Pages

Standupwrongway Fanfict JKT48 : Unreachable 2 (Part 2)

Friday 11 September 2015
Ia berjalan menyusuri malamnya kota London sendirian. ia tau bahaya akan berjalan sendirian di kota ini mengingat ia adalah seorang wanita. Setelah pemotretan di Soho, ia memutuskan untuk pulang ke flatnya yang terletak di Mayfair dan ia tak mau teman satu flatnya cemas karena sampai saat ini ia belum pulang.

Hanya bisa berdoa dan terus berjalan yang ia lakukan walaupun ia tau sebenarnya jalanan masih tampak ramai tapi karena ia tak biasa keluar di malam hari seperti ini membuatnya sedikit takut. Ia tersenyum lebar saat mengetahui letak flatnya tinggal 200m, ia memutuskan untuk berlari kecil agar cepat sampai, namun tak disangka-sangka ia ditarik oleh seorang pria dan menariknya ke sebuah gang sempit.

Nafasnya tercekat ketika pria itu mencoba untuk menciumnya, nafas pria itu bau alhokohol dan ia langsung menduga bahwa pria ini sedang mabuk. Ia mencoba menjerit keras namun pria itu menamparnya dan mencoba menciumnya lagi, tentunya ia tidak mau dan mencoba melawan tapi apa daya badannya yang besar membuatnya tak berdaya. Lalu pria itu menjatuhkannya dan mencoba mengerayanginya dari dada hingga paha sambil menutup mulutnya.

"TOLONG!" Ia berhasil meneriakan kata tolong namun sekali lagi ia ditampar dan pria itu mencoba melepaskan pakaiannya. Saat ini ia berharap ada yang menolongnya.

"Hey!" Suara teriakan diiringi suara langkah cepat, pria pemabuk itu ditarik oleh seorang pria muda yang langsung menghajarnya, hanya dengan beberapa pukulan dan tendangan, pemabuk itu kabur dengan menggumam sesuatu yang tidak didengarnya.

Ia segera bangun dan membetulkan penampilannya yang berantakan gara-gara pemabuk tadi. "Terima kasih sudah menolongku. Kau baik-baik saja ?"

Pria itu menoleh ke belakang dan menatapnya. "Ya sama-sam.. Eh ?"

"Hah kamu kan..."

Mereka berdua hanya berdiam diri dan menatap satu sama lain, seakan tak percaya.

Pria itu tersenyum. "Dunia memang benar-benar udah sempit ya, Kak Ve ?"

"Iya, Zaki." jawab Veranda balas tersenyum. Veranda sendiri adalah kakak kelasnya disaat ia kelas 11, tepatnya satu angkatan sama Melody. Zaki terkejut karena ia bisa bertemu Veranda di tempat seperti ini setelah setahun lamanya.

Zaki melihat wanita di depannya memasang muka ketakutan dan shock. "Kak, kayaknya aku harus nganterin ke rumah kakak deh, dimana ?"

"I... Iyaa."

Veranda lalu memegang tangan Zaki untuk meringankan rasa shocknya dan mengajaknya bergegas ke flatnya karena ia cukup lelah untuk hari ini. Zaki sendiri tidak lelah, cuman ia sedang berusaha menahan lapar demi mengantarkan mantan kakak kelasnya ini ke flatnya.

"Mau masuk dulu gak ?" tawar Veranda.

Zaki menggeleng pelan. "Gak enak kak, masa aku masuk ke flat cewek yang tinggal sendiri."

Veranda hanya tertawa sambil menutup mulutnya. "Aku gak tinggal sendiri, ada temen aku di dalem."

Zaki mencoba mencari alasan yang pas. "Oh iya, aku harus pulang dulu soalnya ini soto keburu dingin. Besok aku kesini deh, gimana ?" tanya Zaki.

"Iya deh. Yaudah hati-hati ya."

Veranda melihat Zaki berjalan keluar dan ia sangat lelah, lalu pintu flatnya terbuka.

"Ciee, tadi sama siapa ? Tumben kamu dianterin pulang sama cowok. Siapa dia ? cerita dong." kata Teman satu flatnya.

"Udah ah aku capek, nanti aku ceritain deh." Veranda mendorong temannya masuk dan menutup pintu.

-OoOoo-

Besoknya, Zaki sudah berada di depan pintu flat Veranda untuk menepati janjinya walaupun sebenarnya ia tak berjanji. Ia sudah membunyikan bel sebanyak dua kali dan belum ada yang membuka, ia melirik arloji-nya dan jam menujukkan jam 10 pagi namun belum ada yang membuka pintu. Zaki lalu memilih untuk menekan tombol belnya sekali lagi, jika masih tidak ada yang membuka ia memutuskan pergi Leicester Square untuk berjalan-jalan.

Belum jari tangannya menyentuh tombol bel, pintu pun terbuka, terlihat Veranda dengan wajahnya yang masih ngantuk dan masih mengenakan baju tidur. "Eh Zaki, ayo masuk." Veranda menarik tangan Zaki.

Zaki pun duduk di sofa. Ia merasa bersalah karena mungkin kedatangannya mengganggu waktu tidur Veranda. "Maaf kak, kalau aku kepagian datangnya."

Veranda hanya tersenyum. "Aku udah bangun dari jam 8 kok, tapi aku males bangun dari tempat tidur ajah." Lalu ia berjalan menuju dapur. "Zaki, udah makan belum ? Aku buatin roti ya ?"

"Iya deh aku mau." Tentunya ia tak menolak karena ia belum sarapan.

Zaki melihat Veranda sedang mengoles selai ke roti tawar, ia sempat menawarkan membantu tapi Veranda menolaknya.

"Ayo sini." kata Veranda mengajak ke meja makan, Zaki dengan langkah yang berat berjalan menuju meja makan karena ia belum sama sekali menginjakkan kaki di flat wanita.

Mereka berdua memakan roti itu, lalu tak lama kemudian ada suara pintu yang terbuka, Zaki melirik pintu tersebut dan melihat seorang wanita keluar dengan muka kusut sehabis bangun tidur.

"Duh masih pagi udah berduaan ajah, dia yang kemarin nganterin kamu pulang ?" tanyanya semangat.

Veranda hanya mengangguk dan seperti tidak mau mengenalkan Zaki kepadanya.

"Gak dikenalin nih sama aku ?" timpal wanita itu.

"Emang aku harus ngenalin dia ke kamu ?" tanya Veranda.

Wanita itu berjalan ke arah Zaki dan mengulurkan tangan. "Aku Naomi."

Naomi ? Nama yang bagus, pikir Zaki. Ia menyambut dan menjabat tangan Naomi. "Aku Zaki, salam kenal."

Setelah itu mereka berdua mengobrol satu sama lain sementara Veranda hanya terdiam mendengar obrolan mereka, ia berusaha mencari-cari alasan agar kedua temannya ini berhenti mengobrol. Entah kenapa saat ini Veranda merasa tidak suka teman satu flatnya mengobrol dengan mantan adik kelasnya ini.

"Eh, bukannya kamu ada pemotretan hari ini ?" tanya Naomi menatap Veranda.

"Oh iya ya." Veranda melirik jam dinding. "Astaga, udah jam 11 aku harus siap-siap."

Zaki melihat Veranda langsung masuk ke kamarnya dan tak lama kemudian keluar dengan penampilan yang sudah rapi.

"Aku berangkat dulu ya, bye!" kata Veranda lalu pergi meninggalkan mereka berdua.

Zaki menggelengkan kepala lalu memalingkan wajah ke Naomi yang sedang menyeruput tehnya. Naomi yang melihat Zaki tersenyum malu.

"Mau makan siang dimana ?" tanya Naomi.

"Leicester Square, mungkin. Emang kenapa ?"

Naomi tersenyum. "Kebetulan aku juga mau kesana, mau bareng ?"

"Boleh." Zaki mengangguk mantap.

Untuk pertama kalinya sejak meninggalkan Indonesia dan kini ia sedang belajar di London, Zaki akhirnya bisa berjalan-jalan dengan seorang wanita. Entah perasaan apa yang membuatnya selalu tersenyum ketika Naomi sedang menceritakan sesuatu, walaupun Zaki tau wanita yang disebelahnya hanya teman satu flat mantan kakak kelasnya dan tidak lebih.

Naomi merasa bahwa teman seperjalanannya ini mudah sekali bergaul dan ia suka dengan cara Zaki tersenyum, membuatnya semangat bercerita tentang ini itu mengenai kota London khususnya, kota yang sudah menjadi bagian hidupnya sejak SMA karena keinginannya sendiri dan terpaksa meninggalkan Adik kesayangannya di Indonesia.

"Oh begitu, jadi Kak Naomi udah tinggal lama disini ?" tanya Zaki ketika Naomi menceritakan sejak kapan ia tinggal di London.

Naomi menggeleng pelan lalu menatap lawan bicaranya. "Hmm, begitulah. Zaki, jangan panggil aku 'Kak' deh, panggil nama ajah lagian aku gak manggil kamu 'Dek' kan ?"

"Oh oke, Naomi."

Mereka berdua tersenyum satu sama lain.

Di Leicester Square, mereka akhirnya makan siang di sebuah restoran Italia. Mereka berdua mengobrol seraya menunggu pesanannya datang.

"Kamu udah punya pacar ?" tanya Naomi.

"Hmm, belum. Aku belum pernah pacaran." jawab Zaki.

"Yang bener ?"

Memang benar, Zaki belum pernah berpacaran sampai sekarang bahkan dengan Shania pun mereka belum meresmikan hubugan mereka. Situasi saat ini begitu sulit bagi mereka berdua. Tapi bagaimanapun juga Zaki mencintainya dan ia yakin Shania pun begitu. Namun dengan ia pergi tanpa memberi tahu membuat ia yakin bahwa Shania sudah menemukan orang yang 'baru'.

"Ya." Zaki mengangguk. Naomi hanya tersenyum. Zaki tidak mau bertanya balik karena ia sudah yakin Naomi belum mempunyai pacar.

Setelah mereka makan, Naomi mengajak Zaki berbelanja sayuran di supermarket dekat situ. Flat Naomi jaraknya lumayan dekat dari Leicester City, bahkan Naomi sendiri bisa sambil lompat kodok jika ingin kesana. Sementara beda dengan Zaki yang flatnya terletak di Paddington, lumayan jauh dari Leicester City tapi diobati oleh Hyde Park yang sangat dekat dengan flatnya. Taman favoritnya di London.

"Ini musim gugur pertama kamu di London kan ?" tanya Naomi.

"Ya."

"Aku kurang suka musim gugur, tapi aku suka suasana musim dingin disini. Gak sabar rasanya." kata Naomi.

Zaki sendiri khawatir terhadap dirinya di musim dingin karena pada dasarnya Zaki adalah orang yang tidak tahan dingin dan kini ia menganggap Musim Dingin adalah musim terburuk, berlawanan dengan Naomi.

Saat sesudah sampai di depan flat Naomi, Zaki pamit pulang karena ia ada urusan yang harus diselesaikan.

"Urusan apa nih ?" tanya Naomi.

"Hmm, ada deh gak boleh di kasih tau." kata Zaki.

"Oh oke kalah begitu, hati-hati ya."

"Makasih, Naomi."

-OoOoO-

Shania menatap langit yang mulai mendung, tak lama kemudian hujan pun turun dengan deras. Ia sedang duduk di cafe yang sering dia kunjungi waktu SMA dulu bersama Zaki. Sambil memerhatikan air hujan yang turun, Shania terus merenung dan mencoba mengingat-ingat apa saja yang telah ia lakukan disini bersama Zaki. Tentunya itu menyakitkan bagi Shania ketika mengingatnya dan orang yang ada dalam ingatanya itu pergi tanpa kabar yang jelas.

Lamunannya buyar ketika pintu cafe terbuka, ia melihat seseorang baru saja datang. Shania tidak tau siapa karena orang itu menunduk seraya memegang lututnya, mungkin dia kelelahan. Orang itu mendongkakan kepalanya dan kini wajah terlihat jelas, Shania mengangkat kedua alisnya sambil tersenyum.

"Sinka!" teriak Shania.

Sinka mencoba-coba mencari sumber suara lalu melihat Shania sedang melambaikan. "Oh, Hey!" ia menghampiri Shania lalu duduk di hadapannya. "Apa kabar." kata Sinka berbasa-basi.

"Ya begitulah." jawab Shania datar.

Sinka tersenyum kepada pelayan cafe setelah memesan minuman, ia menatap Shania. "Kalau menurut aku, Zaki itu brengsek ya."

"Kok gitu ?"

"Iya, masa pergi ninggalin kita semua tanpa kabar, kalau aku sih bodo amat dia mau kemana ajah tapi kalau ke kamu gak gitu juga kali." ujar Sinka.

Shania menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Tak berkata apa-apa.

"Makasih, mbak." kata Sinka kepada pelayan cafe yang mengantarkan pesanannya, lalu ia merogoh isi tasnya. "Shania, mau coklat ?"

Shania mengambil coklat itu. "Iya makasih."

Sinka menyesap tehnya lalu berkata, "Kalau menurut aku sih, lebih baik kamu ngelupain Zaki dan coba cari cowok lain, minimal kamu ngelirik cowok yang sering memerhatikan kamu deh."

"Gak bisa, Sinka."

"Kamu setia ya. Semoga aja Taufan bisa tau keberadaan Zaki."

"Taufan ?"

"Iya Taufan." Sinka sedikit tersenyum. "Dia lagi ngelacak gitu keberadaan Zaki. Entah aku gak ngerti katanya hack-hack gitu. Ah ribet deh."

"Oh gitu, ya semoga ajah."

"Oke sekarang kita main tebak-tebakan ajah deh." kata Sinka, Shania tau Sinka itu menyenangkan jika diajak ngobrol. "Sekarang, menurut kamu, Zaki ada dimana ?"

"Hmm." Shania menatap ke langit-langit Cafe. "Amerika Serikat ?"

"Masuk akal. Tapi kata aku dia ada di Paris."

"Kenapa ?"

"Karena Bang Reyhan tinggal disana, aku yakin deh Zaki ikut Abangnya di Paris. Bener gak ?" Sinka tersenyum.

"Oh iya, bener juga, Kamu pinter banget deh Sin." Shania ikut tersenyum. Ia menjadi yakin kalau benar Zaki memang berada di Paris bersama Abangnya dan terlihat waktu SMA pun dia belajar Bahasa Prancis bersama Valdy.

"Handphone ku bunyi." kata Sinka, lalu mengeluarkan Handphonenya. Shania melihat Sinka sedang menelepon seseorang, terlihat mereka berdua akrab sekali, ah mungkin Taufan tapi disaat ini Shania tidak mau menebak-nebak karena Sinka mau menelepon dengan siapapun bukan urusannya.

Sinka menutup handphoneya. "Kakak aku nelepon dari London. Dia senang gitu katanya kenalan sama cowok ganteng."

"Kak Naomi ya ? Baguslah, memang dia seganteng apa ?"

"Ah katanya tinggi gitu terus dia suka cara senyum si cowoknya ya gitu deh, tapi dia ngerahasiain namanya." Sinka menyesap tehnya kembali lalu melanjutkan."Kamu harus tau, ternyata Kak Naomi satu apartemen sama Kak Veranda."

"Oh, kok bisa ?" Shania kaget tentunya. Veranda adalah Mantan Wakil ketua OSIS di sekolahnya sebelum ia menjadi Ketua OSIS.

Sinka mengangkat bahunya. "Gatau deh, aku ngebayangin ada dua cewek cantik tinggal di satu apartemen bakal gimana jadinya, mungkin penghuni laki-lakinya sering cari perhatian. Hahaha."

Setelah mereka berdua berpisah. Shania merasa lebih rileks sehabis mengobrol dengan Sinka. Dari obrolan itupun Shania jadi tau bahwa Zaki berada di Paris, itu cuman dugaanya tapi ia yakin Zaki disitu.

Malamnya, di kamar tidurnya, Shania duduk di meja belajarnya sambil memainkan laptopnya. Ia berkeliling mencari blog-blog yang isinya menceritakan kehidupan di Eropa, terutama Paris karena Shania berpikir untuk menyusul Zaki kesana. Ia yakin bahwa Zaki sekarang ada di Prancis.

Ia menemukan banyak sekali blogger yang menceritakan tentang kehidupannya di Eropa tapi tak ada satupun yang menarik.

Tangannya berhenti memegang mousepad ketika ia menemukan sebuah blog yang dimiliki oleh orang Indonesia, jarang sekali tentunya, tapi sayang dia tinggal di London. Shania memutuskan mencari lagi dan akan tetapi pikirannya tetap kepada blog itu, akhirnya Shania memutuskan untuk mengunjunginya agar rasa penarasannya terpuaskan.

"Sanzack ? Keren juga pilihan namanya." kata Shania berbicara kepada dirinya sendiri. Ia melihat banyak sekali artikel yang berisikan keindahan kota London dari sisi si Penulis. Dan kerennya, si Penulis itu tidak membeberkan siapa dirinya dan hanya memberi tau jenis kelaminnya.

"Banyak banget yang komen, kebanyakan cewek lagi." Shania terus menscroll isi blog itu dan sampai pada postingan pertamanya.

Shania agak terkejut membaca postingan pertamanya, si Penulis menceritakan bahwa ia meninggalkan seseorang yang sangat di cintainya demi pendidikan dan saat ini yang merindukannya.

Nasibnya sama sepertiku tapi caranya beda, aduh Zaki kemna kamu sebenarnya ?! pikir Shania.

Shania melirik jam di laptopnya yang sudah menunjukkan pukul 10 malam dan di London sudah pukul 4 sore. Ia memutuskan untuk berkomentar di blog tersebut karena ia suka isinya dan ia merasakan kesamaan dengan si Penulis. Rindu dengan orang yang dicintai-nya.

-OoOoO-

Zaki membuka pintu flatnya dan menemukan Lakhsan sedang bermain PS di ruang tengah, Sendirian.

"Dari mana ?" tanya Lakhsan.

"Keliling kota London."

Lakhsan tersenyum. "Sendiri ?"

"Bersama Naomi." Zaki menutup pintu flatnya dan berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.

"Naomi ?"

Zaki menghentikan langkahnya dan tersenyum. "Ya, Naomi. Mungkin kau akan jatuh cinta ketika melihatnya."

"Tidak mungkin." Lakhsan membetulkan letak kacamatanya. "Kau jatuh cinta kepadanya ?"

Zaki mengangkat kedua bahunya dan kembali berjalan menuju kamarnya.

Di kamar, Zaki langsung membuka laptopnya untuk mengecek apakah ada email yang masuk, ternyata ada 3 email yang masuk dan ternyata dari teman-temannya semua. Ia mengabaikan ketiga email tersebut.

Zaki lalu pergi ke bawah dan membuat secangkir kopi hangat untuk menemaninya.

"Zaki, tolong buatkan aku satu ya." kata Lakhsan.

"Iya."

Setelah membuatkan kopi untuk Lakhsan dan untuk dirinya, ia kembali ke kamar untuk menulis. Zaki kali ini senang sekali menulis di blog pribadinya, ceritanya sendiri tentang kehidupannya di London dan responnya pun sangat bagus. Ia pun tak mau disalahkan oleh pemerintah Inggris dan Indonesia jika pelamar untuk mengambil beasiswa ke Inggris meningkat tajam karena banyak sekali yang termotivasi untuk mengikuti jejaknya.

Sebelum menulis, ia melihat-lihat komentar-komentar dari pembaca dan kebanyakan itu dari perempuan. Ada yang menanyakan tentang bagaimana keadaan London, orang-orangnya, dan sampai ada menanyakan kenapa ia memakai nama Sanzack untuk blognya.

Zaki merasa tidak perlu menjawab pertanyaan mereka karena apa yang ditanyakan mereka sudah ada jawabannya di postingan-postingan sebelumnya. Zaki belum pernah dan bahkan selamanya tak akan membalas satu pun komentar dari pembacanya. Tapi ada satu komentar yang membuatnya membuat terdiam dan ingin sekali membalasnya.

"Aku suka blognya dan kebetulan tadi udah keliling-keliling dan kamu sukses membuat semua orang penasaran siapa kamu sebenarnya. Aku berkomentar di postingan pertama kamu dan membacanya, setelahnya aku merasa kamu bernasib sama dengan aku. Yaitu rindu dengan seseorang yang dicintai namun ia menghilang entah kemana. Oke, aku tunggu postingan kamu selanjutnya, Sanzack!"

"Shanju ? username-nya bagus. Tapi kenapa dia harus komen di postingan pertama gue ?" gumam Zaki setelah membaca username orang yang berkomentar seperti itu tadi. Dan komentar itu sukses membuat Zaki terdiam. Ia melihat foto profilnya dan melihat punggung wanita itu, ia membelakangi kamera sehingga Zaki tidak tahu seperti apa wajahnya dan latar belakangnya memperlihatkan langit sore yang berwarna jingga terang. Saat ini, Zaki penasaran.

Ia lalu kembali menulis postingan baru dan harapannya bukan lagi agar dibaca orang banyak tapi ia berharap agar Shanju kembali berkomentar di blognya karena ia sedang menunggu postingan Zaki yang terbaru.

"Semoga kamu suka ya, Shanju."

-OoOoO-

"Iya, Zaki emang belajar Prancis bareng aku. Dia cuman belajar logatnya ajah." jawab Valdy ketika Shania bertanya tentang Zaki yang belajar bahasa Prancis.

"Aku mau belajar bahasa Prancis deh sama kamu." kata Shania.

"Loh kenapa ?"

"Soalnya aku mau nyusul Zaki, ke Paris."

Valdy kaget. "Paris ? Zaki di Paris ? Tau darimana ?"

"Itu feeling aku ajah, tapi kan Bang Reyhan tinggal di Paris, siapa tau Zaki tinggal disana."

"Bener juga sih, tapi kan Bang Reyhan pas aku tanya Zaki dimana dia jawabnya gak tau. Aneh juga sih."

"Dia bohong mungkin." kata Shania.

"Yaudah, besok ajah ya aku ajarinnya, malem ini kamu belajar sedikit ajah tentang bahasa Prancis."

"Oke."

Shania melihat punggung Valdy yang mulai menjauh. Ia sedang duduk di taman kota sambil menatap langit sore yang cerah. Memang kebetulan tadi Shania bertemu dengan Valdy di taman kota. Akhir-akhir ini Shania sering pergi ke taman kota untuk sekedar duduk santai dan memikirkan Zaki tentunya. Ia langsung mengeluarkan handphonenya dari tas dan kembali membaca isi postingan dari blog Sanzack.

"Ada postingan baru ternyata." ujar Shania kepada dirinya sendiri. Ia membacanya.

Siapapun kau, dimana pun kau berada.
Aku disini duduk menanti komentar darimu.
Entah kenapa...
Semoga kau segera berkomentar dan membuatku berdiri. Duduk terus, capek.

Shania tersenyum membaca kata-kata tersebut. Ia berpikir bahwa kata-kata tersebut ditujukan untuk dirinya tapi ia tidak mau ke-geer-an. Ia pun berkomentar, bukan karena kata-kata tadi, melainkan keinginannya sendiri untuk berkomentar.

"Hey, Shania, sendirian ajah ?"

Shania memandang orang yang memanggilnya tadi dan ia terkejut setelah melihat dengan jelas wajah dari orang yang memanggilnya itu.

"Eh kamu..."

"Ya, ini aku. Apa kabar ?"

To Be Continued
Read more ...