Pages

Standupwrongway Fanfict JKT48 : Unreachable 2 (Part 11)

Tuesday 17 January 2017
"What's your name ?"

"Ichsan Zaki." jawabnya sambil memasukkan gula kedalam tehnya.

"Bagaimana kau bisa sampai di London ?"

"Pesawat." Zaki melihat Pria itu diam dengan tatapan ingin membunuhnya. "Oh oke, oke. Beasiswa."

Pria itu mengembangkan senyumnya kembali. "Apa yang kau bawa dari rumahmu untuk pergi ke London ?"

"Hmm, apa ya.... Ilmu, pakaian, indomie, dan...." Zaki tidak bisa melanjutkan kata-katanya.

"Hmm ?" Pria itu mengangkat alisnya menunggu jawaban Zaki.

"I dunno." jawab Zaki.

Pria tersebut hanya tersenyum lalu wajahnya berubah menjadi serius kembali, membuat Zaki tertekan. "Apakah kau dapatkan dari London ?"

"Teman, Ilmu dari dosen-dosenku, dan juga Veranda." jawab Zaki.

"Siapa itu Veranda ?"

"My ex-Girlfriend."

"Apakah kau masih mencintainya atau sekarang kau menganggapnya sebagai seseorang yang hanya numpang lewat ?"

"Entahlah, ia memilih berpisah karena temannya suka kepadaku, demi menjaga perasaannya, ia memilih berpisah denganku. Complicated enough, right ?"

"Yeah. Whats your favorite words ?" tanya Pria itu tanpa basa-basi.

"Long enough, if you can understand." Zaki menarik nafas. "Keheningan diantara kita, mencerminkan seperti tidak ada apapun, aku akan mengambil kesempatan itu untuk membuatmu jadi milikku. Aku akan mencoba menggenggam erat tanganmu sehingga aku tak akan pernah kehilanganmu, karena sekali saja kubuka tanganku, maka kamu akan lepas dari genggamanku dan pergi, lalu hari-hari menyambut rindu akan datang."

"Itu kalimat, aku tanya kata-kata." jawab Pria tersebut.

"Kalimat terdiri dari kata-kata, bukan ?" jawab Zaki.

"Kau sudah melepas tangannya, Nak. Kini ia pergi, entah kemana, lalu kau disini hanya terdiam dibelenggu rindu tanpa usaha ingin bertemu."

Zaki menundukkan kepalanya, pria itu melanjutkan. "Maaf, aku bukan berbicara tentang Veranda, tapi lebih dari itu."

"Yes, i know. I really miss her. Ketika aku berpisah dengan Veranda, pikiranku sepenuhnya bukan memikirnya Veranda, tapi dia!"

"Jadi, apakah kau ingin menemuinya ?" tanya Pria itu seraya berdiri.

"Ya! Tapi aku malu untuk menemuinya karena aku pergi tanpa memberitahunya dulu."

"Itulah bodohnya kau, aku sangat suka berbicara dengan orang bodoh sepertimu, sekarang yang harus kau tau adalah.." Pria itu mendekatkan dirinya kepada Zaki dan berbisik. "Ia merindukanmu. Find her, and good luck."

"Oh yeah, i forget to say it." Pria itu dengan senyum ramahnya berkata satu hal itu. "DONT FORGET TO WAKE UP, SON!"

*****

London, UK

Zaki terbangun dari tidurnya yang panjang, ia merasakan pusing sedikit dikepalanya dan baru saja ia sadar mengalami mimpi. Ia menganggap itu adalah mimpi yang indah, walaupun ia merasa bahwa konten mimpi tersebut adalah kesedihan. Selepas ia mendarat di London, ia memilih untuk tidur karena memang di pesawat ia tidak bisa tidur sama sekali, dan sekarang ia membutuhkan sesuatu yang menyegarkan.

Dan ia tau harus pergi kemana.

*****

Marseille

Farisha sedang melihat Shania membereskan bajunya, ia melihat Shania terlihat bahagia karena ia akan pergi ke London, kota yang sering diceritakan blogger favoritnya itu. Namun yang paling senang tentu adalah dirinya, karena ia akan kembali bertemu Zaki, laki-laki yang membuat dadanya sesak jika berada di dekatnya.

"Ngomong-ngomong, penulis blog itu anggota PPI juga apa bukan ya ?" tanya Farisha.

"Gatau deh, tapi yang aku tau sih dia mahasiswa. Ya mungkin aja." jawab Shania.

Shania melihat Farisha bertingkah aneh semenjak ia bertemu dengan si perwakilan itu. Namun Shania pikir memang seharusnya begitulah Farisha. Ia senang melihatnya senang, walaupun dirinya kini masih terluka akibat apa yang sudah menimpanya berulang kali.

"Besok pesawatnya jam berapa sih ?" tanya Farisha.

"Siang."

"Kenapa gak sekarang aja ya ? Kan aku mau ketemu dia, hehehe." ujar Farisha.

"Sabar... Sabar..." kata Shania.

Tidak ada dorongan dalam diri Shania untuk bertanya siapa yang dimaksud Farisha, karena ia memang tak perlu untuk mengetahuinya dan juga....

Ia sudah membenci apa itu cinta.

Baginya, cinta adalah sesuatu yang tak akan diraihnya lagi.

*****

London, UK

"Hey! Mah boys!" sapa Wisnu kepada Zaki. "Tumben lu datang kemari."

"Gue butuh yang seger nih!" kata Zaki sambil duduk di dekat jendela, karena ia memang butuh pemandangan musim gugur di London untuk saat ini.

"Yaudah gue kasih cendol nih." kata Wisnu sambil menyiapkan minuman untuk Zaki.

"Asal lu tau aja, gue bata collector, gabutuh cendol!"

"Lu kira kaskus!"

Zaki melihat sekelilingnya, memang tidak ada yang berubah sejak terakhir kali ia kesini. Ia melihat seseorang masuk ke dalam kafe, lalu dengan cepat ia memanggil orang tersebut.

"Hey you!" teriak Zaki. "Come here!"

Orang tersebut ketakutan melihat Zaki, namun tatapan mata Zaki membuatnya mengalah dan ia duduk berhadapan dengan Zaki sekarang. "Cendol lagi nu, buat temen gue nih."

"Oke!" teriak Wisnu mengiyakan.

Zaki melihat orang didepannya hanya menunduk. "Aku tidak tahu mengapa kau mengingatku, setidaknya dirimu waktu itu mabuk, kukira kau tidak mengingatku."

"Tentu aku ingat, kau membuat perutku sakit waktu itu." jawabnya tanpa ragu.

"Zaki." kata Zaki sambil mengulurkan tangannya.

"Jack." ia menjabat tangan Zaki.

Wisnu datang dengan 3 gelas cendol, ia duduk bersama Zaki dan Jack. "Temen lu nih ?"

"Dulu engga, sekarang iya." Zaki mendekatkan dirinya kepada Wisnu. "Nih orang dulu pernah nyoba merkosa si Veranda, tapi gagal."

Emosi Wisnu langsung tersulut mendengarnya, namun Zaki menahannya.

Jack hanya diam, ia tidak tau ingin berkata apa. Lalu ia membuka mulutnya. "Aku baru saja putus dengan pacarku."

Sebenarnya, Zaki ingin menjawab 'Gak nanya' tapi memang untuk saat ini ia memilih mendengarkan ceritanya. "Mengapa ?"

"Maaf kalau panjang, aku hanya ingin bercerita, jika kau ingin menghajarku diluar, silahkan. Tapi sekarang aku butuh orang untuk mendengarkanku." kata Jack, lalu ia melanjutkan. "Aku bertemu dengan seorang perempuan, ia cantik, baik, dan juga ramah kepada setiap orang. Aku menyukai cara ia bertutur kata sehingga tidak alasan bagiku untuk tidak mencintainya. Kami akhirnya berpacaran, aku berjanji kepadanya akan berhenti merokok dan mabuk-mabukkan. Hari demi hari, bulan demi bulan terlewati, hubungan kami baik-baik saja sampai akhirnya pada suatu hari, aku melihatnya pergi jalan dengan laki-laki lain, aku memergokinya sedang berciuman disudut gedung, Disitu aku merasa tersakiti, selama ini aku dibohongi. Aku sayang kepadanya, namun apa yang baru saja aku temukan ? Ia berselingkuh!"

"Entah mengapa, aku berpikir bahwa mencintai seseorang akan mengubah hidupku. Dan ya, benar, hidupku berubah pada awalnya. Aku percaya bahwa cinta akan menunjukkan apa yang seharusnya aku lakukan dalam hidup ini. Namun berurusan dengan cinta tak semudah yang dibayangkan, kau harus siap dengan kemungkinan yang terburuk. Dan aku mendapatkan yang terburuk, sehingga untuk saat ini, aku tidak percaya lagi apa yang dinamakan cinta."

"Itu adalah sesuatu yang tak bisa diraih olehku dalam hidup. Aku putus asa."

Zaki dan Wisnu terdiam mendengar cerita Jack. "Cerita yang cukup bagus dari seorang pemerkosa." kata Wisnu, tentu dalam Bahasa Indonesia.

"Aku minta maaf tentang kejadian setahun yang lalu, benarkan setahun ? Jika kau mau menghajarku, silahkan, namun sekarang aku lega sekali ada orang yang ingin mendengarku. Aku menghargai itu sepenuhnya." kata Jack.

"Hanya orang bodoh yang akan menghajarmu dengan cerita seperti itu." jawab Zaki. "Minumlah."

"Terima kasih." jawab Jack.

Mereka bertiga mengobrol ringan, Zaki melihat bahwa Jack tidak berbohong, itu terlihat jelas dari mata dan tutur katanya ketika bercerita.

"Aku akan meminta maaf kepadanya atas kejadian dulu." kata Jack.

"Tidak perlu, ia sudah melupakannya. Kau tau perempuan itu adalah makhluk yang tidak mudah menerima maaf dari orang yang berbuat salah kepadanya."

"Hmm... Eh, kalian mau jalan-jalan ? Aku akan menunjukkan tempat yang tidak biasa di London ini." tawar Jack.

Zaki dan Wisnu saling melirik satu sama lain, lalu mereka berdua mengangguk. "Okelah." kata Zaki.

"Eh, gue nitip kafe dulu ya, mau keluar bentar. " kata Wisnu kepada asistennya.

"Siap, bos!"

Lalu mereka bertiga keluar dari kafe untuk mengelilingi London. Memang ini yang dibutuhkan Zaki.

****

Heathrow, London

Shania untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di London. Ia dengan semangat berjalan ke dalam terminal sementara Farisha terlihat lelah dan heran melihat tingkah Shania. Perjalanan dari Marseille menuju London memakan waktu hampir 2 jam menggunakan British Airways.

"Kamu pelan-pelan dong jalannya, Shan. " kata Farisha.

"Ah, kamu, ini kan pertama kali aku ke London." ujar Shania sambil tetap mempertahankan kecepatan jalannya. Mau tidak mau Farisha harus mengikutinya.

Mereka berdua berangkat dengan 10 teman lainnya, jadi total ada 12 orang yang ikut ke London.

"Lu kenapa dah keliatan seneng gitu ?" tanya Rizki sambil menepuk pundak Shania.

"Ya gak kenapa-kenapa sih, seneng aja bisa kesini." jawab Shania. "Eh bentar, aku ke toilet dulu ya."

Rizki hanya mengangguk, sementara terlihat Farisha sedang mencari sesuatu.

"Ya ampun!" seru Farisha. "Handphone gue ketinggalan!"

"Kok bisa ? Perasaan jaman sekarang yang namanya HP tuh gak akan lepas dari pemiliknya." kata Rizki.

"Bener, kok bisa lupa ?" tanya Reza yang berada di sebelah Rizki.

"Kalian kaya yang gak tau gue aja. Gue tuh pelupa, duh gimana dong ?" ujar Farisha bingung.

"Sukurin deh seminggu gak pake HP, gabisa check-in, update status sana-sini." kata Rizki yang dibalas dengan pukulan oleh Farisha.

"Eh, lu punya nomor Zaki kan ?" tanya Farisha, ia memang ingin bertemu Zaki. "Punya kan ?"

"Punya, tapi nomor waktu dia di Prancis. Nah yang sekarang ini gapunya." jawab Rizki. Lalu muka Farisha cemberut mendengar jawaban Rizki. Rizki tau karena Farisha terlihat mulai menyukai Zaki. "Lu kenapa dah ? Kan ntar tinggal nanya anggota PPI disini nomornya."

"Oh, iya. Hehehehe."

"Huuh, dasar!"

Lalu tak lama kemudian Shania sudah menuntaskan tugas sucinya. "Gimana neng, udah ?" tanya Rizki.

"Diem lu ah." kata Shania, lalu ia melihat Farisha. "Kamu kenapa ?"

"Handphone aku ketinggalan di kamar. Ntar gak bisa nyombong-nyombongin adik aku kan." kata Farisha.

"Yaaahhhh, okelah masalah itu bisa diselesain entar. Yaudah kita susul yang lain." kata Shania.

Shania berharap perjalanannya di London ini berjalan mulus. Ia berniat mendatangi tempat-tempat yang disebut di blog Sanzacks dan ia juga sangat berharap bertemu dengan penulis blognya...

****

London, UK

Zaki terbangun dari tidurnya yang panjang. Ia tidur dari jam 2 malam dan sekarang ia melihat jam sudah menunjukkan pukul 11 siang. Memang semalam ia tidak bisa tidur dan ia memposting beberapa hal yang ia temukan kemarin saat berjalan-jalan bersama Jack dan Wisnu. Lalu ada sebuah pesan menghampiri HP-nya.

"Eh suuuuu, lu dimana ? Gue lagi di bandara buat ngejemput perwakilan dari Marseille." kata Gatot.

"Bodo amat tot, gue lagi sakit nih, bilangin ke yang lain ya tot!" balas Zaki. Ia memang malas untuk pergi kemana-mana sekarang, lagipula Adam sudah melakukan comeback dengan kembali aktif di PPI, ia merasa tidak ada kepentingan lagi, ia malas.

Ia membuka pintu dan menyegarkan matanya untuk melihat Hyde Park dari balkon kamarnya. "Kampret, dingin bener." gerutu Zaki sambil mengambil jaketnya.

Kebetulan Lakhsan dan Damien sedang dalam kesibukannya masing-masing, sehingga Zaki sendirian sekarang, ia menghidupkan laptopnya dan memutar lagu Shape of My Heart dari Backstreet Boys.

Lookin' back on the things I've done
I was tryin' to be someone
I played my part, and kept you in the dark
Now let me show you the shape of my heart

Zaki bernyanyi dengan lantang, ia juga tidak mengerti mengapa ia bernyanyi. Lalu handphone-nya berbunyi lagi.

"Eh suuu, gila nih ceweknya cakep-cakep, gue jadi pengen kenalan mulu bawaannya." kata Gatot. Zaki sedikit kesal.

"Tot, terserah lu lah mau kenalan apa engga, bukan urusan gue. Gue lagi sakit, jangan ganggu gue dulu ya tot." balas Zaki.

Lama kelamaan, Zaki merasa bosan, ia memang orang yang tidak bisa berdiam diri. Ia memilih untuk ke kampusnya karena memang ia hari ini ada kelas dan juga ia meminta cuti kepada Mang Adat untuk beberapa hari kedepan.

*****

Shania dan kawan-kawan sudah sampai di hotel yang terletak tak jauh dari Trafalgar Square. Semangat Shania pun sudah mereda, tidak seperti saat ia baru saja turun dari pesawat.

"Eh, kok gak semangat, kemana semangat lu tadi ?" tanya Rizki.

"Gue capek, mau tidur." jawab Shania.

Setelah semua urusan selesai, mereka semua bisa memasuki kamar masing-masing. Shania satu kamar bersama Farisha tentunya.

"Aku kebawah sebentar ya Shania." kata Farisha. sementara Shania yang sudah terlihat lelah hanya mengangguk lalu tertidur.

Farisha turun untuk mencari orang yang menjemputnya dan kawan-kawan tadi di Airport untuk sebuah misi yang belum ia selesaikan.

"Eh kamu!" teriak Farisha.

"Iya, ada apa ?" tanya Gatot sambil kebingungan karena ada perempuan cantik yang memanggilnya.

"Kamu kenal sama Zaki kan ?" tanya Farisha.

"Pasti, emangnya kenapa ?"

"Aku boleh pinjem handphone kamu gak buat ngehubungin dia ? Soalnya handphone aku ketinggalan." kata Farisha sambil tersenyum.

"Yaudah nih pake aja, mau gue tinggal apa gimana ?" tanya Gatot. Ia mengira bahwa Farisha akan merasa tidak enak jika mengobrol dengan Zaki namun ada dirinya.

"Udah kamu disini aja, cuman sebentar kok." Lalu Farisha mencari nama Zaki dan ketemu..

Farisha menunggu Zaki untuk mengangkatnya, namun di panggilan pertama Zaki tidak menjawab, begitupun panggilan kedua. Baru di panggilan ketiga....

"Apaan lagi sih Tot ? Gue lagi sakit kok ditelepon terus sih ?" seru Zaki.

"Eh eh.... Kok kasar gitu sih ? Ini aku Farisha!" kata Farisha.

"Oh, maaf-maaf. Hehehe. Kalau masalah 'tot' tadi maafin ya, bukan kasar, tapi emang nama yang punya handphone itu Gatot." jelas Zaki kepada Farisha.

"Hmm, oke-oke. Aku udah nyampe nih sama temen-temen." kata Farisha.

"Kalau begitu kamu istirahat aja, kebetulan gue juga lagi sakit sih, jadinya gabisa kemana-mana." kata Zaki.

"Duh cepet sembuh ya, apa perlu aku jenguk kamu ? Soalnya ini Gatot ada disebelah aku, ntar dia bisa kali anterin aku ke apartemen kamu." ujar Farisha.

"Eh gausah deh, lagian Gatot juga pasti ada tugas lain." kata Zaki.

"Okedeh, bye, cepet sembuh ya!" kata Farisha mengakhiri.

"Kok lu tau nama gue ya ?" tanya Gatot bingung.

"Hmm.... Hehehe. Yaudah makasih ya." kata Farisha lalu pergi meninggalkan Gatot.

"Dasar cewek aneh!" teriak Gatot dalam hati.

*****

Zaki merasa berdosa sudah berbohong kepada dua temannya hari ini. Padahal itu adalah alasan terbaik untuk tidak bertemu siapa-siapa dulu, ia kini memilih menyendiri akibat mimpi yang ia alami semalam. Seakan menghajarnya telak sampai tak bisa bangun lagi. Ia sedang tiduran di Hyde Park, ia melihat banyak sekali yang datang ke taman itu, ia memilih untuk menatap langit sambil memikirkan apa yang sudah-sudah.

Shania kini hinggap dipikirannya. Ia merindukannya, namun malu untuk bertemu. Ia melakukan kesalahan besar, ia pergi tanpa memberi tahu siapa-siapa, walaupun memang Valdy berhasil melacak keberadaannya. Ia merasa tidak pantas bertemu Shania namun ia ingin sekali meminta maaf atas kesalahannya dan jika dia tidak menerimanya, Zaki akan puas. Yang terpenting adalah dirinya sudah meminta maaf.

Kini giliran Veranda yang hinggap dipikirannya. Zaki mencintai dia, namun sebaliknya ia harus menghormati keputusan Veranda untuk berpisah. Ia tidak menyalahkan Naomi yang menyukainya sehingga hubungannya harus kandas bersama Veranda.

Ia sedikit percaya kepada Jack.

Bahwa cinta yang ia pikirkan saat ini adalah sesuatu yang sukar untuk diraih.

******

Keesokan harinya, Shania dan kawan-kawan menuju ke KBRI London untuk bertemu dengan teman-teman Indonesia lainnya yang menempuh study di berbagai belahan Eropa. Di dalam perjalanan, ia tak henti-hentinya kagum dengan kehidupan kota ini. Tepat seperti yang diceritakan blogger favoritnya itu.

Sesampainya di Kantor KBRI, Shania melihat banyak sekali yang datang dari berbagai penjuru Eropa.

"Papa!" teriak Farisha kepada seorang Pria yang sedang mengobrol dengan seseorang.

"Eh, Farisha! Kamu udah nyampe kok gak bilang Papa, nak ?" tanya Pak Ateng kepada anaknya.

"Handphoneku ketinggalan Pa, makanya aku gak sempet ngabarin Papa." jelas Farisha.

"Memang deh penyakit kamu gak pernah ilang ya." kata Pak Ateng. "Kamu Rizki ya ?"

"Iya om, apa kabar ?" kata Rizki sambil mencium tangan Pak Ateng.

"Baik-baik aja."

"Nah kalau ini Shania, Pa." Farisha mengenalkan Shania kepada Ayahnya.

Shania melakukan hal yang sama seperti Rizki lakukan. "Shania, om."

"Hmm, oke-oke. Yaudah nak, Papa ke dalam dulu ya ada urusan, kamu kenalan gih sama yang lain." kata Pak Ateng.

Mata Shania melirik sana-sini. Ia merasa si blogger itu mungkin anggota PPI, ia menggunakan perasaannya saja untuk menemukan seseorang yang dianggapnya cocok dicap sebagai blogger.

"Eh, Gatot!" seru Farisha.

"Eh, kamu!" Gatot sudah mengganti cara bicaranya menjadi aku-kamu, semenjak kebingungannya kepada perempuan yang kini berhadapan di depannya. "Nama kamu siapa ya ?"

"Aku Farisha. Oh iya, ada Zaki gak disini ?" tanya Farisha.

Shania langsung terdiam ketika mendengar nama tersebut. Sebuah nama yang bisa membuat kenangan lamanya menyeruak kembali masuk kedalam pikirannya. Sebuah nama yang dulu pernah membuatnya nyaman, sebuah nama yang dulu pernah membuatnya jatuh cinta, sebuah nama yang membuatnya mengenal apa itu yang dimaksud rindu sekaligus sakit.

"Hey, Shan! Oy!" kata Rizki sambil menepuk pundak Shania.

"Eh, iya-iya. Sorry gue melamun." kata Shania.

Shania lalu menjernihkan pikirannya dan berpikir bahwa yang memakai nama Zaki bukan hanya dia seorang, namun banyak. Ia mencoba membuang jauh-jauh Zaki dalam pikirannya. Ia kini di London, dan ia harus menikmati indahnya kota ini.

Banyak yang tertarik dengan Shania, terbukti dari banyaknya laki-laki yang berkenalan dengannya dna ada yang berani meminta nomor telepon. Namun selalu ada Farisha yang menjadi pelindungnya.

"Sorry bukannya apa-apa ya, dia ini lagi sakit, jet lagnya belum sembuh, sumpah!" kata Farisha berbohong kepada seseorang yang ingin meminta nomor Shania.

"Yaudah, kalau begitu sorry ya!" kata laki-laki itu lalu dilanjutnya dengan umpatan menggunakan bahasa yang tidak dikethaui mereka berdua.

Lalu entah kenapa Shania bertemu dengan seseorang yang telah memberikannya rasa sakit yang amat mendalam. Rasanya ia ingin melemparkan gelas yang ia pegang.

"Hey, Shan." sapa Adam kepada Shania. "Apa kabar ?"

"Baik." jawab Shania cuek.

"Oke baguslah, aku kesana dulu deh." kata Adam yang dibalas satu anggukan oleh Shania. Shania merasa Adam sudah sedikit berubah, dari penampilannya saja terlihat biasa saja dan juga cara ia berbicara kepada orang lain sudah berubah. Ia tahu itu semua karena ia pernah menjadi bagian dalam hidup laki-laki itu.

Laki-laki yang membuatnya tidak percaya apa itu cinta.

Farisha lalu menghampiri Shania. "Eh sayang, kita jalan-jalan yuk ? Yang lain udah pada siap tuh. Kita keliling London."

Shania tersenyum. "Ayo!"

*****

"Kampret, akhirnya gue bisa santai!" teriak Gatot lalu rebahan di kasur.

"Emang apa pentingnya lu disana, tot ? Peran lu apaan ?" tanya Zaki sambil membetulkan engsel pintunya.

"Gini-gini gue juga berperan banyak su dan positifnya gue banyak kenalan nih." kata Gatot. "Kamar lu berantakan banget su, gue bantu beresin ya."

"Terserah lu tot."

"Kuliah lu gimana ?" tanya Gatot basa-basi.

"Kebanyakan debat gue sama dosen, debat mengenai penegakkan HAM di negara kita, gue speechless emang kalau masalah penegakkan HAM di wilayah timur." jelas Zaki. "Lu kenalan sama siapa ajah tot disana  ? Cerita lah."

"Banyak. Gue kenalan sama Cynthia dari Utrecth, terus sama Dini dari Brussels kalau gak salah, terus.........." Gatot bercerita panjang lebar sampai Zaki tidak menghafal nama-nama yang disebutkan Gatot. "Terus terakhir yang gua apal sih dari Marseille, ada Farisha, Risa, Dinda, Rizki, dan satu lagi cewek yang menarik banyak perhatian... Duh siapa ya... Nah iya, namanya Shania."

Zaki menghentikan pekerjaannya sejenak ketika mendengar nama terakhir yang diluncurkan Gatot. Perasaannya sekarang berubah, ia tau bahwa yang bernama Shania itu banyak, akan tetapi nama Shania lah yang membuatnya rindu sekaligus merasa bersalah. Ia melakukan dosa besar terhadap Shania. Ia sangat ingin bertemu dengannya, mengutarakan apa maksudnya selama ini, walaupun ia berpikir bahwa Shania sudah tidak ada rasa kepadanya dan juga sudah melupakannya.

Kini pikirannya teringat seseorang yang memasuki toko buku di Prancis kala itu...

"Kapan acaranya sih ?" tanya Zaki.

"Lusa."

*****

"Sesuai sama apa yang ada di blog ini." kata Shania ketika berada di Trafalgar Square bersama Farisha dan Rizki.

"Ya pastinya, dia kan tinggal disini." kata Farisha. "Tapi yang ngebuat penasaran itu siapa penulisnya...."

"Gue." kata Rizki sambil menyilangkan tangannya.

"Rumah gue buat lu deh kalau bener." kata Farisha.

"Hehehehe."

Shania memang tak bisa menahan rasa penasarannya siapa yang menulis blog favoritnya. Ia ingin sekali bertemu dengannya, sekedar menyampaikan kekagumannya sekaligus ingin berkata bahwa apa yang ditulisnya itu sama dengan apa yang selalu ia rasakan.

Shania dan Farisha berpose dengan gaya yang bermacam-macam di Trafalgar Square ini dan memaksa Rizki untuk menjadi fotografernya.

"Sorry ya!" kata Farisha setelah melihat wajah Rizki yang lesu.

"Oke, tapi traktir gue makan ya, gue laper nih." kata Rizki.

"Hmm, yaudah." kata Farisha.

Sementara pikiran Shania masih kalut dengan Zaki dan juga siapa penulis blog tersebut.

*****

Zaki sudah terbangun sejak pagi buta untuk menghadiri acara tersebut. Ia merasa malas tentunya, namun rasa ingin taunya tentang Shania membuatnya sudah terbangun disaat seperti ini.

"Kampret, dingin!" seru Zaki ketika ia membuka pintu balkonnya dan segera menutupnya kembali. Ia merenung sejenak, pikirannya melayang kembali ke masa-masa SMA, disaat dimana ia pertama kali bertemu dengan Shania, bertengkar dengannya, dan juga ketika pertama kali ia melihat Shania tersenyum kepadanya. Semua itu terhapus secara lengkap ketika ia pergi secara diam-diam entah kemana Ia ingin sekali meminta maaf, diterima atau tidak itu urusan belakangan, yang pasti dirinya ingin meminta maaf.

Ketika jam menunjukkan angka 8, ia turun dari flatnya, melewati trotoar yang penuh akan daun kering kecoklatan yang berserakkan. Zaki berencana untuk mengunjungi Wisnu terlebih dahulu, karena memang Wisnu ingin ikut ke acara tersebut. Ketika Zaki membuka pintu cafe, ia dikejutkan oleh seseorang yang sedang duduk sambil mengaduk-aduk minumannya.

"Eh.. Hey!" sapa Zaki..

"Oh, hey. Eh Zaki ?" tanya perempuan tersebut lalu berhenti mengaduk minumannya. "Apa kabar ?"

"Baik, kamu makin cantik ya. Veranda."

"Ih, bisa aja kamu." kata Veranda. Lalu Zaki dan Veranda mengobrol normal layaknya teman biasa, tidak melibatkan kenangan yang dulu pernah mereka rasakan dan juga tidak melibatkan perasaan masing-masing di topiknya. Hanya obrolan ringan saja.

"Zaki, come on!" kata Wisnu yang sudah rapi. "Veranda ikut ya, gue yang ngajak."

Zaki hanya mengangguk.

*****

Shania kini berada di aula yang terletak tidak jauh dari KBRI. Ia melihat aula ini sangat luas. Sempat ia berpikir acara ini akan diselenggarakan di Royal Albert Hall, namun itu hanya mimpi semata. Ia memilih duduk dan berdiam diri sambil menatap handphone-nya.

"Hey, Shan." kata seseorang memanggil namanya.

"Hey." jawab Shania cuek begitu ia melihat yang menyapa adalah Adam.

Lalu mereka mengobrol biasa saja dan Shania hanya menjawab ala kadarnya, ia merasa membuang waktu mengobrol dengan seseorang yang jelas sudah menyakitinya. Namun kini ia terpaksa, karena disini banyak orang, ia tidak bisa meluapkan amarahnya. Ia hanya bisa menahannya, sampai akhirnya...

"Udah deh, asal kamu tau, aku itu capek tau gak! Aku gak mau ketemu kamu lagi." kata Shania sampai dilihat oleh beberapa orang, lalu ia berjalan menjauh dari Adam. Adam kembali mengungkit kejadian yang sudah membuatnya tak percaya itu cinta. Entah kenapa dirinya kini berharap keberadaan Zaki yang siap melindunginya. Namun ia sudah tau bahwa ia tak akan pernah bertemu Zaki.

Ia kini hanya berharap.

*****

"Lu duluan, gue mau ke tempat lain dulu." kata Zaki ketika sudah sampai.

"Oke." kata Wisnu yang langsung beranjak masuk bersama Veranda.

Zaki lalu masuk lewat pintu belakang dan naik ke lantai 2 yang kosong karena acara tersebut hanya membutuhkan 1 lantai saja. Ia memperhatikan sekelilingnya, begitu ramai. Ia hanya berdiam diri menatap keramaian itu dalam diam. Kini pikirannya penuh dengan Shania. Matanya menari-nari mencari apakah memang ada Shania yang ia kenal, atau Shania lain yang ia tidak kenal.

Namun ada sesuatu menarik yang membuat Zaki tertawa kecil, ia melihat sebagian kecil kerumunan yang heboh, ada perempuan yang berjalan cepat menjauhi seorang laki-laki yang sedang duduk terdiam.

"Dasar buaya!" teriak Zaki dalam hati ketika melihat bahwa laki-laki tersbeut adalah Adam, namun ia tidak bisa melihat dengan jelas siapa perempuan yang Adam goda tadi.

Lalu berselang 10 menit kemudian, handphone-nya berbunyi...

"Halo ?" sapa Zaki bernada kebingungan.

"Halo, ini aku Farisha." kata Farisha.

"Oh Farisha." ia menerawang keramaian tersebut dan berharap ia bisa melihat Farisha.

"Kamu dateng kan ?" tanya Farisha.

"Hmm iya, aku dateng. Ini bentar lagi sampe, Ini nomor baru kamu ?" tanya Zaki.

"Bukan ini nomor temen aku. Dia cantik loh, siapa tau kamu mau kenalan, hehehe." kata Farisha. Zaki melihat Wisnu dan Veranda sedang mengobrol kepada seseorang.

"Hmm, gituuu."

"Yaudah deh, see you!" kata Farisha lalu menutup telepon.

Zaki terpaksa berbohong, karena ia masih merasa nyaman diatas sini, berdiam diri. Ketika acaranya dimulai, Zaki melihat bahwa terjadi diskusi sengit yang terjadi antara Mendikbud dan salah satu mahasiswa dari Amsterdam, Danang. Memang tema acara ini sangat berat, yaitu tentang peran dan sumbangsih Mahasiswa di Eropa untuk Indonesia. Sehingga cekcok tentang ini  itu tak bisa dihindarkan. Zaki ingin sekali bersuara mengenai tema ini, banyak sekali pertanyaan yang hinggap dikepalanya. Zaki melihat Rizki yang ikut berpendapat, menyanggah pernyataan Danang, dan ia tahu bahwa Rizki sekarang duduk bukan dengan kelompoknya, sehingga ia tidak bisa melihat Farisha dan temannya yang bernama Shania.

Lalu ada sebuah SMS yang membuat handphone Zaki bergetar.

"Ini Zaki kan ? Temannya Farisha ?"

To be continued
Read more ...