. Jangan langsung, entar canggung, baru mampus lu." Kata gue menasehati Ruly.

"Iya deh, nanti gue telpon dia." Kata Ruly. Gue pun hanya menghela nafas. Ruly kalau udah suka sama cewek, apapun pasti dia lakukan demi sang pujaan hati.

Sudah mulai gelap, cahaya lampu kota tetap bersinar menyinari kota Osaka. Gue pun sekarang lagi termenung di bilik termenung. Gue lagi boker. Sambil boker, gue terus mikirin Ayana. Gue yang masih menganggapnya hanya sebagai teman "baru" ini selalu nempel di otak gue. Mungkin dia udah buat gue nyaman dan sebaliknya dia pun mungkin udah nyaman jika ada gue. Gue masih mikir, apakah gue bakal terus begini sama Ayana. Iya, sampai akhirnya gue bisa bener-bener membuat dia nyaman.

Setelah menekan tombol flush kamar mandi yang menenggelamkan tai gue. Gue langsung mengambil handphone buat nelepon Ayana. Tapi sayang, gue gak berani buat nelepon duluan. Iya, gue merasa bahwa Ayana itu udah menjadi "teman baik" gue disini, tapi gue benci kata "teman" kalau kata itu disematkan buat cewek sebaik dia, apa mungkin gue bakal pacarin dia. Ah gue bingung.

=========

"Gue cabut ke rumah Beby dulu ya. Gue barusan udah ketemu dia." Kata Ruly yg baru kemarin malam teleponan sama Beby.

"Oh yaudah." Kata gue sambil memainkan handphone. Ya udah 3 hari gue belum ketemu saya Ayana dan gue pun rasanya pengen banget ngobrol sama dia Lewat telepon itu rasanya aneh banget, buang-buang waktu.

Gue pun menghidupkan TV, nonton berita. Kali ini gue nonton berita seorang mahasiswa bunuh diri dengan cara gantung diri akibat depresi. Iya, asal tau ajah, di negara maju seperti ini masih ajah ada yang bunuh diri. Tingkat bunuh diri di Jepang masih terhitung tinggi. Akhirnya pemerintah Jepang meluncurkan program bernama GKB47. Kampanye GKB47 ini melibatkan idol grup asal Jepang yaitu "AKB48"

Udah satu jam gue nonton TV sambil tengkurep tiba-tiba ada bunyi bel pintu berbunyi. Mungkin ini ada yang jail. Kalau Ruly kan punya kunci sendiri dan gak mungkin dia ngebunyiin bel kalau mau masuk. Dengan langkah berat gue pun membuka pintu. Dan ternyata pas gue buka, itu adalah Ayana.

"Eh cantik, kok tau aku ada disini ?" Kata gue.

"Ih gombal deh. Aku tau dari temen kamu tuh yang namanya Ruly." Kata Ayana.

"Lah kok kamu tau dia ?" Tanya gue heran. Kenapa Ayana bisa tau Ruly.

"Iya, kan Ruly itu temennya Beby dan Beby sendiri itu temen aku." Kata Ayana. Ternyata teori "Dunia semakin sempit." memang benar adanya.

"Yaudah deh ayo masuk." Kata gue.

Ayana pun duduk di meja makan. Sementara gue ke kemar mandi dulu buat cuci muka.

"Ayana mau aku mau masakin apa ?" Tanya gue sehabis cuci muka. Gue mumpung bisa masak, bolehlah masakin orang secantik dia.

"Engga usah deh. Ngerepotin kamu. Nih aku bawain makanan. Aku loh yang masak sendiri." Kata dia.

"Oh yaudah deh makasih." Gue memang sudah lapar. "Emang Ayana bisa masak ?"

"Engga juga sih. Itu juga diajarin Shania. Yaudah deh makan cepet. Kalau gak enak gausah dimakan." Kata Ayana sambil membuka tempat makanannya. Ternyata itu adalah Ayam Balado, makanan kesukaan gue, darimana Ayana tau gue suka Ayam balado. Gue langsung nuangin ke piring makanan tersebut.

"Pasti enak, kan yang masakin Ayana." Kata gue sambil duduk disebelah dia.

Gue pun memakannya, dan rasanya juga enak. Tapi tetap, masakan ayam balado nyokap lah juaranya.

"Kok kamu tau sih aku suka Ayam Balado ?" Tanya gue.

"Kamu suka sama Ayam Baladonya apa sama yang ngebuatnya ?" Tanya Ayana sambil mengangkat alisnya. Gue diem, Ayana diem, Limbad juga diem. Sejak kapan Limbad ada di kamar gue ?

"Suka sama ayam baladonya lah!" Seru gue sambil mencabik-cabik daging ayamnya.

"Kalau begitu, otomatis kamu suka sama yang ngebuatnya dong." Kata Ayana.

"Iya deh iya, Hehe." Kata gue. Keceplosan.

"Kamu beneran suka sama aku ? Jujur." Tanya Ayana. Gue keselek. Ayana langsung ngambilin minum. Reflek gue mendengar Ayana ngomong gitu adalah keselek. "Udah eh udah. Gausah dijawab hehe."

Sehabis makan, gue langsung membuka pintu balkon dan gue sama Ayana ngobrol disitu.

"Kamu udah punya pacar belum ?" Tanya Ayana. Gue kaget Ayana nanya seperti itu.

"Belum, aku belum pernah pacaran."  Jawab gue kalem. "Tapi jujur, aku sering banget ditikung pas udah cocok. Pasti!"

"Ih kok sama sih, aku juga belum pernah pacaran tau!" Seru Ayana. "Aku sih gimana ya. Kaya cinta bertepuk sebelah tangan gitu deh. Pas aku udah berjuang dapetin cinta dia, eh dia malah cinta sama yang lain."

"Dia lebih milih tukang cilok daripada kamu ? Kamu itu, ih.. Udah deh ah." Kata gue meracau, gak nyambung.

"Dia bukan cinta sama tukang cilok. Ih bercanda ajah kamu. Tapi sama temen deket aku."

"Nyesek. Temen kamu tukang cilok." Kata gue bercanda. Gue jadi inget tukang cilok yang ikut balap liar make gerobaknya.

"Iya nyesek, IH APAAN SIH! TEMEN AKU BUKAN TUKANG CILOK." Seru Ayana sambil menggoyang-goyangkan bahu gue.

"Kalau tukang ciloknya aku ? Gimana ?" Tanya gue memancing reaksi dia.

"Gimana ya ? Hmm. Boleh kok. Tapi kamu mau jadi tukang cilok ?" Tanya Ayana. Pertanyaan yang cerdas. Gue pun tau cara menjawabnya gimana.

"Engga ah. Mending aku jadi orang yang selalu ngejagain kamu ajah." Kata gue gombal. Kayaknya gombalan gue gagal. Soalnya dia jadi diem menatap gue dalam.

"Janji ya suatu hari nanti kamu bakal jagain aku hehe." Kata Ayana sambil tersenyum. "Eh udah jam 9 nih. Aku pulang dulu ya."

"Yaudah hati-hati cantik." Kata gue. Selama hidup gue, gue gak pernah ngomong kaya gitu sama cewek yang bukan siapa-siapa gue, hanya sekedar teman biasa.

Ternyata Ayana belum pernah pacaran. Gue punya kesamaan sama dia sekarang. Gue jadi pengen lebih deket lagi sama dia. Gue pun lanjut nonton TV. Sekarang ada berita yang memberitakan bahwa 9 artis porno Jepang mengadakan acara amal dengan cara setiap orang yang ingin meremas payudaranya harus membayar sekitar 120 ribu rupiah.

"Bangsat, berita macam apa ini." Kata gue sambil ngebenerin posisi celana.

Ruly pun pulang, seperti biasa, dengan membawa bungkus makanan. Kali ini dia hanya membawa satu, tapi dengan porsi yang besar.

"Makin buncit ajah tuh perut!" Teriak gue ke Ruly.

"Kampret dy, lagian ini enak banget. Eh tadi Ayana kesini ya ? Tadi gue ketemu dia lagi dijemput sama cowoknya mungkin." Kata Ruly.

"Hah anjeng ? Yang bener ?!" Gue kaget. Ternyata Ayana udah punya pacar.

"Yes! ternyata bener. Lu suka sama dia. Haha, cemburuan banget sama dia!" Kata Ruly sambil memasang tampang licik.

Gue diam, langsung melangkahkan kaki gue menuju dapur dan mengambil pisau, lalu datang menghampiri Ruly.

"Bangsat kau rul!" Kata gue sambil menusuk leher Ruly memakai pisau tersebut. Ruly mati seketika. Gue langsung lempar jasadnya dari balkon. Ternyata itu hanya halusinasi gue.

"Kampret rul! Gue emang suka sama dia. Tapi lu jangan umbar lah. Mau gue tempel di mading foto lu pas telanjang ?" Ancam gue.

"Eh, jangan dy. Jangan. Cukup sudah saat SMA gue digituin sama lu! Malu gue anjing! Kita impas! Impas!" Seru Ruly. Gue hanya tertawa.

=========

Seminggu kemudian....

Gue lagi celingak-celinguk di kantin pada saat udah selesai kelas.  Tiba-tiba ada yang memanggil gue.

"Valdy!" Kata Yuvi, temennya Ayana yang super imut.

"Ada apa Yuv ? Ayana mana ?" Tanya gue ke Yuvi.

"Ih kok samaan sih sama Ayana. Jodoh emang gak kemana-mana ya." Seru Yuvi.

"Maksud kamu ? Kalau ngomong yang bener dong." Kata gue.

"Tadi Ayana nanyain kamu dimana. Sekarang kamu balik nanyain dia. Hehe." Jelas Yuvi. Gue hanya tersenyum dan langsung membaca buku sejarah Jepang, gue lagi demen-demennya baca tentang Shogun Jepang terdahulu, terutama cerita Hideyoshi Toyotomi yang dari seorang anak petani menjadi pemimpin Jepang. Epic.

"Eh ada disini." Kata Ayana yang tiba-tiba datang tak diundang.

"Yaudah deh, aku pulang dulu ya." Kata Yuvi yang pulang tak dijemput.

Gue masih terus baca buku, sementara Ayana terdiam sambil liat kiri-kanan sambil mainin handphonenya. Merasa kasihan gak diperhatiin, gue pun menutup buku dan ngobrol sama dia.

"Eh Ayana." Kata gue sambil merangkul dia. "Kamu liat deh cowok itu. Itu yang lagi makan. Belepotan tau gak."

"Eh iya ya. iya. Ih kaya anak kecil ya."

"Ah kamu juga anak kecil." Kata gue kalem.

"Yang bener ? aku masih anak kecil ?" Kata Ayana sambil menatap gue dalam-dalam.

"Iya!" Seru Gue. Gue langsung mencium pipinya dan lari. Dikejauhan, gue ngeliat dia senyum-senyum sendiri.

Gue mikir segila itu kah reflek gue kalau deket banget sama Ayana dan dia cuma senyum-senyum ajah. Malamya gue langsung ngajak jalan Ayana, gue udah lama banget gak keluar apartemen di malam hari. Ya gue bakal ngajak jalan teman terbaik gue disini. Gue akhirnya menganggap dia teman dengan label terbaik. Teman terbaik.

Gue sama dia janjian di halte bus deket apartemen gue. Ayana terlihat sama saja saat itu, selalu cantik dan disaat itu gue baru sadar, gue gak tau mau kemana sekarang.

"Eh, mau kemana nih ?" Tanya gue ke dia.

"Ke hati kamu ajah." Ayana ngegombal. "Eh engga-engga ke Namba Parks ajah ya."

"Yaudah yok!" Kata gue.

Di Namba Parks, kita berdua cuman jalan-jalan sama makan seafood. Gue dipaksa Ayana memakan ikan salmon mentah dan gue pun nyaris mual, Ayana tertawa dan gue gondok, tapi ngelihat dia ketawa, gue gak jadi mual.

Rumah Ayana gak jauh dari halte bis dekat Osaka Castle, gue pun berniat nganterin dia sampai depan pintu rumah.

"Eh Valdy, mau masuk dulu gak ?" Ajak Ayana. Gue menolak, tapi dia tetep maksa. "Ih aku gak ada temennya, yang lain pada keluar."

"Oh yaudah." Kata gue sambil tersenyum, padahal malam ini ada jadwal BPL. Tapi demi Ayana, gue memutuskan untuk melewatkannya. Gue duduk di ruang tamu sambil memasangkan headset ke kuping gue, denger lagu-lagu jazz.

"Eh Valdy, kamu belum cerita kenapa kamu sering ditikung, aku penasaran." Seru Ayana. Gue gondok, kenapa dia berani banget nanya yang beginian padahal gue udah lupa sama sekali.

"Oke gini....." Gue mulai bercerita dari mantan gebetan gue yang cantik sampai yang absurd, tapi tetep, gue ditikung sama orang yang jauh lebih pantas sama dia.Terus bercerita sampai headset gue sudah memutar lagu yang ketiga, gue lupa judul lagunya apa.

"Ya percuma, akhirnya ditikung juga sama temen aku......" Ayana tiba-tiba menyenderkan kepalanya di bahu gue, ternyata dia tertidur.

Yaelah, Tidur lagi. Belum klimaks padahal ceritanya. Kata gue dalam hati. Gue pun langsung meng-SMS Yuvi.

"Eh Ayana, bangun dong bangun, udah malem aku mau pulang." Gue mencoba membangunkan Ayana.

"Ma... masih ngantuk!" Kata Ayana setengah sadar dan tertidur lagi. Gue pun pasrah dan menunggu sampai Yuvi pulang.

=======

Gue di apartemen selalu memikirkan itu....... Tanpa henti.

Gue sejauh ini belum tau apakah Ayana menganggap gue ini temannya atau lebih dari sekedar teman. Entahlah. Gue udah merasa nyaman kalau di dekat dia, tapi sebaliknya, gue gak tau dia nyaman atau tidak kalau disamping gue. Terus memikirkan ini sampai Ruly bisa manjat menara Eiffel pake tangan kosong juga gak bakalan selesai. Akhirnya gue bakal ngungkapin perasaan gue yang sebenarnya ke Ayana, gak peduli apakah dia nerima atau nolak. Yang terpenting gue sudah tau apakah dia nyaman disamping gue atau tidak.

"Hey jangan ngelamun mulu." Kata Dimas yang lagi main di apartemen gue. "Lu kenapa ?"

"Gue suka sama Ayana."

"Lah terus ? coba nembak dia ajah."

"Gak semudah apa yang lu bilang dim, gue gak tau harus ngapain." Kata gue sambil merengut.

"Kalau udah nyaman sebagai teman, ngapain harus pacaran, Dy?" Tiba-tiba Ruly mengatakan sesuatu yang benar-benar membuat otak gue terasa mau meledak.

"Tapi, gue cuman pengen tau apa Ayana emang udah bener-bener nyaman sama gue atau enggak." Gue bingung.

"Lah kalau dilihat sih dia emang udah nyaman sama lu, Dy." Dimas kali ini membuat gue tambah bingung.

"Gue bakal nembak dia, gak tau apapun jawabannya." Kata gue dengan nada yang tinggi.

Kalau udah nyaman sebagai teman, ngapain harus pacaran. Kata-kata ini bisa membuat gue bingung lagi, tapi gue kan belum tau apakah emang bener Ayana udah nyaman sama gue atau engga. Gue hanya ingin mengetahuinya.

====

Udah 3 bulan gue belum tau apapun tentang perasaan Ayana ke gue. Ayana cuma sekedar menyapa saja saat gue sama dia bertemu. Gue tetep berpikir positif, mungkin Ayana lagi banyak tugas, tapi sebagian pikiran gue negatif, apa mungkin dia selalu menghindar apabila ketemu sama gue. Apa dia udah bosen sama gue ? Entahlah. Selama ini, Ayana selalu menghindar kalau ketemu sama gue.

Gue lagi duduk-duduk sendiri di kantin, sambil membaca Manga yang gue pinjam dari Ruly. Lagi asyik baca tiba-tiba Handphone gue bergetar. Ada SMS. Dari Ayana.

"Besok sore aku tunggu kamu di lapangan basket ya, aku mau ngobrol sama kamu. Jangan lupa ya."

Gue gak ngebales pesan itu, tapi dalam hati gue mengiyakan.

Malamnya, gue langsung nunjukin SMS itu ke Ruly.

"Ah! Dia mau ngungkapin perasaannya mungkin ke lu." Kata Ruly.

"Iya mungkin, tapi akhir-akhir ini dia nyukein gue mulu."

"Jangan gitu! mungkin itu cara dia buat ngasih tau lu kalau dia emang suka sama lu. Percayalah, cewek kalau suka ke cowok pasti selalu malu kalau lagi ketemu."

"Ah aneh! Okelah gue percaya sama lu, Ruly!" Gue langsung mencoba tidur, tapi Ayana kembali membuat gue gak bisa tidur. Ayana, betapa kamu telah membingungkanku selama ini. Selama aku disini, di Jepang.

Besoknya, gue langsung ke Lap. Basket. Ternyata pada saat itu lapangannya sepi, dan gue udah ngelihat Ayana lagi nungguin gue di Tribune.

Gue langsung duduk disebelahnya tanpa menyapa dia terlebih dahuu.

"Kamu tau gak aku ngajakin kamu ngobrol disini ?" Ayana memulai percakapan, dengan tatapan lurus tanpa menoleh sedikitpun ke gue.

"Gak tau, gak biasa kamu kaya gini, biasanya kita kalau mau ngobrol gak pake acara harus ke Lap. Basket segala." Gue berbicara dengan nada agak tinggi.

"Kamu marah ya sama aku ?" Tanya Ayana kali ini menatap gue. Mungkin nada suara gue yang tinggi tadi udah ngebuat Ayana bertanya seperti ini.

"Engga, aku gak marah. Aku cuman bingung."

"Bingung kenapa ?" Tanya Ayana.

"Aku bingung ajah......" Gue mencoba mengumpulkan kata-kata yang pas. "Aku bingung, Bingung. Kenapa kamu akhir-akhir ini nge-cuekin aku ? Kamu udah punya teman baru yang udah ngegantiin aku jadi kamu ngelupain aku ?"

"Bukan gitu Tapi----"

"Kamu selama ini nganggap aku ini siapa ?" Tanya gue dengan nada yang lebih tinggi, tapi tidak dengan nada kasar.

"Aku ngaggap kamu temen aku...." Ayana berhenti sebentar. "Temen baik yang udah nemenin aku selama ini. Bahkan aku udah menganggap kamu sebegai Teman hidup."

Gue terdiam. Apanya teman hidup ? kalau Ayana selalu nyuekin gue. Gumam gue dalam hati.

"Aku selama ini nyuekin kamu bukan karena aku udah punya teman baru (yang ngegantiin kamu). Tapi aku takut kalau sebenarnya kamu itu gak nyaman disamping aku, aku selalu bertanya-tanya apakah kamu nyaman kalau sama aku ? Aku jujur malu ngomong ini sama kamu, tapi aku baru berani sekarang ngomong ini." Kata Ayana sambil mengusap air matanya yang mengalir dengan deras.

"Aku juga suka bertanya-tanya sama seperti kamu. Aku sering bertanya-tanya juga apakah kamu nyaman disamping aku, atau sebaliknya aku berpikir kalau kamu terpaksa buat nemenin aku, dan akhirnya setelah kamu nyuekin aku terus, aku berpikir kalau kamu udah gak nyaman disamping aku. Aku selalu mikirin kamu, jujur." Gue pun tertunduk lesu, sementara air matanya masih mengalir.

"Jadi kamu merasa nyaman gak kalau ada disamping aku ? Aku hanya ingin tau itu kok." Kata gue sambil mengusap air matanya.

"Kalau aku gak merasa nyaman sama kamu, mana mungkin aku bakal ngomong kaya gini sama kamu. Kamu tau gak ? Aku-----"

"Sayang sama kamu." Gue memotong pembicaraannya.

"Kalau kamu tau aku sayang sama kamu gimana ?" Tanya dia.

"Mungkin aku bakal sayang juga sama kamu." Kata gue sambil mengusap sekali lagi air matanya yang jatuh.

Gue udah tau ternyata Ayana selama ini nyuekin gue karena satu hal, dia pengen tau apakah gue nyaman atau engga sama dia. Sama seperti gue yang juga terus menanyakan hal-hal yang sama.

"Ruly pernah bilang sama aku, Kalau udah nyaman sebagai teman, ngapain harus pacaran. Tapi aku tau kamu lebih dari seorang teman bagi aku."

"Kalau kata Ruly kaya gitu, kalau kata aku sih Kalau udah punya perasaan yang sama, kenapa harus menunggu lama ? aku gak mau lagi ada orang yang ngebuat aku kecewa cuman gara-gara aku mencintainya." Ujar dia.

"Aku mau ngebuat kamu berhenti kecewa." Kata gue sambil tersenyum menatapnya.

Ayana memeluk gue erat, gue balas pelukannya.

"Jadi kita pacaran ?" Tanya Ayana sambil memeluk gue erat,

"Engga." Kata gue, Ayana terdiam seketika, melepaskan pelukannya. "Tapi aku bakal jadi teman hidup kamu seperti kamu menganggap aku sebagai teman hidup kamu."

Ayana kembali memeluk gue dengan erat.

"Aku janji bakal jadi orang terakhir yang membuat kamu kecewa, Ayana." Kata gue.

"Valdy, aku sayang sama kamu." Ayana menatap gue dalam, gue tersenyum. We kissed.

Akhirnya gue tau perkataan yang pas untuk membalas Kalau udah nyaman sebagai teman, ngapain harus pacaran seperti yang Ruly bilang.

Kalau udah punya perasaan yang sama, kenapa harus menunggu lama ?




-Selesai-


Created By : @JerukPontianak :v






4 comments:

  1. Menyentuh banget njir, gue jones, kagak pernah ngalamin hal itu, makanya menyentuh. :'v *lebay njir*

    ReplyDelete
  2. Wuihh.. ceritanya flashback, oke gue tunggu bang.. cerita yg selanjutnya. Btw ini ngena banget sumpah :'v

    ReplyDelete