Pages

Standupwrongway Fanfict JKT48 : Unreachable 2 (Part 6)

Friday 27 November 2015
Bandung, Indonesia

Valdy sedang duduk-duduk santai di Taman Balai Kota sendirian. Ia duduk ditemani dengan sekaleng Green Sand dan novel yang hampir tamat ia baca. Entah kenapa ia mempunyai firasat buruk jika nanti bertemu Zaki dan jelas ia sudah berbohong dan berbohong adalah hal yang tak di sukai Zaki. Namun Valdy berpikir, berbohong bukan hanya tidak mengatakan yang sebenarnya, akan tetapi berbohong bisa juga melaui tindakan. Zaki selama ini menghilang entah kemana tanpa ada rasa dosa meninggalkan Shania disini dan Valdy pikir Zaki berbohong jika temannya itu mencintai Shania. Jika mencintainya, pasti Zaki akan memberitahu kemana ia akan pergi, selalu berkabar, dan menyempatkan waktu pulang untuk bertemu Shania.

Tapi ini tidak, tidak sama sekali.

Lamunannya buyar ketika nada dering handphone-nya berbunyi, ia langsung menempelkan handphone-nya ke telinga.

"Halo, who's there ?" tanya Valdy.

"Tiket one way buat lusa gak ada, adanya tahun depan selepas tahun baru, gimana ?"

"Tahun baru ya..." Valdy berpikir apakah dia ada acara atau tidak, ia memang akan pergi ke Jepang bersama adiknya dan Viny namun mereka pulang tanggal 3 januari. "Hmm, tanggal berapa ?"

"Tanggal 5, gimana ? Masalah harga jangan khawatir, gue bayar setengahnya deh buat lu."

"Oke bisa, tapi ntar gue nginep di rumah lu kan ?" tanya Valdy meyakinkan agar dia mendapat akomodasi yang baik. Bukan apa-apa, karena uangnya pasti menipis seiring dengan perjalanannya ke Jepang.

"Ah tenang ajah, kebetulan gue ada kamar kosong. Yaudah deh gue booking sekarang ya ?"

"Oke, makasih Wisnu!" kata Valdy.

"Sama-sama."

Valdy menuliskan email ke Zaki masih menggunakan email Viny tentang kepergiannya yang diundur sampai tahun depan. Lalu setelah itu Valdy bergegas pulang menaiki motor jadulnya mengingat ini bulan desember, musim hujan, dan kebetulan langit sedang mendung dan pulang keadaan yang basah adalah hal yang sangat buruk.

***

London, UK

"Gimana, capek kan ?" tanya Mang Adat sembari membereskan peralatan.

"Lumayan, keren kok bisa ramai begini ya." kata Zaki sambil mengambil botol minum.

"Hahaha, oke kita beres-beres sekarang."

Zaki memulai hari pertama kerjanya dan layaknya pelayan yang baru sehari bekerja, ia melakukan banyak kesalahan namun itu tidak besar. Asep, laki-laki asal Garut yang menjadi rekannya selalu membantu Zaki dan memakluminya, berbeda dengan temannya asal Maluku, Alle, yang selalu aktif memarahi Zaki ketika ia melakukan kesalahan.

"Heh, kerja yang benar! Mau ku potong tangan kau hah atau apa aku minta ke Mang Adat untuk potong gaji kau ?"

Namun Alle di luar jam kerja sangat berbeda sekali, ia menjadi ramah dan Zaki tertawa ketika Alle berbicara bahasa sunda dengan Asep. Kini mereka bertiga sedang duduk-duduk di taman.

"Zaki, kamu asli mana ?" tanya Asep sambil menghidupkan rokoknya. "Mau ?"

Zaki mengangguk dan mengambil sebatang kretek, ia tak sanggup menolak karena ini demi mempererat hubungannya denagn Asep dan Alle. Lalu ia mengingat kata-kata Ayahnya waktu dulu. "Papa suka bingung sama orang Indonesia, dengan bermodalkan rokok, orang yang gak kenal sama kali malah seperti udah kaya ketemu kawan lama ajah ngobrolnya. Ajaib memang rokok itu."

"Ayah saya asli Padang, Ibu saya asli Jakarta, tapi saya lahir di Bandung." jawab Zaki sambil menghisap kreteknya.

"Oh gitu, berarti bisa ngomong sunda atuh nya ?" tanya Asep.

Alle meminta lighter kepada Asep. "Kalau boleh tahu, kau ke sini ada urusan apa ? Bukannya di Jakarta enak ?"

"Kuliah." jawab Zaki.

"Keinginan sendiri ? Apa paksaan ?" tanya Alle lagi.

"Sendiri."

"Baguslah. Aku punya teman dia kuliah disini karena dipaksa Ibunya, sekarang, aku lihat dia senang mabuk-mabukkan, jadi gambler dan gembel disini. Kasihan aku lihatnya, mau ku tolong entar dia keenakan." jelas Alle.

"Kalau Bang Alle sendiri, ke London kenapa ?" tanya Zaki. "Merantau demi kehidupan yang lebih baik ?"

Zaki melihat bahwa tatapan Alle tidak senang dengan pertanyaannya, namun Alle hanya tersenyum dan menjawab santai. "Walaupun penampilan aku begini, asal kau tahu saja, aku mahasiswa S2 Hukum disini, lewat beasiswa dan kerja sama Mang Adat buat nambah uang saku."

Zaki tidak menyangka, laki-laki berumur 26 tahun ini yang sedang duduk di depannya adalah mahasiswa S2 hukum. Lalu seakan tak mau kalah dengan Alle, Asep pun memberitahu dirinya siapa. "Urang teh sama kaya Alle, mahasiswa S2, tapi saya jurusan kehutanan. Kebetulan saya kesini bukan karena beasiswa, tapi disuruh belajar lagi sama kantor dan dikasih fasilitas disini. Tapi hidup tanpa tantangan ya ngapain hidup, jadinya saya kerja di Mang Adat nyari uang saku tambahan walaupun sebenarnya uang saku dari kantor udah cukup."

Asik mereka bercerita tentang diri masing-masing, mereka secara tak sadar sudah mengobrol lebih dari satu jam. Lalu mereka bubar dan Zaki melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 5 sore. Sebaiknya ia jalan-jalan dengan Veranda kebetulan sedang malam minggu.

***

"Kamu kelihatan capek, abis ngapain ?" tanya Veranda yang berjalan di samping Zaki.

"Oh iya aku lupa ngasih tahu, aku kerja di foodtruck di Fulham." jawab Zaki.

"Di Mang Adat ?" tanya Veranda.

"Loh kok kamu tau ?" Zaki tidak menyangka bahwa Veranda tahu ia kerja di Mang Adat.

"Di Fulham, foodtruck yang terkenal tuh punya Mang Adat. Aku tau dia dulu langganan kamu eh gak nyangka ternyata dia pindah kesini."

"Kamu tau dari mana aku suka beli siomay di Mang Adat dulu ?" tanya Zaki.

Veranda terdiam sebentar lalu tersenyum. "Itu rahasia!"

Zaki langsung mencubit pipi Veranda dan perempuan disampingnya tak mau kalah dengan mencubit hidung Zaki. Mereka tidak menghiraukan pejalan kaki lain dan serasa sepanjang trotoar hanya milik mereka berdua, mereka terus bercanda sampai akhirnya lelah satu sama lain.

"Kemana nih ? dari tadi kita di jalanan cuman ribut doang. Romantis dikit dong." tanya Veranda.

Zaki memegang tangan Veranda. "To place the first time i kiss you ?"

Veranda hanya diam dan menjawab. "Why not, come on!"

Veranda lalu menarik tangan Zaki.

***

Jakarta, Indonesia

Shania membuka pintu rumahnya dan melihat seorang laki-laki sudah berdiri dihadapannya, Shania tersenyum melihatnya sudah tiba.

"Udah masuk ayo." Shania menarik tangan laki-laki itu. "Lagian aku sendirian kok di rumah."

Shania bersama laki-laki itu sekarang berada di ruang tengah, ia mematikan TV dan mengobrol dengan laki-laki itu.

"Jadi gimana ?" tanya laki-laki itu.

"Udah daftar, tapi testnya bulan maret, masih lama." jawab Shania.

"Yakin ?"

"Iya yakin."

"Prancis gak sebatas Paris, ada banyak kota disana. Lille, Maseille, Lyon, Nice, Bordeaux, Strasbourg, Toulouse, Digne-les-bains, Mulhouse, Montpellier dan banyak lagi." kata laki-laki itu.

"Bagusnya yang mana ?"

"Marseille, Montpellier ada di selatan prancis. Le Havre ada di utara. Paris sama Auxerre di tengah-tengah. Kalau Marseille dekat sama Italia dan Monako, Le Havre dekat sama Inggris. Bagus Marseille menurut aku."

"Valdy, serius dimana bagusnya ?" tanya Shania.

Valdy hanya menjawab ringan. "Kenapa gak mau di inggris ajah ? London gitu."

"Yah aku keburu daftar untuk beasiswa ke Perancis. Telat nih ngomongnya aku juga mau di London sebenarnya."

"Hmm, yaudah bagusnya di Marseille, ada temen aku disana kebetulan"

Valdy masih merahasiakan dimana Zaki berada kepada Shania, namun ia sebisa mungkin akan mendekatkan kedua manusia itu kembali. Terdengar jahat tidak memberitahu Shania, namun ini juga demi Zaki. Valdy makin pusing dengan situasi ini. Bodohnya, ia spontan mengatakan Marseille yang jaraknya di selatan Perancis, itu malah makin menjauhkan.

"Jadi kan ikut ke Jepang ? Arraufar punya apartemen di Hokkaido. Reunian kecil-kecilan lah." ajak Valdy.

Shania terdiam sejenak. "Aku udah punya janji lain di malam tahun baru."

"Oh begitu, sama siapa ?"

"Sama Adam"

Valdy mengangkat kedua alisnya. "Kalian balikan ?"

Shania mengangguk mantap. Valdy makin pusing dengan situasi sekarang.

***

From : Ratu Vienny

To : Ichsan Zaki

Subject : Maaf.

Maaf Zaki, ternyata tiketnya adanya buat tanggal 5 januari. Gak apa-apa kan ?

Zaki hanya menghela nafas membaca email dari Viny, berarti ia harus menunggu sekitar sebulan untuk kedatangan mantan kecengannya dulu. Zaki tidak membalas email itu dan bergegas mandi dan tidur karena sudah lelah sekali untuk hari ini dan besok ia harus bekerja lagi.

***

Malam tahun baru...

Zaki, Veranda dan banyak orang lainnya sedang berkumpul di sisi sungai Thames untuk menunggu hitung mundur pergantian tahun. Mereka cukup beruntung bisa berada di dekat London Eye yang akan menjadi tempat peluncuran kembang api. Wisatawan diseluruh dunia banyak yang berkumpul di Tower, Westminster, Jembatan London dan Jembatan Blackfriars. Karea jika tidak dapat tempat, mereka berdua terpaksa harus menonton pergantian akhir tahun di layar besar yang terdapat di Trafalgar Square dan Alun-Alun Parliement.

Tepat saat Big Ben Clock berdentang, kembang api itu diluncurkan. Ia melihatnya takjub, berbeda sekali dengan perayaan Tahun Baru di Monas, di London sangat berbeda sekali. Hawa dingin seakan terusir karena melihat keindahan luncuran kembang api itu.

"Bagus kan, Sayang ?" tanya Veranda sembari menggenggam tangan Zaki.

"Iya, gak kaya yang di Monas, beda banget." jawab Zaki tanpa memikirkan nasionalisme.

Mereka berdua kembali menyaksikan kembang api yang berdurasi sekitar 8 menit itu.

***

Shania sedang berada di Singapura, bersama Adam tentunya. Mereka resmi berpacaran kembali dan Shania tak kuasa menolak Adam. Adam sudah berkorban banyak untuknya, laki-laki itu selalu mengabari dirinya dan menanyakan keadaan Shania. Menurutnya, itu adalah bentuk perhatian yang kecil di mata orang lain, namun itu sangat besar bagi Shania, terlebih dirinya yang selalu merindukan orang yang tak tau pergi kemana.

Shania juga mencoba fokus pada hubungannya dengan Adam, walaupun demikian bayang-bayang Zaki masih hinggap di otaknya. Ia mencoba melupakan Zaki karena ia berpikir bahwa mungkin Zaki sudah melupakannya dan sudah menemukan perempuan yang baru.

Mereka belum berpacaran, tapi hubungan mereka berdua terasa sangat dekat. Kegiatan yang mereka lakukan bersama satu per satu menjadi kenangan yang tak terlupakan. Bagi mereka status hanya simbol, namun waktu yang mereka lalui adalah bukti. Bukti kuat akan rasa rindu itu muncul.

"Shan, bentar lagi udah jam 12 nih." kata Adam sambil menggenggam tangan Shania.

Shania tersenyum. "Iya, terus ?"

"Hmm, ayo jalan ke depan dikit lagi ajah." ajak Adam yang langsung di iyakan Shania.

Mereka melihat kembang api yang sangat indah tentunya di Marina Bay. Di saat berdua, Shania begitu senang dengan perlakuan Adam yang begitu mengistimewakannya. Namun ada satu hal lagi yang tak akan dilupakan Adam.

Adam mengelus kepala Shania dan langsung memegang pipi perempuan itu dan menciumnya. Itu adalah ciuman pertama Adam dan Adam pikir itu adalah ciuman pertama Shania. Hanya hitungan detik, namun itu sangat berkesan.

Shania terkejut dan otaknya serasa beku ketika Adam menciumnya. Dengan ringan ia menerima ciuman itu, namun di sisi lain entah kenapa ia mengingat sesuatu setelahnya.

Mengingat kembali sesuatu yang berusaha ia lupakan.

***

5 Januari

Valdy mencoba bertahan dengan suhu yang dingin di London. Ia sudah tiba dan kini sedang menunggu Wisnu yang datang menjemputnya. Sambil mengaduk kopi hangat yang ia beli, ia melihat sekelilingnya  yang terlihat ramai dan Valdy mengaduk dengan kecepatan yang sama dengan cara orang-orang berjalan. Selang 15 menit, Wisnu akhirnya datang dan ia meminta maaf karena terlambat dan macet adalah alasannya.

"Rame banget nih bandara, kenapa gak di Gatwick ajah lu mendaratnya ?" tanya Wisnu. Ia berpikir bahwa Gatwick lebih sepi daripada Heathrow

"Eh kampret, kan lu yang mesenin tiketnya." jawab Valdy. Lalu mereka berjabat tangan.

Mereka berdua mengobrol sebentar sebelum pergi karena Wisnu sempat-sempatnya juga memesan kopi.

"Jadi gue tidur di rumah lu nih ?" tanya Valdy kembali memastikan apakah ia akan mendapatkan akomodasi yang layak.

"Eh, kan gue udah janji, makan ntar gue masakin deh. Gue udah lama gak ketemu lu," kata Wisnu. lalu dengan cepat ia melanjutkan. "Oh, lu ke London ada urusan apa nih ? Liburan atau ada apa ?"

Valdy menjawab "Gue mau liburan ajah, btw, Trafalgar Square dimana sih ? gue mau kesana."

"Ah itu masa gatau dimana, mau kesana ? Bentar, gue anter lu dulu ke rumah gue, oke ?"

Valdy mengangguk. Ia hanya ingin melihat langsung Trafalgar Square, tempat yang terakhir kali menjadi bahan postingan Sanzacks di blognya, Valdy membacanya dan ingin sekali kesana dan mencari sebab kenapa Zaki sangat betah disini dan tidak memilih berlibur ke Indonesia.

***

Zaki sedang berada di cafe milik Wisnu dan kini matanya tertuju pada layar Laptopnya. Ia sedang mengerjakan paper yang diberikan dosennya. Sebenarnya jika mau, Zaki bisa mengerjakannya di ruangan super tenang dan senyap di perpustakaan kampusnya, namun ia berbeda, ia sangat senang mengerjakan sesuatu di keramaian. Cafe ini lumayan ramai dan ini adalah alasan bagus untuk mengerjakan tugas disana.

Sebulan ia berpacaran dengan Veranda sebulan juga ia merasa bahwa hidupnya kembali seperti semula, selalu berwarna. Namun ada satu hal yang membuat Zaki susah untuk melupakannya. Shania masih terus hinggap di kepala Zaki, namun ia mencoba melupakannya dan berpikir bahwa Shania sudah menemukan lelaki yang mencintainya daripada lelaki sepertinya yang pergi begitu saja tanpa berkabar.

Ia baru ingat bahwa ini sudah tanggal 5, namun Viny tak memberinya kabar lagi. Zaki pikir mungkin Viny tidak jadi ke London dan itu bukan sebuah masalah. Di Cafe sendiri ia tidak melihat batang hidung Wisnu, ia sempat bertanya kepada temannya yang juga bekerja disana, namun mereka tidak tahu.

Setelah selesai, ia bergegas pergi menuju flatnya agar bisa bermain PS dengan Lakhsan. Namun saat diperjalanan, ia melihat seorang perempuan sedang menunggu lampu hijau tanda menyebrang menyala dan setelah tahu siapa ia langsung menghampirinya.

"Hey!" sapa Zaki.

"Eh, Hey Zaki. Apa kabar ?" tanya Naomi.

"Biasa ajah, kamu ?"

"Hmm, sama. Biasa ajah."

Naomi tentunya belum tahu bahwa Zaki adalah pacarnya Veranda karena memang mereka berdua sengaja merahasiakannya. Tapi Veranda tidak tahu bahwa Naomi mencintai Zaki dan tepat beberapa bulan yang lalu, Zaki sukses mematahkan hatinya. Tapi, kini, Naomi sudah memaafkannya dan mencoba melupakannya, namun ia kembali bertemu dengan seseorang yang coba ia lupakan.

"Sendiri ajah ?" tanya Naomi.

"Iya, barusan dari Cafe deket sini buat ngerjain tugas."

Zaki melihat Naomi semakin cantik setelah mereka terakhir kali bertemu. Dengan pakaian musim dingin dan jaket tebal yang membebat seluruh tubuhnya, Zaki mengakui selera fashion Naomi memang bagus, tetapi ia cepat menyadari bahwa teman satu flat Naomi adalah pacarnya.

"Kamu belum makan ? Makan yuk, kebetulan aku belum makan." ajak Zaki.

Naomi hanya tersenyum. "Maaf aku udah ada janji sama seseorang." Naomi menolak dengan halus.

"Hmm, begitu, yaudah aku pulang dulu." kata Zaki lalu berbalik dan berjalan menuju flatnya.

***

Naomi hanya menghela nafas ketika ia berbohong kepada Zaki, ia tentu sangat ini makan bersama Zaki namun entah kenapa hati kecilnya menolak dirinya untuk bersama Zaki. Naomi tahu Zaki tidak mencintainya, namun sebaliknya, Naomi yang mencintainya. Ia sudah mencoba melupakannya, namun tak bisa.

"Yah, Zaki, sayangnya, aku masih cinta sama kamu." batin Naomi dalam hati, lalu ia juga berjalan kembali ke flatnya.

***

"Anjir, boleh juga rumah lu." kata Valdy.

Mereka sudah sampai di rumah Wisnu yang Valdy tidak ketahui dimana letaknya, lamun Wisnu berkata ini berada di daerah Covent Garden. Rumah Wisnu sendiri memiliki 3 kamar, 2 kamar mandi, dan tentunya lantai dan dinding.

"Hahaha, yaudah lu pergi beres-beres sana abis itu gue ajak lu ke cafe gue deh. Trafalgar Square besok ajah, males gue kalau hari ini." ujar Wisnu.

Setelah selesai berganti pakaian, Valdy dan Wisnu pergi ke cafe dengan berjalan kaki karena letaknya memang tidak jauh. Valdy melihat cafe Wisnu sebagai cafe pada umumnya, namun ini terlalu bagus untuk dimiliki orang yang berpaspor Indonesia.

"Yo, masuk, lu mau minum apa ntar gue buatin deh." ajak Wisnu.

Setelah dibuatkan minum, Valdy dan Wisnu mengobrol santai sampai seorang teman Zaki yang bekerja datang menghampiri.

"Eh, tadi ada temen lu tuh kesini nanyain lu. Dia ngerjain tugas disini gitu." kata temannya.

"Hah siapa ?"

"Yang tinggi itu, ah gue lupa namanya pokoknya dia nyariin lu, kayanya penting gitu." jawab temannya.

Valdy mencoba memikirkan kalimat "yang tinggi itu." Zaki memang tumbuh tinggi, namun mengingat rata-rata orang Eropa tinggi membuat Valdy beranggapan bahwa orang yang di maksud bukan Zaki.

"Oalah si kampret, yaudah gue ntar temuin dia. Makasih ya!" kata Wisnu kepada temannya, lalu ia menoleh ke arah Valdy. "Gimana lu ke tempat flat temen gue ?"

Valdy hanya mengangguk.

***

Jakarta, Indonesia

"Sayang, aku pulang dulu ya ke London." kata Adam lalu mencium kening Shania.

"Hmm, iya, hati-hati ya, paspor, tiket, dompet apa semua udah ?" tanya Shania.

Adam mengusap rambut Shania. "Udah kok tenang ajah."

"Kapan kamu kesini lagi ?" tanya Shania sambil memegang tangan Adam.

"Pas kamu udah di Prancis, aku bakal temuin kamu ya."

"Doain ajah semoga dapet beasiswa-nya ya sayang! Yaudah sana cepetan." Shania mendorong pelan Adam.

"Oke, bye!" seru Adam lalu mengeret kopernya.

Shania melihat punggung pacarnya itu sambil tersenyum. Ia berpikir bahwa Adam adalah sosok yang hebat. Ia pintar, baik, dan mudah bergaul dengan siapapun. Dan ia pikir bahwa kembali kedalam pelukan Adam bukan sesuatu yang salah dan justru ia senang.

Di mobil yang ia kemudikan, ia hanya ditemani suara penyiar yang sedang memberikan informasi tentang konser Coldplay di Jakarta nanti. Lalu setelah itu, penyiar radio itu membacakan mention dari twitter yang masuk lalu membacakannya dan memberikan solusinya.

"Ini pertanyaannya bagus deh, kebetulan aku juga lagi mengalaminya. Dia gak mau disebut namanya, yaudah kita langsung ke pertanyaannya ya!"

Shania sambil memerhatikan jalanan juga ia menyimak pertanyaan yang akan disampaikan penyiar itu. "Bagaimana sih mengatasi rasa rindu yang amat mendalam kepada seseorang yang begitu saja pergi tanpa sebab dan kabar ?"

Shania langsung membesarkan sedikit volume radionya dan kembali menyimak jawaban dari penyiar. "Hahaha, gimana ya ? mungkin kita harus melupakannya secara paksa ? seperti membuang dan melenyapkan apapun yang pernah ia berikan kepada kita ? Itu salah besar karena itu tak akan membuat kamu lupa, justru itu akan terus membuatmu ingat terus tentangnya. Solusi terbaik mungkin mencari orang yang baru yang bisa menggeser dia dari hatimu. Mungkin terdegar jahat, namun memang harus bertindak jahat jika ingin lepas dari rasa rindu yang menyakitkan itu. Bener kan ?"

Shania justru kembali ingin melanjutkan pertanyaannya. "Oke kak, orangnya sudah hilang, namun bayangan tentangnya belum hilang. Bagaimana menghapusnya ?"

Shania tentu saat berpacaran bersama Adam masih memikirkan Zaki, namun memang benar, Adam mulai bisa menggeser Zaki dari hatinya. Saat ini, Zaki memang brengsek pergi tanpa berkabar namun ia juga mengerti pada saat itu mereka belum berpacaran, Zaki mau pergi kemanapun bukan urusannya.

Namun, rasa cinta tak tentu harus berbuah menjadi status "berpacaran." pikir Shania.

Jadi selama ia masih mencintai Zaki, selama itu pula ia terus merindukan laki-laki brengsek itu sampai rasa cinta dan sabarnya benar-benar habis. Shania berharap Adam membuatnya habis.

***

Wisnu mengetuk pintu flat temannya namun tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Namun tak lama kemudian pintu itu terbuka dan mereka berdua melihat seorang laki-laki India muncul dengan muka kusut dan mata merah.

"Hmm, Hey, Ada apa Wisnu ?" tanya Lakhsan sambil mengusap matanya. Ia terlihat baru bangun tidur.

"Tidak ada apa-apa, hanya ingin berkunjung, eh perkenalkan ini temanku, Valdy, dia datang dari Indonesia."

"Valdy."
"Lakhsan."

Setelah mereka berjabat tangan, Lakhsan mempersilahkan keduanya masuk. Flat ini terlihat sempit namun padat akan ruangan dan berlantai dua. Terdiri dari 3 kamar tidur, 1 ruang TV, Ruang makan, dapur, namun hanya memiliki satu kamar mandi, dengan tangga kayu yang menempel pada dinding membuat kesannya minimalis.

Valdy melihat selain Lakhsan ada seorang laki-laki yang duduk membaca buku.

"Hoy, Damien, ada tamu!" seru Lakhsan lalu mematikan PS-nya.

"Eh Wisnu, apa kabar ?" tanya Damien.

"Baik, eh ini temanku dari Indonesia." kata Wisnu.

Damien bangkit dari duduknya lalu menghampiri Valdy. "Damien, dari Prancis, salam kenal!"

Valdy mengangkat alisnya. "De France ? Je peux parler francais!"

Damien tersenyum "Ah bon ? Je suis tellement heureux de recontrer la personne qui peut parler francais."

Wisnu bingung dengan mereka berdua berbicara dengan bahasa aneh. Setelah itu Wisnu melihat Damien dan Valdy sedang membicarakan sebuah buku yang tebalnya minta ampun. Wisnu kenal dengan Damien karena mereka sempat bersebelahan menyaksikan laga Arsenal di Emirates Stadium. Mengetahui bahwa yang duduk di sebelahnya adalah koki terkenal di London membuatnya tak boleh melewatkan kesempatan berkenalan. Namun Damien lebih terkejut lagi ketika mendengar bahwa Wisnu adalah pemilik cafe yang terkenal di London.

Namun ia tak melihat Zaki disini. Mungkin Wisnu bisa mengenalkan Valdy kepada Zaki yang mungkin mereka berdua akan akrab.

Wisnu menghampiri Lakhsan. "Hey, mengapa kau mematikan PS mu ? Ayo main kembali denganku, kalah push-up 50x!"

***

Zaki tentu sudah menahan lapar ketika berjalan dengan Naomi tadi, namun sayangnya Naomi menolaknya walaupun ia sudah ada rezeki lebih dari penghasilannya bekerja di Mang Adat. Dengan perut keroncongan Zaki berjalan ke flatnya. Zaki memilih menabung uang itu dan makan di flatnya karena Damien sedang tidak ada shift hari ini sehingga meja makan pasti penuh dengan makanan lezat yang dibuat Damien.

Setelah sampai di daun pintu, ia mendengar sayup-sayup suara ramai di flatnya. Ia pikir mungkin ada Wisnu karena memang Wisnu terbilang sering ke flatnya hanya untuk bermain PS dengan Lakhsan. Lalu ia dengan cepat memasukan kartu sebagai akses masuk dan membukanya pelan.

Benar, ada Wisnu yang sedang bermain PS, namun ia melihat Damien sedang mengobrol dengan seseorang...

Zaki langsung terdiam sementara orang itu melihatnya dengan tatapan terkejut....

"Verdammnt!" gerutu Zaki sambil tersenyum.

To Be Continued

Read more ...

Standupwrongway Fanfict JKT48 : Unreachable 2 (Part 5)

Thursday 5 November 2015
Un semaine plus tard
Jakarta, Indonesia

"Kamu lagi dimana ?" tanya seseorang dikejauhan.

"Di kereta, lagi di jalan pulang." jawab Shania sambil memerhatikan sekelilingnya, kereta hari ini tidak terlalu penuh dan itu membuat Shania tenang.

"Hati-hati ya." kata Adam. "Eh ngomong-ngomong, beneran mau kuliah di Prancis ?"

Shania tersenyum. "Iya, di Paris tepatnya, kamu bisa bantu aku kan ?"

"Bisa kok, apa sih yang gak buat kamu."

Adam dan Shania sering kali berhubungan lewat telepon atau pun skype. Terkadang Adam yang pertama kali menelepon, kadang juga Shania yang pertama kali menelepon.

"Kenapa gak ke London ajah ? Kan ada aku. Hehe." ujar Adam.

"Mau juga sih ke London, tapi untuk saat ini ya aku mau belajar di Paris, hehe." jawab Shania. Ia kagum dengan kota London seperti yang digambarkan Sanzack di blognya, namun entah kenapa ia memilih Paris. Shania hanya memiliki gambaran kota itu hanya sekedar Menara Eiffel dan Museum Louvre. Namun, Shania merasa bahwa Zaki ada disana.

"Kalau ke London menurut aku biaya hidupnya lebih murah daripada Paris dan di London pun ada aku, jadinya kalau kamu kesulitan aku siap bantu." kata Adam. "Di London juga banyak kok yang keren-keren."

Shania hanya tersenyum tipis ketika mendengar Adam gencar mempromosikan ini itu tentang London dan sebenarnya ia sudah tahu apa yang dijelaskan oleh Adam dari blog Sanzack. Kamu kalah cepet, Dam!

"Entar deh aku pilih-pilih lagi antara dua itu, yaudah deh aku udah sampai stasiun. Bye!" Shania merasa tidak enak memutuskan sambungan itu padahal yang pertama kali menelepon adalah Adam, ia memang selalu merasa bersalah ketika menutup duluan telepon orang yang telah menelepon ia duluan, itu tidak sopan. Menurut Shania, orang yang menelepon lah yang bisa mengatur kapan ia mau mengakhiri sambungan itu.

Ketika ia sampai di rumah, Shania langsung duduk di ruang tamu dan membuka handphonenya, banyaknya notifikasi sosmed yang ia terima dari twitter hingga instagram. Tak lama kemudian notifikasi Line berbunyi, dari grup yang tak bernama.

zamish : quelqu'un ici ?
shanju : Oui, je suis ici!
arraufar : jangan sok prancis disini!
zamish : diem lo orang jepang!
arraufar : cuman kita bertiga kayaknya disini, enaknya bahas apa ya ?
shanju : hmm, entahlah.
lordalex : i'm here.
arraufar : jadi berempat.
zamish : oh iya Alex, lu sekarang tinggal dimana ? gue denger orang tua lu pindah rumah.
lordalex : oke gue kasih tau ya, tapi kalian jangan bilang boong!

Shania yakin Valdy dan Arraufar penasaran dengan keberadaan Alex dan menganggap itu adalah major secret. Shania berpikir itu tidak penting, yang paling penting dari segalanya adalah keberadaan Zaki, memastikan bahwa laki-laki itu masih hidup dan itu cukup membuatnya senang walaupun Zaki sudah bersama perempuan lain.

arraufar : ya
lordalex : gue sekeluarga pindah ke Manchester
zamish : anjing! pantesan gak ada jejak disini, keren juga
arraufar : sekarang lu lagi ada dimana ?
lordalex : gue lagi jalan-jalan ke London sama pacar gue.
arraufar : wah udah punya pacar juga lu.
lordalex : iya, dia orang slovak.
mhmdtaufan : wah cewek slovak banyak nih di video gue.
zamish : masalah bokep ajah cepet lu!

Shania hanya tertawa melihat percakapan di grup tanpa nama ini. Iya, grup itu seakan moodbooster bagi Shania.

shanju : lagi dimana lex ?
lordalex : Leicester Square
shanju : wah pusat perbelanjaan gitu ya ?
lordalex : iya, tapi gue gak belanja Shan disini, cuman jalan-jalan doang.
shanju : oh begitu.
arraufar : bilang ajah di Inggris lu jadi orang kelas bawah!
lordalex : kampret, ya enggalah!
lordalex : ngomong-ngomong, kalian tau blog sanzack gak ?
shanju : GUE TAU BANGET! GUE SERING BACAAAA!!!!
lordalex : iya, gue juga suka baca. Puisinya paling gue suka. Nusuk! Dia terkenal disini, tapi semua orang gak tau dia itu sebenarnya siapa.
arraufar : sanzack ? gue gak tau.
shanju : lu harus tau!

Entah kenapa ia merasa senang ketika di grup ini membicarakan blognya Sanzack, Alex mengshare link artikel favoritnya di blog itu, Shania pun juga. Sementara Arraufar hanya sekarang "wah bagus" "wah keren juga" dan banyak lagi, sementara Valdy, sepupunya, tidak muncul lagi.

"Shania, makan dulu." kata Ibunya dan kata-kata itu membuatnya berhenti memegang handphone dan meletakannya di meja.

"I'm coming!"

Shania senang ketika tadi membicarakan Sanzack dengan Alex.

Kapan-kapan kita obrolin Sanzack lagi ya, Lex!


***

lordalex : ngomong-ngomong, lu tau blog Sanzack gak ?
shanju : GUE TAU BANGET! GUE SERING BACA!!!

Valdy terkejut membacanya.

Namun setelahnya ia tertawa.

Memang kalau jodoh gak pernah kemana-mana!

***

Beberapa tahun yang lalu

Valdy sedang menjaga gawangnya agar tidak kebobolan sementara sahabatnya sedang bertugas sebagai seorang yang harus menceploskan bola ke gawang lawan. Mereka berdua sedang bermain di lapangan sekolah seusai pulang sekolah dan sedang melawan kelas lain dan bertaruh yang kalah akan membelikan botol minum berjumlah 7. Valdy tentu tidak akan melewatkan kesempatan ini, selain uang jajannya habis untuk membayar kas kelas ia sangat haus siang itu sehingga tak ada pilihan lain menerima ajakan Encep, KM kelas VII-B.

Mereka berdua saat itu masih SMP, tinggi mereka masih dibawah 160 cm, dan mereka adalah siswa yang sangat-sangat tidak populer, berbeda dengan seorang perempuan manis yang sedang menunggu mereka berdua, Shani Indira, ia adalah perempuan yang sangat populer, cantik, baik, dan pintar cukup menjadi modal untuk populer di sekolah yang populer.

Setelah bermain dan kelas mereka menang, Zaki menghampiri Shani yang sedang membaca buku. "Mau minum gak ?"

Shani tersenyum. "Iya mau." tangannya meraih botol yang diberikan Zaki.

"Pulang ?" tanya Valdy.

"Okelah, kasihan dia udah nunggu kita berdua." kata Zaki.

Valdy, Zaki dan Shani sering pulang bersama menaiki BRT karena selain saling mengenal, jalan pulang mereka bertiga pun searah. Shani berjalan di tengah-tengah dua laki-laki yang tidak populer itu sehingga ia terlihat seperti perempuan yang dijaga oleh bodyguard pribadi.

Zaki berhenti ketika melihat sebuah poster yang tertempel di dinding. "Wah, liat Dy, ada DJ Agus, Deddycation, Rashmishguy. Nama DJ keren-keren yak!"

"Iya, keren." kata Valdy yang langsung melanjutkan jalan.

Zaki hanya melamun memikirkan nama apa yang bagus jika dirinya menjadi DJ. Shani yang melihat temannya ini bertingkah aneh langsung menepuknya. "Kamu kenapa ? komat-kamit sendiri!"

"Eh.." Zaki kaget. "Indira, bagusnya kalau aku jadi DJ nama panggungnya apa ya ?"

Shani melihat keatas langit yang berwarna jingga. "Super Jhon!"

Zaki menggeleng. "Itu motor ayah aku!"

"Kalau gue jadi DJ ya, gue bakal ngasih nama panggung gue Zamish. Keren juga."

"Wah bagus tuh, Val." kata Shani.

Zaki berfikir keras agar dirinya juga di puji oleh Shani. Namun nama-nama yang dipikirkannya sangat buruk saat itu.

Valdy membaca situasi. "Kalau buat lu Zak, menurut gue bagusnya Sanzack deh."

Zaki tersenyum mendengarnya. "Keren juga, dari mana lu kepikiran nama itu ?

"Ichsan Zaki. San dan Zak. Gue ngambil dari suku kata terakhir nama depan lu dan suku kata pertama dari nama kedua lu. Simply." kata Valdy.

Akhirnya, tercetuslah nama Sanzack, nama panggung gadungan yang dibuat Valdy untuk sahabatnya itu. Padahal nama itu sungguh tidak menarik menurut Valdy secara pribadi.

***

Valdy dengan cepat langsung membuka link yang dikirim Shania dan Alex dan membacanya. Keren juga puisinya dan si kampret itu ada di London. Pikir Valdy. Tanpa membuang waktu Valdy langsung mengeruk isi blognya agar mendapat alamat email Sanzack.

"Duh!!!" Valdy terus mengeruk isi blognya ditemani kecepatan internet di Indonesia.

Tak lama kemudian ia menemukannya dan merasa sangat senang!

Dan apa selanjutnya ? Gue harus apakan orang yang telah menghilang berbulan-bulan ini ?

***

London, UK

Wisnu berjalan mengantarkan Zaki ke tempat kerja barunya. Ini janjinya kepada Zaki dan mau tak mau harus ditepati. Namun ada satu hal yang membuat Wisnu ingin bertanya-tanya.

"Lu sama Veranda waktu seminggu yang lalu jalan-jalan di Trafalgar Square ya ?" tanya Wisnu.

"Hmm, iya. Lu liat kita berdua ?" tanya Zaki.

Wisnu mengangkat bahunya. "Ya, gue liat kalian lagi menertawakan sesuatu di handphone, gue waktu itu mau nyamperin lu berdua tapi ya begitulah." kata Wisnu berhenti sejenak. "Takut ganggu."

"Ya gak lah, kecuali kalau gue gak kenal lu nah itu baru ngeganggu." kata Zaki yang hanya dibalas tepukan oleh teman disampingnya,

Mereka berdua sampai di taman yang terletak di Fulham, dekat stadion Stamford Bridge.

"Terus ngapain kita di taman ini ?" tanya Zaki bingung.

"Liat." jari telunjuk Wisnu mengarahkan Zaki ke sebuah foodtruck yang terletak diujung taman. "Nah, kita kesana dulu."

Zaki mengikuti Wisnu dari belakang, kedua tangannya dimasukkan kedalam saku long jacket karena udaranya sangat dingin. Ia melihat sepasang kekasih yang duduk sambil bercengkrama, anak kecil yang sedang kejar-kejaran dan antrian panjang di food truck yang ditunjuk Wisnu tadi.

"Here we go." kata Wisnu langsung masuk ke dalam foodtruck itu dan Zaki menunggu di luar.

Terdengar Wisnu sedang berbicara dengan salah seorang di dalam foodtruck itu dan tak lama kemudian Wisnu keluar bersama....

"Waduh! Mang Adat ternyata di London, aduh pantes ajah saya cari-cari di taman udah gak jualan lagi." Zaki langsung menjabat erat tangan Mang Adat. Ia tak menduga bisa bertemu dengan Mang Adat yang selalu menjadi langganannya ketika mau beli siomay.

Mang Adat menepuk pundak Zaki seraya tersenyum. "Ya biasalah, keluar dari comfort zone."

"Oh Mang Adat udah kenal sama Zaki ?" tanya Wisnu.

"Iya kenal lah, waktu di Indo dia kan suka beli siomay di saya." jawab Mang Adat. "Eh duduk dulu lah."

Zaki berpikir ia akan bekerja untuk Mang Adat, itu terdengar bagus menurut Zaki.

"Kata Wisnu, Zaki kekurangan uang ya disini jadinya mau cari kerja ? Kebetulan saya lagi butuh satu orang lagi buat jadi asisten koki nemenin saya."

"Iya hehehe." ucap Zaki sambil menginjak kaki Wisnu. "Masalah kekurangan uang, jangan lu sebutin juga dong ah, gimana sih."

"Hahahaha." Wisnu hanya tertawa. "Jadi gini, lu kerja disini jadi asisten koki, ntar selanjutnya diajarin sama Mang Adat. Tapi lu kan nyari kerja part-time jadinya Mang Adat minta lu kerjanya di sabtu-minggu ajah dan gajinya 7 euro perjam. Gimana ?"

Zaki semangat mendengar gajinya, namun sabtu dan minggu adalah hari santainya. Namun ia sangat bersedia merelakan waktu liburnya untuk bekerja dengan Mang Adat, karena mereka sudah saling kenal.

"Boleh deh." kata Zaki.

Mang Adat lalu menjelaskan dengan siapa Zaki akan bekerja dan bagaimana nantinya suasana saat kerja. Zaki dituntut cepat karena memang siomaynya menjadi favorit se-London Barat dan menurut Mang Adat yang paling ramai adalah di sabtu dan minggu. Setelah menjelaskan semuanya, Mang Adat mulai bercerita bahwa awal kepindahannya ke London karena dirinya mencoba mencari kehidupan yang lebih baik lagi dan kebetulan anaknya yang berkuliah di London menyarankan untuk membuka usaha disini.

Dengan modal dari Indonesia, ia sekeluarga pindah ke London dan membeli sebuah flat dan sebuah food truck. Lalu agar tidak bekerja sendirian, anaknya membantu membuat lowongan kerja di sebuah forum dan didapatkannya lah dua orang untuk membantu Mang Adat dalam bekerja, sampai sekarang.

Setelah bercerita, Zaki dan Wisnu pamit.

"Nanti Jum'at ke rumah saya ya, nanti saya ajarin sesuatu." kata Mang Adat seusai bersalaman dengan Zaki.

"Iya, siap!"

Zaki dan Wisnu bergerak menuju tujuan masing-masing.

"Lu mau kemana abis ini ?" tanya Wisnu sebelum mereka berpisah.

"Pulang lah." jawab Zaki. "Makasih ya Wisnu udah bantu gue, gue gak tau mau bales pake apa."

"Ah gak apa-apa kok, sesama warga Indonesia disini haruslah saling membantu. Oke gue balik ke kafe dulu, rasanya gak enak kalau gak ngebantu anak buah gue disana." Wisnu berjalan ke arah halte terdekat.

Zaki berpikir untuk pulang saja namun tak lama kemudian nada dering handphone-mya berbunyi, ia segera mengangkatnya begitu tahu nama yang muncul di layarnya.

"Halo.... Iya, aku lagi sendirian kenapa ?...... Oh oke, ketemuan dimana nih ?..... Ya sudah, aku kesana.... Jangan terlalu cantik ya, entar aku makin sayang... Ya aku sih udah ganteng dari dulu... Udah dulu ya, aku mau jalan dulu., Bye..."

Zaki memasukan kembali handphone-nya ke saku, lalu ada sebuah email yang masuk namun ia tak memperdulikannya dan berjalan menuju tempat pertemuannya.

***

Bandung

Valdy terus menunggu balasan dari Zaki yang ia kirimkan. Meminum cangkir kopi keduanya di hari ini sambil menyelesaikan beberapa tugas agar dikumpulkan tepat waktu dan bisa santai untuk pergi ke Jakarta bertemu sepupunya yang meminta bertemu.

Ia berfikir bahwa mungkin Sanzack bukan Zaki karena tulisan di blognya terlalu bagus untuk ukuran temannya itu, tapi mengingat masa lalunya pernah mencetuskan nama Sanzack untuk Zaki itu menguatkan fakta yang ada bahwa Sanzack itu Zaki.

Untuk saat ini, lebih baik ia merahasiakan ini semua, demi semua temannya, dan juga Shania.

***

Zaki merebahkan dirinya di ranjang yang empuk, setelah seharian berjalan-jalan dengan Veranda. Setelah kejadian itu, mereka berdua resmi berpacaran. Entah siapa yang meresmikannya, mereka berdua pun tidak meresmikannya, hanya keadaan yang meresmikannya.

Ia memandangi laptop dan terpincut untuk mengupdate blognya, menceritakan musim dingin yang menyebalkan baginya.

Zaki menulis ditemani oleh suara tembakan karena Lakhsan sedang bermain GTA V dibawah dengan volume yang besar dan itu sama sekali tidak membuatnya terganggu, bahkan suara tembakan itu bisa memberikan inspirasi ketika buntu ditengah jalan.

Setelah menulis dan memostingnya, Zaki lalu merebahka dirinya lagi sambil membuka handphone-nya. Ia juga ingat ada sebuah email yang tidak ia buka tadi, menurutnya email tidak penting namun apa salahnya tidak dibuka.

Selasa, 08 Desember

From : Vienny Fitrilya

To : Ichsan Zaki

Subject : Kamu kemana ajah ?

Ternyata setelah sekian lama, aku baca blogmu dan ternyata kamu ada di London. Teman-teman disini bertanya-tanya terus tentang kamu. Aku tau tujuan kamu merahasiakan ini semua. Jadi balas email ini atau aku kasih tau ke semuanya bahwa kamu di London ?

Zaki terdiam membacanya. Akhirnya Viny, salah satu teman baiknya tau keberadannya.

Lalu pikiran Zaki melayang kembali kepada seseorang yang sekian lama tak pernah hinggap di kepalanya. Ia pernah terpikir untuk menjadi kurang ajar dan melupakan perempuan itu. Setelah ada Veranda pun, peluang Zaki terbuka lebar untuk melupakannya. Namun email ini, mengawali semua keresahannya yang selalu timbul tatkala angin malam berhembus.

Hmm, Shania, Apa kabar ?


***

Valdy langsung menatap layar MacBook-nya ketika ada sebuah email masuk, ia tersenyum licik ketika membaca balasan email dari Zaki.

Selasa, 08 Desember

From : Ichsan Zaki

To : Vienny Fitrilya

Subject : Re: (none)

Ya, aku bales deh Viny. Susah buat jelasin kenapa aku diam-diam pergi ke London tanpa sepengetahuan kamu dan lainnya. Di satu sisi aku mau banget kuliah disini, sementara di satu sisi aku berat meninggalkan Shania. Kalau boleh tau, Shania kabarnya gimana ?

Valdy memang sengaja meminjam email Viny karena ia tau Zaki dulu pernah suka ke Viny, ia sengaja menggunakan email pacarnya karena ini akan menjadi peluang mengeruk informasi bagaimana Zaki sekarang, apakah ia sudah mempunyai pacar atau belum, apakah Zaki disana sejahtera atau jatuh miskin menjadi gelandang. Who knows ?

Valdy berfikir, jika ia menggunakan email pribadinya sudah pasti Zaki tak akan membalasnya.

Tangannya mulai mengetik keyboard, satu persatu huruf ia rangkai menjadi kalimat....

Selasa, 08 Desember

From : Vienny Fitrilya

To : Ichsan Zaki

Subject : We've to meet.

Kalau mau tau keadaan Shania sekarang, kayaknya kita harus ketemuan deh. Ntar deh aku cari tiket one-way ke London dan aku mau cerita sesuatu ke kamu, aku udah putus sama Valdy dan aku butuh teman curhat. Ya ?

***

Zaki tidak percaya apa yang dibacanya, Viny sudah putus dengan Valdy dan Viny memintanya untuk bertemu. Zaki adalah laki-laki yang mau bersedia mendengar curahan hati perempuan, ia terbuka dan sangat handal memberi saran.

Ia langsung membalas email itu untuk meminta Viny memeberitahu jadwal keberangkatannya dari Jakarta dan Zaki akan dengan senang hati menjemputnya menggunakan mobil Damien. Zaki bisa meminjam dengan leluasa mobil Damien sekarang karena entah kenapa teman satu flatnya itu menjadi merakyat pergi kerja, kencan, dan menghadiri acara menggunakan bis atau tube. 

Zaki lalu meletakkan handphonenya disebelah laptop, mengambil handuk, dan pergi mandi.

***

Ketika kau bertanya kapan harus berhenti merindukanmu
Ketika kau bertanya kapan harus berhenti memikirkanmu
Ketika kau bertanya kapan harus melupakanmu

Jawabannya mungkin hanya satu atau kau boleh tambahkan sendiri..

Dengan mencintai seseorang yang baru...

Shania membaca kalimat pembukaan postingan baru blog Sanzack, lalu disusul cerita tentang Sanzack yang bertemu seseorang yang baru. Orang baru yang diceritakan Sanzack itu ia deskripsikan sebagai perempuan yang tinggi, cantik, dan enak dilihat. Dan perempuan yang tadi Sanzack deskripsikan sukses membuatnya melupakan orang yang selama ini ia rindukan.

Terdengar jahat, pikir Shania. Ketika sedang merindukan seseorang dan kau begitu cepat melupakannya ketika ada seseorang yang baru yang muncul di hidupmu. Namun Shania memaklumi, 7 bulan sudah blog Sanzack diisi oleh celotehan akan rindu. Sanzack selalu merindukan seseorang, sama sepertinya dirinya yang juga merindukan seseorang. Sanzack mungkin sudah lelah merindukan seseorang yang barang tentu belum merindukannya juga, sama seperti dirinya.

Shania teringat salah satu puisi yang Sanzack buat dan merupakan salah satu favoritnya.

Tuk cahaya nan merantau disana
Patut tak kini ku telah mencinta
Layaknya inang bertemu perapian
Menyatu tuk menghabiskan salah satunya

Arteri bersenandung tak kunjung rampung
Senyumanmu yang menjunjung
Buat ku patut tuk melampauinya
Ku layaknya rembulan yang menghanyutkan suasana

Dimanakah kau berada
Ku disini untuk bertemu
Tatkala tembok saja memisahkan embun dan daun
Salam hangat rindu yang ku puja...

Namun puisi itu akan menjadi abu jika ada seseorang yang baru yang muncul di kehidupan kita. Shania memejamkan mata lalu berpikir siapa orang baru yang menghiasi hidupnya hari demi hari, rela mengorbankan waktunya untuk menghubunginya, dan selalu bertanya kabar tentang dirinya. Itu mungkin hanya bentuk perhatian kecil, namun itu besar bagi Shania. Ketika merindukan seseorang, pastilah kita tak tahu apakah orang itu merindukan kita lagi. Perhatian kecil dari seseorang akan menjadi besar, tak peduli itu siapa.

Karena yang biasanya peduli kepadamu kini hanya bisa dirindukan keberadaannya.

Handphone-nya berbunyi, nada deringnya mengalun sadis membuat Shania membuka matanya lagi, di depannya layar laptopnya masih ada postingan Sanzack, namun ia melirik layar handphone-nya dan tersenyum melihat nama yang muncul dilayar.

"Halo, Adam, ada apa ?"

To be continued
Read more ...