Pages

Standupwrongway Fanfict JKT48 : Unreachable 2 (Part 4)

Sunday 25 October 2015
Hakata, Fukuoka, Japan

Arraufar sedang sibuk dengan kamera SLR-nya, ia memotret jalanan Hakata di sore hari sambil menunggu matahari terbenam. Arraufar kini tinggal di Fukuoka, berkuliah sambil bekerja di perusahaan ayahnya di bidang asuransi jiwa. Ia tidak mungkin menolak permintaan Ayahnya untuk pindah ke Jepang dan langsung mengiyakan. Namun sisi negatifnya, ia harus berhubungan jarak jauh dengan pacarnya. Handphone di sakunya bergetar, ia melihat layar dan tersenyum dan langsung mematikan sambungan dan menelepon balik.

"Kenapa ditutup sih tadi ???!!!" suara Yuvia terdengar kesal namun Arraufar sudah biasa dengan hal itu.

"Hey, aku gak mau kamu mahal-mahal nelepon aku, mending aku yang nelepon kamu." kata Arraufar sambil membidik Stasiun Hakata. Earphone di telinganya terhubung dengan handphone yang berada di dalam saku membuat Arraufar bisa berbicara dengan perempuan yang disayanginya sambil memotret.

"Abisnya, aku kangen dan kamu gak nelepon-nelepon aku, hehe."

"Sengaja, biar kamu kangen. Hehe." sahut Arraufar ringan.

"Ih gitu ya. Liburan tahun baru kamu kesini kan ? Ketemu aku ?" tanya Yuvia.

Arraufar terdiam, memikirkan mau kemana nanti dia buat liburan tahun baru. Lalu ia teringat temannya di perusahaan memberikannya tiket pesawat untuk 2 orang pulang-pergi di akhir tahun.

"Halo ? Sayang ? Kamu ciuman sama cewek lain ya ? Kok diem ajah ?"

"Eh apaan, engga lah." sela Arraufar. "Kayaknya kamu deh yang harus ketemu aku. Kesini."

"Boleh, aku mau banget ke Jepang soalnya."

Arraufar lalu duduk di kursi stasiun setelah memotret. "Iya, kamu ke Jepang cuman sampai bandara ajah, abis itu kita pergi lagi."

"Loh, kemana ?" tanya Yuvia heran.

Arraufar hanya tersenyum. "London!"

"Oke! London! Bagus juga sayang, yang penting sama kamu." kata Yuvia terdengar senang.

"Iya sama aku, yaudah sayang, aku mau pulang dulu ini lagi di stasiun abis poto-poto. Bye!"

Arraufar memutuskan sambungan, lalu ia menelepon teman baiknya.

"Salut! Mon ami verdomme! Comment vas-tu ? es tu malade ?"

****

Bandung, Indonesia

Valdy sedang memakan kupat tahu, ingus demi ingus selalu keluar dari hidungnya karena kepedasan dikerjai oleh Adiknya yang juga sedang memakan kupat tahu.

"Kampret lu, ngerjain gue." kata Valdy.

Megumi hanya tertawa. "Maaf, bang, sengaja gue pesen yang pedes buat lu biar lu ngoceh terus kan lu pendiam orangnya."

"AAAAAAH! Pedes abis monyeeeet!" seru Valdy kesal sampai ia menyebutkan nama kawannya.

"Nih, minum." tawar Viny.

"Ya."

Viny dan Megumi sedang liburan ke Bandung dalam rangka long weekend, Valdy harus rela menjadi supir mereka berdua yang sudah seenak jidat dan gak mau sama sekali bayarin buat isi bensin karena hasil test IQ Megumi menunjukan angka 151 dan Valdy sudah menjanjikan untuk menemani Megumi liburan di Bandung, sementara Viny ke Bandung karena diajak Megumi padahal hubungan Valdy dan Viny sedikit merenggang akhir-akhir ini.

"Bang, minjem MacBook lu dong, gue mau online sebentar." kata Megumi seusai makan.

"Ya, ambil di kamar."

Megumi naik ke lantai atas, kini di ruang tengah tinggal Valdy dan Viny. Mereka berdua hanya terdiam karena ya, setelah pertengkaran lewat sambungan telepon karena hal yang seharusnya tak harus dipermasalahkan. Sebenarnya Viny ingin sekali menolak ajakan Megumi namun ia tak sanggup menolak karena Megumi baik sekali padanya.

Valdy merasa bersalah karena mengucapkan kata-kata kasar kepada Viny. Sementara Viny merasa bersalah karena cemburu melihat Valdy di Bandung selalu jalan-jalan dengan cewek lain yang ternyata merupakan temannya. Viny tau semua itu karena temannya menceritakan tentang Valdy dan ini yang membuat Viny marah, namun iya lebih marah lagi ketika Valdy membentaknya juga.

"Vin"
"Val"

Mereka berdua mulai membuka suara, secara bersamaan. Viny dengan cepat membuka suara lagi. "Kamu duluan."

Valdy terdiam sambil menatap kaleng fantanya. Lalu ia tak berani mengucapkan apa yang mau ia ucapkan dan malah... "Mau fanta gak ?"

Viny kesal tentunya, namun melihat mata Valdy yang menatapnya dalam sambil mengulurkan kaleng fanta, Viny tak kuasa menolaknya. "Makasih."

"Aku tau kamu gak bakal maafin aku kan ? Aku nyesel ngebentak kamu, walau aku tau kamu gak bakal memaafkan orang yang lagi ngomong sama kamu ini, tapi setidaknya dengan fanta itu, kamu masih menganggap aku ada. Itu cukup." kata Valdy. Ia spontan mengucapkan ini tanpa rencana apapun.

Viny hanya terdiam, ia tak tahu mau menjawab apa. Valdy melanjutkan. "Cewek itu ? Dia cuman teman satu jurusan, dia baik sama aku dan tentunya aku mau gak mau harus baik sama dia dong. Soal aku pegangan tangan sama dia, itu cuman dilebih-lebihin! Aku tau itu, dia suka bohong kalau cerita agar lawan bicaranya terkesan."

"Kamu tau dari mana dia bohong ?" tanya Viny cepat tanpa melihat Valdy.

"Dari cara bicaranya, gelagatnya, dia ketauan bohong banget."

Viny lupa, Valdy pandai sekali mengenali sifat orang-orang disekitarnya. Valdy melanjutkan lagi. "Soal bentakan aku, ya aku tau kamu cewek yang gak bisa di bentak,  Aku mau minta maaf pasti kamu susah menerimanya, jadi aku harus gimana ?"

Viny berpindah tempat duduk dan kini ia duduk di sebelah laki-laki yang memberikannya sekaleng fanta. Ia harus bersikap dewasa menghadapi ini semua dan membuang sifat kekanak-kanakannya. Valdy menyenderkan kepalanya di bahunya dan tangannya mengusap kepala Valdy. "Memaafkan itu perlu, apa jadinya Manusia jika saling memaafkan saja susah. Bentakan kamu waktu itu, gak berguna banget buat ngingetnya lagi. Bahkan pas kita saling diam, aku tau kamu mau minta maaf tapi susah buat mengutarakannya."

Valdy hanya tersenyum, sudah lama kepalanya tak bersender di bahu itu. Tak lama handphone Valdy bergetar, Viny mengambilnya dan tersenyum menahan tawa. "Pacar kamu yang kedua nelepon! Angkat!"

Valdy mengambil handphone itu dan mengangkatnya.

"Salut! Mon ami verdomme! Comment vas-tu ? es tu malade ?"

"Prancis lu jelek, jangan dipaksain, seriusan." jawab Valdy.

"Aduh kawan lama, kapan nih kita bertemu ? Ke Jepang ya kapan-kapan ?!" seru Arraufar.

"Iya deh, kebetulan gue kayaknya tahun baru di Jepang sama Viny dan adik gue." kata Valdy, Viny yang mendengarnya hanya mengerutkan dahi tanda bingung. "Aya Naon ?"

"Ah kebetulan topiknya tahun baru, gue tahun baru mau ke London!"

"Lah, katanya mau meet up. Yaudah terus ada apa hubungan gue sama London ?" tanya Vady.

"Lu ada kenalan di London ? Siapa gitu ?"

"Ada, tapi dia sibuk, dia punya kafe disana. Kalau lu mau kontaknya ntar gue Line deh. Apalagi ?"

"Nanti sekitar setengah jam lagi cek Line ya. Oke kereta gue dateng, nanti gue telepon lagi." Arraufar menutup teleponnya.

Valdy tahu karena biaya menelepon Jepang dan Indonesia mahal.

"Arraufar sering nelepon kamu ya ?" tanya Viny.

"Iya sayang."

Viny tersenyum. "Dan cuman satu yang gak pernah nelepon kamu. Si kampret itu, Ichsan Zaki. Kemana dia ?"

Valdy mengangkat bahunya. "Gatau deh, keluarganya pada pindah ke luar negeri yang aku gak tau dimana."

***

Shania sedang duduk menatap layar laptopnya, ia baru saja selesai skype-an dengan Adam--mantannya waktu SMP itu yang kini sudah berubah menjadi orang yang tampan-- dan entah kenapa ia ingin sekali bertemu Adam, mencurahkan isi hatinya yang tak menentu ini. Shania sekarang, butuh seseorang yang bisa mendengar curahan hatinya dan ia merasa Adam lah yang mampu melakukannya.

Sekarang, ia benar-benar hidup seperti tidak ada Zaki di dunia ini dan merasa ia kini hidup di garis dunia yang berbeda dengan laki-laki itu. Semua akun sosmednya tidak aktif apalagi nomor teleponnya. Mungkin benar kata Sinka waktu mereka bertemu terakhir kali dengannya.

"Ayolah Shan, lupain Zaki. Sampai kapan kamu harus terus begini ?" kata Sinka.

Tindakan tak semudah lisan, Sinka. Pikir Shania. Dan hal yang makin membuat sulit Shania adalah cincin itu, yang diberikan Zaki saat terakhir mereka bertemu dan ciuman itu. Shania menyentuh bibirnya dengan telunjuknya lalu menggigit bibirnya.

AH! KENAPA GUE GAK BISA LUPAIN DIA!!!! Teriak Shania dalam hati.

Kini di layar laptopnya terpampang jelas Blog Sanzack dan entah kenapa blog ini hanya satu-satunya yang bisa membuat Shania tenang. Tulisannya, tutur bahasanya, dan kemisteriusannya bercampur aduk hingga membuat Shania dan mungkin ribuan pembacanya senang kepada tulisannya.

Sanzack terus saja diakhir cerita tentang kota London, pasti ada satu paragraf tentang dia yang tak bisa mengungkapkan rasa rindunya terhadap perempuan yang ia cintai, ini membuat Shania kesal dan seakan berteriak "KENAPA LO GAK TELEPON TUH CEWEK DAN BILANG KALAU LO KANGEN!" Ah, namun disitulah menurut Shania letak menariknya. Ia akan terus menghasilkan tulisan dari rasa rindu, sementara Shania sebaliknya, rindu seakan menyakitinya, mengiris perasaan, dan ia ingin segera melenyapkan rasa rindu itu.

Notifikasi Line di Handphone-nya berbunyi. Shania bingung.

arraufar : hoy apa kabar ?
zamish : hah, ini maksud lu nunggu setengah jam itu ? ngapain buat grup ?
shanju : kabar ? biasa aja. Ciee jadi orang jepang sekarang.
mhmdtaufan : woy, koleksi JAV lu makin banyak ya ?
zamish : hahahahaha
shanju : :)
arraufar : banyak dong! gue buat grup ini ya biar kita bisa ngobrol bareng
sinkaaaaaa : haaaiiii!
mhmdtaufan : my panda!!!
sinkaaaaaa : wah ada orang jepang, left grup ajah deh
cindvia : holaaaaaaaaaaaaa
arraufar : ahhhh!!!

Shania tersenyum membaca chat grup itu apalagi ketika Taufan, Sinka, Arraufar, dan Taufan saling menyapa, ia sangat berharap ada Zaki disitu. Namun, never happened.

arraufar : btw, gue sama yuvia nanti mau liburan ke london pas tahun baru, ente semua kemana ?
mhmdtaufan : orang kayah mah bedaaaa main london ajah!
arraufar : hehehe
zamish : gue ke jepang
shanju : eh valdy, ke jepang ? ikut dong!

Entah kenapa Shania ingin ke Jepang saat ini dan ia tidak tahu apakah Valdy membual apa tidak tentang liburannya ke Jepang. Sementara Arraufar ke London ? Ke kota yang dihuni oleh blogger favoritnya.

lordalex : valdy ke jepang cuman mau ketemu artis AV
cindvia : ALEX!!!!!
sinkaaaaaaa : WOW ALEX!!! MASIH HIDUP!!!
mhmdtaufan : WUIH!
arraufar : kampret alex masih ada nyawanya!
zamish : inget alex ya inget gantungan kuncinya, btw sekarang dimana lu lex ? jangan kaya zaki ngilang tanpa kabar.

Membaca nama 'Zaki' membuat Shania muram, kenapa sih harus ngomongin Zaki ? Pikir Shania.

lordalex : dijalan, abis pulang. eh itu Arraufar mau ke London ?
arraufar : yoi, kenapa ? mau ikut ?
cindvia : iya alex mau ikut gak apa-apa kok!
shanju : London oh London....
lordalex : ada apa dengan kota London shan ?
shanju : engga ada apa-apa :)
zamish : ngapain ngomongin London shan ? kamu kan mau banget ke Paris dan kata kamu SI ZAKI itu ada di paris :DDD
sinkaaaaaa : sebenarnya itu kata aku, hehe.
shanju : hahaha
zamish : pantesan minta belajar bhs prancis, pft!

Memang, entah kenapa Shania ingin sekali bersekolah di Paris, bukan karena apa-apa tapi karena menurutnya kota itu bagus dan kemungkinan besar ada Zakinya, itulah yang membuatnya ingin sekali ke Paris.

cindvia : kok gak ada viny ?
zamish : dia lagi main nonton pilem di kamar gue
lordalex : wah kamar lu, lu apain tuh viny ?
mhmdtaufan : iya iya, lu apain ajah ?
zamish : mesum!
arraufar : gue cabut dulu ya, ntar chat lagi.

Ketika Shania mengscroll hasil percakapan diatas, terlihat semua temannya tidak peduli akan Zaki. Hanya dua kali nama Zaki ada di layar handphonenya itu pun diucapkan oleh orang yang sama. Shania pikir mungkin mereka sudah melupakan Zaki, iya bagi mereka sangat mudah sekali melupakannya, namun Shania ? Jangan harap! Itu mungkin lebih sulit daripada memutar waktu.

****

Desember
London, UK

Zaki melihat iPod Touch-nya yang menunjukan pukul 14.00 dan suhu mencapai 2 derajat celcius. Ia melihat flatnya kosong karena Lakhsan pergi ke Brighton bersama teman-temannya dan Damien pergi bersama pacarnya. Ini musim dingin pertamanya dan ia sangat sekali benci dengan suhunya karena kulit tropisnya ini susah beradaptasi dan untungnya di flat ini ada penghangat ruangan. Bel pintu berbunyi, Zaki dengan cepat membuka pintunya dan ia tersenyum.

"Hola, Zaki!" senyum ramah perempuan yang sedang berada dihadapannya ini membuat Zaki ingin mencumnya.

"Hola!" Zaki balik menyapanya. "Masuk dulu yuk."

"Akhirnya aku bisa ke flat kamu, besar juga, tingkat dua." kata Veranda sambil berkeliling. "Kamar kamu dimana ?"

"Diatas, eh kak, kalau mau makan sesuatu ambil ajah di kulkas, aku siap-siap dulu."

Veranda hanya mengangguk. Zaki pergi ke atas untuk bersiap-siap. Dengan memakai dalaman longjohn yang Zaki beli di Leicester Square dan sangat pas untuk badannya, baju kaos berwarna putih dan setelah itu memakai jaket berbahan nylon dan terakhir adalah memakai length jacket punya Damien yang ia pinjam. Sudah siap, ia langsung turun dan melihat Veranda sedang membaca buku yang berada diatas meja didepan TV.

"Kak, aku udah siap." kata Zaki.

Veranda tersenyum. "Kamu bisa bahasa prancis ya, novelnya keren gini pake bahasa prancis."

Zaki menggeleng pelan. "Bisa sedikit tapi itu novel punya teman aku yang tinggal di flat ini juga dan kebetulan dia orang prancis."

Perempuan cantik itu menutup novelnya lalu berdiri dan memasukan kedua tangannya ke saku, ia tidak membawa tas. "Oh, kirain aku kira orang Indo semua disini."

"Hehehe."

"Mau kemana nih ?" tanya Veranda.

Zaki berpikir sejenak lalu tercetuslah. "Trafalgar Square."

***

Zaki sebenarnya sedang ingin menulis blognya sehari penuh diawal musim dingin, mengutarakan kekesalannya akan musim dingin di blognya dan menulis sesuatu dengan rasa rindu bertemu orang yang disayanginya. Namun semua batal, karena malam sebelumnya Veranda menelepon dan mengajaknya untuk jalan-jalan keesokan harinya.

Ia dan Veranda selalu bersama akhir-akhir ini, dari makan siang bersama, menonton film di bioskop, dan duduk-duduk santai di salah satu spot yang di klaim terbaik oleh mereka di Hyde Park. Kebersamaan itu membuat mereka berdua nyaman satu sama lain. Secara fisik, Veranda menyukai hidung Zaki yang mancung, postur tubuhnya yang tinggi, dan badannya yang lumayan tegap. Sementara Zaki tidak bisa mendeskripsikan perempuan yang sedang berjalan disampingnya itu.

Veranda terlalu sempurna dimata Zaki untuk di deskripsikan.

Zaki sendiri tau ini-itu kota London juga dari Veranda dan juga dari Naomi, namun ia lebih suka cara Veranda menjelaskan apa yang ia tidak tahu tentang kota ini. Temannya Lakhsan itu tidak berguna sementara Damien terlalu sibuk di dapur restorannya.

Veranda suka dengan cara tersenyum Zaki ketika berbicara, suka dengan cara Zaki berjalan, dan suka dengan segala perhatian yang Zaki berikan seakan-akan ia adalah satu-satunya perempuan yang diperlakukan khusus oleh Zaki.

Ya secara singkat, Zaki membutuhkan Veranda, Veranda membutuhkan Zaki.

***

Di Trafalgar Square, Zaki ingin sekali pergi ke National Galery yang berisikan kurang lebih 2300 lukisan dan kebanyakan lukisannya berasal dari abad pertengahan ke-13 pada tahun 1900. Karena kata teman Zaki, di museum ini punya nilai sejarah yang tinggi, terutama sejarah tentang Renaissance awal.

Sesudah berkeliling di National Gallery, mereka berdua berpoto di depan Tugu Nelson yang tingginya mencapai 50 meter. Tugu ini didirikan untuk memperingati tewasnya Laksamana Horatio Nelson dalam pertempuran Trafalgar yang terjadi pada tahun 1805 silam.

Selain Tugu Nelson, banyak lagi patung lainnya yang tersebar di Alun-Alun yang terkenal ini.

"Maaf, Kakak yang ngajak pergi kok aku jadi yang ngatur gini ya." kata Zaki.

"Gak apa-apa kok. Lagian seru juga." ucap Veranda seraya tersenyum dan ia melanjutkan. "Kamu beda dari yang lain, cowok lain biasanya ngajak jalan cewek ke tempat yang romantis. Sementara kamu ? Ke Museum. Hehehe."

Mereka duduk di bangku panjang di ujung Alun-Alun. Zaki memasukan kedua tangannya ke long jacket-nya karena suhu udara tidak manusiawi sekali. Sebenarnya 2 dejarat celcius tidak terlalu dingin, akan tetapi hembusan anginnya lah yang membuat Zaki tak tahan.

Tak terasa hari sudah mulai gelap, mereka berdua kembali menyusuri kota London dengan berjalan kaki dan melihat betapa indanya London Eye ketika musim dingin, jalananan di bawahnya terdapat pohon yang dihiasi oleh lampu-lampu berwarna biru. Zaki pikir ini adalah pemandangan yang terbaik yang dia lihat.

Zaki tak tahan lagi untuk meminta sesuatu kepada Veranda, ini adalah momen yang sangat pas! "Kak, fotoin aku dong."

Veranda mengangguk.

***

Setelah foto sana-sini dan makan malam. Veranda mengajak Zaki untuk duduk di taman yang berjarak 500 meter dari London Eye.

"Capek ya ?" tanya Zaki.

"Lucu pertanyaan kamu, justru di musim dingin begini bagi aku gak akan gampang capek, keringetan ajah engga." jawab Veranda.

Mereka asyik mengobrol, mereka membicarakan sesuatu yang tidak penting menjadi penting, yang kecil menjadi besar. Veranda terkesan dengan gaya bercerita Zaki, dengan suaranya yang berat namun enak di dengar dan cara bercerita yang unik itu sudah cukup membuat Veranda tersenyum tanpa henti ketika mendengar Zaki bercerita.

Sementara Zaki bingung, Veranda selalu tersenyum ketika ia bercerita padahal menurutnya cerita yang ia ceritakan tidak begitu menarik. Tapi Zaki suka dengan senyum itu. Sangat suka.

"Zaki."

"Apa ?"

Veranda meraih tangan kanan Zaki lalu menggenggamnya. "Dingin banget tangan kamu."

"I.. Iyaa." Zaki merasakan tangan Veranda yang lembut dan hangat untuk ukuran musim dingin.

"Sebenarnya, aku gak nyangka bisa ketemu kamu di London waktu kejadian yang aku hampir di perkosa sama pemabuk." kata Veranda sambil menggenggam erat tangan Zaki yang dingin. "Kalau gak ada kamu, aku gak tau deh, aku terima kasih banget."

Zaki hanya terdiam mendengarnya dan tidak menatap mata lawan bicaranya karena tidak tahu mau menjawab apa. Ia terdiam begitupun juga Veranda yang terdiam namun tangannya selalu digenggam erat.

Veranda menoleh ke arah Zaki dan dalam waktu yang bersamaan Zaki juga menoleh ke arah Veranda. Wajah mereka sangat dekat. Sangat dekat. Lalu dengan perlahan, Veranda mendekatkan bibirnya ke bibir laki-laki yang ada dihadapannya. Tanpa ada isyarat apapun dan cuacanya yang dingin...

Mereka melakukannya.

Voila comment Veranda dire merci.
Voila comment Zaki dire de rien.

To be continued
Read more ...

Standupwrongway Fanfict JKT48 : Unreachable 2 (Part 3)

Wednesday 7 October 2015
1 Bulan Kemudian

London, UK

Zaki mengeluarkan iPod Touch-nya dari saku lalu matanya dengan cepat melihat suhu yang tertera di layar. 18 derajat celcius, wajar. pikir Zaki lalu memasukkan kembal iPod-nya kedalam saku. Kini ia sedang duduk di bangku yang menghadap langsung ke Sungai Thames hanya untuk melepas penat karena ia baru saja berjalan-jalan dengan Naomi. Selama sebulan ini frekuensi pertemuannya dengan Naomi bisa dibilang sering karena memang Zaki yang banyak waktu luang dan Naomi yang selalu memintanya untuk menemani jalan-jalan.

Sudah satu bulan pula ia belum mengupdate blognya, bukan disengaja akan tetapi ia selama sebulan ini tidak punya semangat untuk menulis sesuatu apalagi sebuah puisi yang selalu membuat pembacanya terkagum-kagum.

"Bzzt Bzzt." Handphonenya bergetar, segara Zaki mengelurkannya dari sakunya dan melihat ada satu SMS.

Zaki, nanti jam 9 malam jemput aku ya!

Pengirimnya Veranda. Setelah kejadian yang tidak menyenangkan itu, Veranda menjadi takut jika pulang sendirian, jika tidak bersama teman-teman kantornya, ia selalu meminta Zaki untuk menjemputnya di halte bis dekat restoran Vietnam di Soho.

Ia melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 06.13, berarti tinggal beberapa jam lagi dan Zaki memustuskan untuk pergi ke Soho sekarang. Ia memasang earphonenya yang kini sedang memutar lagu kesukaannya, yaitu Wasted Love - Steve Angelo.

Wasted love, why do i always give so much ?
Wasted love, you know i gave you all my heart
Wasted love, can't help but always give too much
BUT IT'S NEVER ENOUGH.

Sambil berjalan, Zaki menatap langit lalu menggumam.

"Shania, kamu lagi apa ?"


Jakarta, Indonesia

Pukul 18.00 WIB

Shania sedang menunggu seseorang yang sudah berjanji dengannya untuk makan malam bersama di rumah. Sambil menunggu, Shania membaca berulang kali postingan dari blogger favoritnya, siapa lagi kalau bukan Sanzack. Puisi dan tulisannya yang selalu membuat Shania kagum.

Ketika ia sedang khusyuk membaca, bel pun berbunyi. Shania dengan cepat menaruh Handphonenya dan bergegas membuka pintu, ia tersenyum. "Hey!"

"Hey, kelamaan nunggu ya, maaf ya!"

"Eh engga kok, ayo berangkat." Shania tersenyum lalu mengambil tasnya dan bergegas masuk ke dalam mobil.

Sekarang ia sedang di dalam mobil dengan seseorang yang ia temui di taman sebulan yang lalu. Adam, begitulah namanya adalah mantan pacarnya saat masih duduk dibangku SMP. Mereka berdua harus memutuskan hubungan karena Adam pindah ke London bersama kedua orang tuanya sampai saat ini. Namun ketika Adam lulus SMA, orang tuanya pindah tugas ke Jakarta kembali namun Adam memilih tetap tinggal di London. Ia kini mengambil cuti panjang dari kuliahnya dan berlibur ke Jakarta, melepas rindu dengan orang tuanya.

Shania melihat bahwa Adam yang dulunya mempunyai badan yang gak bagus-bagus amat, berubah menjadi pria tampan dengan badan yang tegap dan Shania pun terkejut melihat perubahan Adam.

Mereka jadi sering jalan berdua setelah pertemuan mengejutkan di taman karena memang Shania yang banyak waktu luang dan Adam yang selalu memintanya untuk menemani keliling Jakarta karena ia sudah lupa-lupa ingat.

"Kamu kapan pulang ke London ?" tanya Shania sambil melihat Adam dengan ringan memegang kemudi stir namun mantap.

"Hmm, Lusa dini hari, Makanya aku ajak jalan kamu sekarang. Hehe."

"Oh gitu...." Shania hanya tersenyum.

Mereka tiba di sebuah restoran yang cukup mahal dan menurut Shania ini adalah restoran yang romantis. Ia sama sekali belum pernah kesini.

"Yakin kita makan disini, Dam ?" tanya Shania. Ia tak mau merepotkan jika Adam menraktirnya di restoran yang mahal ini.

"Yakin dong." Seperti bisa membaca pikiran Shania, Adam melanjutkan. "Kalau masalah harga jangan dipikirin ya, semuanya on me kok!"

Setelah selesai makan, Adam menginjak gas lalu menuju Taman Kota. Ya, taman kota, yang dulunya sering sekali dikunjungi Shania bersama Zaki. Ia tak tahu mengapa Adam membawanya kesini. Shania melihat bahwa spot yang biasa ditempati Mang Adat sudah kosong, mungkin sudah pindah.

Sambil menarik tangannya, Adam membawa Shania menuju tempat duduk yang sudah tidak asing bagi Shania, yaitu tempat duduknya ketika pertama kali melihat Adam setelah lama tidak bertemu.

"Hmm, Shania." Adam tersenyum melihat Shania yang terlihat bingung. Ia memegang kedua tangan shania.

"Apa ?"

"Kamu makin cantik."

Shania pun dengan kaku menjawab. "Kamu juga, makin ganteng."

Adam kembali tersenyum, senyumannya itu selalu membuat Shania merasa tenang. "Jadi gimana ?"

"Jadi apa maksud kamu ?"

"Aku masih sayang sama kamu, Shania." kata Adam. Shania terkejut dengan perkataan Adam, kini ia merasa degup jantungnya berdebar kencang.

Adam melanjutkan.. "Kamu mau jadi pacar aku lagi ?"

Tidak! Shania bingung dengan perasaannya sendiri, senyuman hangat Adam selalu membuat bayang-bayang Zaki yang selalu menghampirinya perlahan pudar. Ia sendiri sekarang merasa nyaman jika bersama Adam. Shania akui, Adam sekarang lebih tampan daripada Zaki. Namun akhir-akhir ini ia selalu berpikir bahwa Zaki sudah menemukan wanita yang lain dibelahan dunia sana dan ia pikir bahwa menerima Adam kembali adalah keputusan yang tepat dan keputusan apakah ia siap menjalani LDR.

"Shania ?"

Shania tersadar dari lamunannya. Ia tau apa yang harus ia jawab. "Aku gak bisa jawab sekarang, Dam."

Adam kembali tersenyum. "Oke, aku akan menunggu jawaban kamu. Aku harap kamu bisa menerima aku kembali."

Shania membalasnya dengan senyum yang dipaksakan.

Setelah diantar pulang, Adam berjanji bahwa liburan tahun baru nanti ia akan kembali ke Jakarta untuk menemuinya. Shania kini kalut dengan pikirannya sendiri. Ia membanting pintu kamar lalu melempar tasnya ke kasur dan duduk didepan meja belajarnya, menulis di buku diary-nya.

Kemana saja kau selama 7 bulan ini, Zaki ?
Mengapa kau pergi tanpa bilang kepadaku ? Kau pikir aku ini tidak merindukanmu ? Sangat!
Zaki, kau bodoh! Maaf, kau telah membuatku jatuh cinta kepadamu, rasanya ingin sekali bangun, namun tak bisa.
Jika kau senang sekarang disana, di tempat yang tidak ku ketahui, aku turut senang. Walaupun brsama dengan seorang perempuan lain.
Barusan ada seorang laki-laki menghampiriku, dia mantanku, meminta ku menerimanya kembali.
Kau tau jawaban ku ? Tentu tidak tahu, kan kau bodoh :)

Shania menatap kotak cincin yang kini berada di sampingnya, air matanya perlahan jatuh.

Satu lagi, apa maksud kau memberi cincin ini kepadaku ?

Shania menutup buku diari-nya lalu memeluk kedua kakinya.

"Zaki, kamu lagi apa ?"

London, UK

Pukul 21.00

Zaki tersenyum setelah bertemu dengan Veranda. Ia melihat bahwa wajah Veranda terlihat lelah. Zaki sudah terbiasa bersamanya sehingga tau apa yang dirasakan Veranda.

"Kak, mau minum gak ?" tanya Zaki.

"'Iya, tapi traktir ya Zaki." jawab Veranda sambil tersenyum.

"Okay, follow me."

Veranda terkejut ketika Zaki membawanya ke cafe yang menyajikan minuman Indonesia. Veranda memesan Es Dawet kepada pelayan, sementara Zaki memesan Es Teler. Sambil menunggu pesanan datang, mereka berdua mengobrol dengan asik, senyuman Veranda selalu membuat muka Zaki memerah. Mereka berhenti mengobrol ketika seseorang datang ke meja mereka, bukan pelayan, akan tetapi....

"Zaki! Apa kabar ?"

"Everything is fine with me, don't worry." jawab Zaki.

Wisnu, yang tadi menyapa keduanya, adalah pemilik cafe ini, ia kenal dengannya karena Wisnu adalah teman Damien yang selalu mampir ke flat-nya untuk sekedar mengobrol dan bermain PS dengan Lakhsan. Ini pertama kalinya ia mengunjungi cafe milik Wisnu. Cafe ini memakai konsep yang menurut Zaki rasa Indonesianya teramat kental, bahkan di buku menunya pun terselip beberapa kata penting Bahasa Indonesia yang sudah diterjemahkan kedalam Bahasa Inggris.

"Dan ini, siapa ?" tanya Wisnu mengerling ke arah Veranda.

"Oh iya, Kak, ini Wisnu, Wisnu ini Veranda." kata Zaki.

"Veranda."
"Wisnu."

Mereka berdua berjabat tangan, Wisnu duduk di sebelah Zaki dan menginjak kakinya karena Wisnu tak menyangka Zaki bisa bersama dengan perempuan cantik ini.

"Pacar lu, Zak ?" bisik Wisnu pelan sekali. Ia melihat Veranda sedang sibuk membaca menu.

"Bukan, kalau lu mau ambil ajah, dia single tuh." bisik Zaki tak kalah pelannya.

"That's impossible! dia cantik banget sementara gue..."

"You're fucking lucky bastard you know! Lu punya cafe yang terkenal di London, setiap hari ramai dan itu menjadi alasan agar lu gak selalu merendahkan diri."

Akhirnya Wisnu memberanikan diri mengobrol dengan Veranda, Zaki yakin Wisnu bisa mendekati Veranda karena ia tahu bahwa Wisnu kaya akan bahan pembicaraan. Setelah pesanan datang, Wisnu izin untuk kembali ke dalam, Zaki dan Veranda hanya mengangguk.

"Dia orangnya asik juga." puji Veranda.

"Ah memang selalu begitu, dia suka datang ke flat aku untuk sekedar makan dan main PS."

"Aku belum main ke flat kamu." kata Veranda.

"Hmm, iya, hehe, mending gausah deh kak."

"Kenapa ?"

Pikiran Zaki melayang kepada temannya yang berasal dari India itu sehingga lebih baik Veranda tak datang ke flatnya.

"Gak pake gausah, pokoknya aku harus dateng ke flat kamu. Kapan ya ? Hmm, minggu deh aku kesana!" kata Veranda bernada serius, Zaki hanya mengangguk lesu lalu melanjutkan kembali menyantap esnya.

Selesai minum, Zaki pergi ke kasir karena ada Wisnu disana, sekalian mengobrol sebentar.

"Hmm, lu beruntung lagi, tadi dia muji lu." kata Zaki.

"Wah yang bener ? padahal gue tadi hanya ngobrol-ngobrol biasa ajah sama dia. Dia muji apa gitu ?"

"Gaperlu tau, pokoknya dia muji lu tadi. Eh berapaan semuanya ?"

"Gratis Zaki! Gue kasih gratis!" kata Wisnu sambil tersenyum bahagia. "Lu udah ngenalin gue ke Veranda, tapi gue minta satu lagi dong."

"Apa ?"

"Nomor teleponnya, hehe."

"Ntar gue SMS, oke makasih ya semuanya, Es Teler lu juara deh!"

Lekas itu Zaki menemani Veranda pulang ke flat-nya yang di daerah Mayfair dengan berjalan kaki. Veranda selalu memegang tangan Zaki dan ini membuat wajah Zaki selalu memerah. Senang rasanya tangan di genggam oleh perempuan yang baik nan cantik, pikir Zaki sambil tersenyum.

Setelah mengantar Veranda, Zaki berjalan menuju taman Hyde Park yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Mayfair.

Saat berjalan handphone-nya pun bergetar, ia meraihnya dengan cepat di saku.

"Hmm, SMS." Gumam Zaki lalu segera membacanya. Ia mengernyitkan dahi. "Kampret, okelah." gumamnya sekali lagi lalu memasukan handphonenya kedalam saku kembali...

-OoOoO-

Adam tiba di Heathrow pada pukul 8 pagi waktu London, ia lelah duduk selama 13 jam walaupun duduk di Bussiness Class. Sambil menarik koper yang besar, ia melirik ke kiri dan ke kanan mencari seseorang yang menjemputnya. Adam tersenyum ketika menemukan seseorang yang ia cari sedari tadi.

"Udah lama disini ?" tanya Adam sambil menjabat tangan seseorang yang menjemputnya.

"Hmm, baru setengah jam." jawabnya. "Minum ke Starbucks dulu yuk ?"

Adam mengangguk.

"Gimana Jakarta ?"

"Berubah banget ya, gue udah bertahun-tahun gak kesana, sekalinya kesana udah beda. Jadi gak hapal jalan. Ah pokoknya gitu deh." jawab Adam.

"Hehe."

"Terus." Lanjut Adam. "Gue secara gak sengaja ketemu mantan gue di Taman Kota, dia tambah cantik! Gue mencoba melakukan pendekatan lagi, ngajak dia jalan, makan malam bareng tapi pas sehari sebelum berangkat gue ajak balikan, tapi dia gak bisa jawab."

"Itu tandanya lu di tolak!"

"Gak, gue bakal usaha ngedapetin dia lagi, gak ada alasan buat dia nolak gue. Apa sih yang kurang dari gue. Apa mungkin dia udah nemu cowok lain ya ?"

"Haha, mungkin, semoga berhasil."

"You know ? Dia sama seperti pelajar asal Indonesia disini, suka sekali membaca blog bernama Sanzack. Entah kenapa Sanzack bisa membius semuanya dengan puisi-puisinya itu. Menurut gue itu tidak menarik dan murahan. Menurut lu siapa Sanzack ? Lu tau ?" tanya Adam. Ia sama sekali tidak suka dengan Sanzack, rasa tidak sukanya kepada Sanzack muncul ketika teman di PPI selalu membicarakannya, ia merasa terasingkan.

"Lu iri ya sama Sanzack ?"

"Bukan iri, gue cuman gak suka aja ketika teman-teman gue selalu membicarakan artikel dan puisinya yang terlampau murahan buat gue. Gue gak terlalu suka sama blogger sejujurnya, mereka kurang kerjaan. Padahal lebih menarik gue daripada si Sanzack itu."

"Hahahaha."

"Denger, menurut gue dia juga pelajar disini. Gue pengen tau mukanya sebagus puisinya atau engga. Kalau dia tau gue pasti dia bakal menyesal karena puisi sok romantisnya sia-sia!" Seru Adam semangat.

"Hmm."

"Kalau lu tau siapa dia kasih tau ya ?"

"Iya, secepatnya dah. Eh cepetan minumnya, gue ada kuliah siang ini"

Adam hanya mengangguk.

-OoOoO-

Sore hari-nya, sehabis mengerjakan tugas yang diberikan sang Dosen tercinta di perpustakaan bersama teman-temannya, Zaki melihat bahwa flat-nya kini kedatangan seorang tamu. Ia begitu lesu hari ini sehingga tak terlalu semangat menyambut hari esok.

"Muka lu kusut amat, kenapa ?" Tanya Wisnu yang sedang bermain FIFA bersama Lakhsan. Damien sedang sibuk di dapur.

"Aduh gimana ya jelasinnya." kata Zaki.

"English, please. I'm can't speak Indonesia litely. Aku hanya lancar melafalkan Anjing, Goblok, dan Bangsat" kata Lakhsan.

Zaki mengangguk. Selepas kuliah tadi siang dan mengerjakan tugas bersama temannya di perpustakaan, Zaki sempat mampir ke ATM untuk mengecek sisa uangnya dan ternyata....

"Hah ? 900 Pounds buat 2 bulan ? Bagaimana bisa kau hidup!" seru Lakhsan.

"I think i need a job. Tapi dimana ?" tanya Zaki sambik melirik Wisnu, ia pun berpikir untuk bekerja demi memenuhi kebutuhannya dan agar tidak terlalu merepotkan kedua orang tuanya yang selalu mengirim uang setiap 3 bulan.

"Ngapain ngeliatin gue ? Lu mau kerja di tempat gue ?"

"Kalau boleh sih gak apa-apa."

"Gue lagi males nambah karyawan lagi. Tapi dengan 900 pounds gue yakin lu bisa hidup 2 bulan. 1 bulan lagi lu bisa kerja di tempat temen Ayah gue deh. Ntar, gue kirimin 500 pounds biar ATM lu terisi 4 digit lagi. Oke ?"

"Thanks! Gue jadi gak tau mau bales pake apa. Hehe."

"Sampai Desember nanti, lu latih ajah kecepatan sama memasak lu. Masalah gaji ntar gue yang omongin."

"Makasih banyak! Oke gue keatas dulu ya."

Lakhsan dan Wisnu melanjutkan permainannya, sementara Zaki naik ke atas untuk meng-update blognya sambil menunggu masakan Damien selesai.

Zaki membuka laptopnya lalu termenung sebentar.

ITU TIDAK MENARIK DAN MURAHAN!

Zaki tersenyum licik, kalau kau bilang itu murahan mungkin itu karya termurah yang membuat orang kagum, dasar orang sombong. pikir Zaki.

Ia muak dengan perkataan Adam waktu ia menjemputnya. Adam tentunya tidak tahu bahwa Sanzack itu Zaki karena memang tidak ada yang tahu selain Tuhan, Lakhsan si orang India, dan dirinya.

KALAU LU TAU SIAPA SANZACK, KASIH TAU GUE.

Sifat sok jagoan Adam membuat Zaki kembali muak, entah kenapa ia bisa berkenalan dengan dia di London. Dari awal Zaki sudah melihat Adam ini selalu membanggakan dirinya sendiri dan merendahkan orang lain. Adam memang tampan dan kaya, sehingga banyak perempuan yang tertarik pada dirinya. Sementara Zaki adalah laki-laki biasa yang mempunyai hidung mancung, postur badan yang bagus, dan mempunyai TOEFL 590.

Zaki juga ingin tahu siapa mantannya. Mungkin mantannya dulu adalah orang bodoh yang berpacaran dengannya, namun sekarang menjadi pintar dan menolaknya.

Ia tau apa yang akan dia tulis sekarang dan mulai mengetik dengan membabi buta.

-OoOoO-

"Syukurlah kamu udah sampe, hehehe."

Adam tersenyum ketika mendengar suara Shania. "Kamu lagi apa ?"

"Lagi duduk ajah. Hehehe."

"Aku tau siapa Sanzack yang kamu suka itu." kata Adam berbohong. Ia siap melancarkan segala kebohongan agar kekaguman Shania kepada Sanzack itu meluntur.

"Iya gitu ?"

"Dia ternyata mahasiswa di London juga dan ternyata, ah begitulah, penampilannya tidak sesuai dengan tulisannya, terkesan dekil dan pokoknya gak cocok deh sama kamu." seru Adam, terlihat kekanak-kanakkan.

Shania orangnya memang tidak gampang percaya apa yang belum dilihatnya. "Kamu keliatan ngawur deh, dari tulisannya aku tau kok dia orang pintar."

Adam tersenyum licik. "Orang pintar belum tentu ganteng, Shan. Dia dekil banget dan terlihat gak ngerti fashion sama sekali."

"Oh gitu, tapi aku gak percaya, soalnya aku belum lihat langsung."

Shania memutuskan sambungan dan ia melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 11, ia belum tertidur karena baru saja menghabiskan novel yang baru ia beli 2 hari yang lalu. Entah kenapa ia menjadi suka membaca seperti sepupunya yang gila itu.

Ia membuka laptopnya dan berniat membaca blog Sanzack, siapa tau ada yang baru dan ternyata memang ada yang baru. Shania senangnya bukan main. Sudah sebulan tidak update blog dan ia ingin membungkam omongan Adam tentang Sanzack. Menurut Shania, tulisan Sanzack mempunyai tutur kata yang halus, mudah dimengerti banyak orang, dan terkesan romantis. Tak mungkin Sanzack adalah sosok yang Adam bicarakan tadi. Siapa tau itu cuman akal-akalan Adam saja, pikir Shania.

-OoOoO-

"Aku kagum sama cara kamu menulis, tapi ada yang bilang kalau kamu itu punya penampilan yang dekil dan gak ngerti apa-apa soal fashion. Apa bener ?"

Zaki tersenyum melihat komentar Shanju. Tidak mengerti apa-apa soal fashion ? Omong kosong! Pikir Zaki. Sekarang ia sudah mulai memerhatikan penampilannya dan selalu bertanya kepada Veranda yang jago masalah fashion. Ia sering berkonsultasi dengan Veranda mengenai apa yang harus dia pakai dan mana yang tidak. Zaki kagum dengan pengetahuan fashion Veranda.

Tentu ia tidak akan menjawab semua komentar yang ada, biarkan Sanzack itu misterius. Baginya, yang terpenting adalah tulisannya yang terkenal, bukan yang menulisnya.

Handphone-nya berdering, Zaki lalu dengan cepat mengambil handphone-nya dan tersenyum ketika melihat sebuah nama di layar.

"Halo, Naomi!" Sapa Zaki.

"Halo, Zaki! Makan malam bareng yuk, aku traktir deh." kata Naomi.

Mendengar kata 'traktir' membuat Zaki bersemangat, apalagi dengan kondisi keuangannya saat ini, ia harus pintar berhemat. "Why Not! Dimana ?" Walaupun ia harus meminta maaf kepada Damien karena masakannya tidak smepat dimakan Zaki.

"Dimana ya ? Hmm, gatau deh." ada jeda sebentar sebelum Naomi melanjutkan. "Ah iya, makan di Restoran Jepang di deket Westminster yuk. Sekarang udah jam setengah 7, jam 8 kamu harus ada di halte tempat biasa ketemu ya! Oke bye!"

Zaki menemukan dirinya sedang berjalan disamping Naomi yang terus bergumam sesuatu yang tak dimengertinya. Terdengar seperti bahasa Mandarin.

Dengan dorongan rasa penasaran, Zaki menepuk bahu Naomi. "Naomi, kamu kenapa ?"

"Wo ai ni!" Naomi berteriak, mungkin ia terkejut dengan tepukan Zaki. Kini kata-kata yang selalu digumamkannya terdengar jelas oleh Zaki dan membuatnya malu.

"Wo-Wo ai ni ? Apa itu ?" tanya Zaki yang tidak tau artinya.

"Ah bukan apa-apa, sebentar lagi sampe, ayo buruan." Naomi menarik tangan Zaki lalu bergegas, syukurlah Zaki nggak tau apa arti Wo ai ni itu, pikir Naomi.

Sehabis menyantap makan malam, mereka berjalan berdua menyusuri jalan kota London yang terlihat ramai.

Wo ai ni ? apa itu ? Pikir Zaki. Ia kalut dengan pikirannya sendiri, sebelumnya ia pernah mendengar kata itu. Kini ia mengingat-ingat dan ketemu! Zaki tersenyum pada dirinya sendiri. Ia ingat bahwa Sinka pernah menggumamkan kata-kata itu ke Taufan. Artinya ? Sudah jelas! Zaki sedang cepat menggumam pelan apa arti Wo ai ni itu.

Giliran Naomi yang bingung apa yang di gumamkan Zaki. Ia berusaha membalas mengagetkan Zaki kembali karena ia masih merasa malu ketika dengan lancang mengucapkan Wo ai ni, untung saja Zaki tak mengetahuinya.

Namun usahanya tak berhasil untuk mengagetkan Zaki. Tapi entah kenapa malam ini rasanya tepat sekali untuk mengungkapkan perasaan yang sebenarnya kepada Zaki.

Saat sampai di halte bis, terlihat halte bis kali ini sepi. Naomi terdiam lalu menatap Zaki. "Wo ai ni."

Zaki kaget mendengar Naomi berkata seperti itu. "Maksud kamu ?"

"Iya, udah jelas kan. Wo ai ni!"

"Wo ai ni ya ? Hmm."

"Kamu gak ngerti Zaki, tapi ya begitulah. Sejak aku pertama kali ketemu kamu, kamu baik, perhatian dan.... ganteng."

"Kamu juga cantik, baik, dan menyenangkan! Aku seneng kalau jalan sama kamu. Wo ai ni ? Artinya Je' t'aime kan ?"

Naomi mengangguk lalu dengan segera memeluk Zaki. "Iya, aku sayang sama kamu Zaki. Melebihi apapun."

"Hmm, aku juga sayang sama Naomi."

"Kamu mau gak jadi pacar aku, Zaki ?"

Zaki terdiam ketika mendengar Naomi berbicara seperti itu. Ia tau apa yang harus dia jawab. "Bukannya aku gak mau. Tapi pernah dengar kan seseorang yang mengingkari janji adalah orang yang pengecut ? Kebetulan, aku udah terikat janji sama seseorang. Jadinya ya begitulah."

Naomi melepaskan pelukannya lalu menatap Zaki. "Hmm, begitu." Naomi lalu berlalu meninggalkan Zaki dengan berlari kecil, terdengar isakan tangis kecil.

Zaki berusaha mengejar Naomi namun badannya sama sekali tak bergerak. Apakah ini kedua kalinya Zaki membuat seorang perempuan menangis ?

Ia termenung lalu bertanya pada diri sendiri. "Apa gue benar dengan keputusan gue ini ? Menolak Naomi demi Shania ? Shania yang gue beri cincin hanya sekedar simbol bahwa Shania akan terus menjadi milik gue? Milik apanya! Menghubunginya ajah gue takut, takut Shania marah lalu menangis."

Kini, Zaki, mulai menyesali keputusannya pergi diam-diam.

"Okelah, apa salahnya menjalani penyesalan ini ? Semoga kamu baik-baik ajah sama cowok lain ya Shania." gumam Zaki.

To Be Continued
Read more ...