Pages

Standupwrongway Fanfict JKT48 : Unreachable (Part 1)

Friday 10 July 2015
Di pagi hari yang tidak terlalu indah, gue berjalan di koridor kelas XI dengan rasa malas, kelas gue terletak di paling ujung tepatnya di kelas XI-10 yang merupakan kelas yang berisikan anak-anak yang aneh namun keanehan mereka berbuah buruknya citra kelas kita dimata kelas lain, terutama kelas XI-1 yang berisikan anak-anak yang rajin, disiplin, dan pintar cari muka ke guru. Perbedaan yang sangat jauh antara kelas XI-1 dan XI-10.

"Semangat Zaki! Hari ini hari terakhir UAS!" Kata Viny sambil tersenyum,Viny ini adalah Sekretaris di kelas gue yang mempunyai senyum yang sangat sangat manis. Gue sendiri adalah Ketua Murid di kelas absurd ini dan gara-gara senyuman Viny gue jadi semangat.

"Hehe iya. Makasih Vin." Kata gue.

"Lu belajar gak semalam ? Gue malah disuruh pergi beli pembalut sama Nyokap jadinya gak belajar." Kata Taufan sambil menepuk bahu gue, apa hubungannya gak belajar sama beli pembalut.

"Valdy, lu kemarin belajar gak ?" Tanya gue ke Valdy, Wakil KM di kelas ini yang selalu membaca novel dan selalu tidak peduli apa yang ada disekitarnya, tapi Valdy ini adalah sahabat gue dari SD sampai sekarang.

"Engga." Jawab Valdy singkat, padat, dan menyakitkan.

"Pagi, Viny!" Kata Alex, teman gue yang suka banget sama Viny tapi sayangnya Viny lebih menyukai Valdy ketimbang Alex, tapi lagi-lagi Viny selalu dicuekin sama Valdy yang sibuk dengan novelnya.

"Apaan sih lu!" Viny langsung pergi menjauhi Alex.

"Pagi-pagi udah ribut ajah ah!" Kata Sinka yang merupakan Bendaraha kelas ini. Sementara dari kejauhan gue melihat Yuvia sedang serius belajar sedangkan Arraufar sedang asyik memainkan resleting celananya.

Nama gue Ichsan Zaki, teman-teman gue biasa memanggil gue Zaki karena disekolah ini ada beberapa orang yang namanya mirip dengan nama depan gue. Gue di sekolah ini pun lumayan dikenal karena persaingan gue dengan Ketua OSIS di sekolah, Shania Junianatha, Ia mempunyai pacar yang bernama Zildjian yang menjabat Wakil Ketua OSIS. Waktu kelas X pun gue dan Shania bersaing dalam hal belajar dan akhirnya diakhir semester gue selalu menang melawan Shania.

Sehabis UAS kami pun berpesta layaknya sudah lulus dari SMA.

"Mau kemana nih semua ?" Tanya Arraufar.

"Ke mall ajah sih, sayang." Jawab Yuvia, oh gue lupa ternyata Yuvia ini adalah pacarnya Arraufar.

"Yaudah ke mall ajah makan-makan, katanya si Alex nraktir." Kata gue semangat.

"Kampret lu, gue lagi bokek!" Seru Alex sambil memukul kepala gue.

Kami semua pun langsung pergi menggunakan MRT karena gue gak bawa sepeda ke sekolah, kelas gue mempunyai peraturan misalnya kalau sedang mid-test atau sedang UAS kami semua sekelas dilarang menggunakan sepeda, ini peraturan yang dibuat Viny dan Sinka dan gue gak tau tujuannya apa.

Sesampainya di mall kami semua langsung menuju restoran dan memesan makanan.

"Eh katanya 2 minggu lagi ada festival budaya ya di sekolah ?" Tanya Yuvia sambil memakan kentang goreng.

"Iya kayaknya, kan tahun lalu juga begitu." Jawab Sinka, Festival Budaya ? Ini adalah momen tepat memperbaiki citra kelas gue yang buruk.

"Gue gak punya rencana mau berbuat apa gue di Festival itu nanti." Kata Alex sambil mengupil. Alex memang tidak punya otak untuk berpikir.

Gue terus melamun memikirkan si Ketua OSIS itu, entah kenapa pada saat ini gue mikirin dia.

"Tumben lu gak ngoceh Zak ? Ada apa ?" Tanya Taufan sambil menepuk pundak gue, lamunan gue buyar.

"Oh engga, gue cuman lagi mikirin Festival Budaya." Kata gue berbohong.

Makanan pun telah sampai akhirnya kami semua makan dengan kesunyian tingkat tinggi dan setelah semua selesai kami pun lanjut mengobrol sebentar seputar masalah di sekolah dari murid.

"Eh gue yang bayar ya semuanya, kebetulan gue lagi baik." Kata Arraufar. Semua terlihat bahagia, tentunya Arraufar harus membayar ini semua karena diantara kami semua dia lah yang hidupnya paling makmur.

Setelah itu kami semua pun pulang menggunakan MRT dan turun di stasiun yang berbeda, gue turun di stasiun yang sama dengan Valdy dan Viny karena rumah gue berdekatan sama Valdy dan Viny.

Malamnya gue sibuk menatap laptop dan tiba-tiba handphone gue bergetar getar.

"Hoy, Ketua Murid, Apa kabar lu ? Ngomongin Festival Budaya, kelas lu yakin bisa sebagus kelas gue nanti ?" Tanya Shania tiba-tiba ngeline gue. Belagu banget.

"Hmm, gimana ya, gue sih gak terlalu yakin cuman teman-teman gue pada yakin bisa." Balas gue

"Haha yakin ? Dengan kemampuan otak anak-anak kelas lu ?" Tanya Shania lagi, sombong banget nih cewek padahal gue akuin nih cewek cantik.

"Yakin deh yakin." Balas gue dengan rasa malas.

"Gimana kalau kita taruhan ?" Shania mengajak gue taruhan, nah ini yang mengembalikan semangat gue dari rasa malas.

"Gimana.. Gimana... ?" Tanya gue.

"Jadi misalnya kelas gue paling bagus daripada kelas lu, lu harus melakukan apa yang gue suruh, begitu sebaliknya." Jawab Shania mantap sambil mengirim stiker.

"Oke-oke gue terima, btw gue masih nginget nginget masa pas gue ngalahin lu." Balas gue, sehabis itu tak kunjung ada balasan dari Shania.

***

Hari senin pun tiba, gue ke sekolah walaupun gak ada kegiatan dan ternyata di sekolah temen gue semua hadir kecuali Valdy, Viny, Taufan dan Dhika. Gue pun langsung duduk dan mengobrol seperti biasa, "seperti biasa" dalam arti ngomongin hal-hal yang gak berguna. Sementara si Arraufar dan Yuvia seperti biasa berduaan, Tiba-tiba walikelas gue masuk, Bapak Tulus Abadi.

"Siapa yang gak masuk ?" Tanya si Tulus Abadi.

"Valdy, Viny, Taufan sama Dhika." Jawab Sinka.

"Aduh kemana mereka, yaudah sekarang kita ngobrolin tentang Festival Budaya." Kata Tulus Abadi. Gue yakin gak akan berjalan mulus tanpa ide-ide cemerlang dari Valdy, biasanya keputusan Valdy keren-keren dan banyak disetujui.

Baginda Tulus Abadi ini hanya membicarakan konsep Festival Budaya yang bakal kita terapkan, seperti berjualan makanan dan tentunya mendekor kelas ini agar menarik perhatian anak-anak kelas lain.

"Oke cukup segitu saja, nanti besok kalau bisa Zaki, Valdy, dan Viny ketemu bapak di ruang guru ya." Kata Tulus Abadi, gue mengiyakan dan itupun kalau bisa, kalau gak bisa ya ngapain.

Setelah itu gue langsung keluar kelas dan berjalan-jalan ke taman untuk refreshing sebentar dan tiba-tiba ada bunyi langkah kaki cepat seperti ada yang berlari di belakang, gue tentu gak peduli tapi seseorang memanggil nama gue.

"Zaki!" Teriak seorang cewek, gue berbalik badan dan ternyata itu Ketua OSIS, Shania.

"Tumben manggil nama gue, biasanya manggil jabatan gue." Kata gue sambil mengupil.

"Temenin gue ke gudang yuk, gue disuruh ngambil berkas-berkas." Kata Shania, entah kenapa harus ke gudang.

"Emang Zildjian kemana ? Biasanya kan berdua nempel mulu." Tanya gue sambil melihat sekeliling dan ternyata tidak ada orang.

"Dia gak masuk, gatau kemana, temenin gue ya ? Plisss. " Shania memohon kepada gue, kenapa gue harus menolong saingan gue ?

"Kenapa gak ke ruangan arsip di perpustakaan kalau mau nyari berkas?" Tanya gue heran kenapa harus ke gudang.

"Gue udah kesana tapi katanya gak ada di ruang arsip, kayaknya di gudang deh." Kata Shania sambil memohon, gue orangnya gak terlalu percaya sama Shania ini tapi melihat dari matanya gue kasihan juga.

"Hmm... Yaudah deh gue temenin." Gue pasrah, Shania tersenyum lalu menarik tangan gue dan berlari menuju gudang yang berada dilantai 4. entah kenapa dia narik tangan gue seperti buru-buru, perasaan gue gak enak.

"Oh ini gudangnya, keadaannya buruk banget ya." Kata Shania sesampainya di gudang. Mana ada gudang yang bersih, pikir gue. Gudang ini menang sangat suram dari gudang yang pernah gue lihat, penerangan pun kurang dan kalau begini nyari berkas-berkasnya pasti bakal susah.

"Gue bantuin gak nih ? kan tadi lu bilang cuman nemenin." Kata gue yang sedang bersender di pintu.

"Gak apa-apa gue sendiri ajah." Kata Shania, gue pun lega dan menunggu dia sambil membayangkan misalkan gue berpacaran sama Viny tapi rasanya Viny gak begitu menyukai gue dan menganggap gue sebatas teman.

"AAAAAAAAAHHHHHHHHHHH!" Tiba-tiba Shania teriak dan gue reflek langsung masuk ke dalam dan melihat Shania berlarian tak beraturan, gue pun panik langsung menghampirinya dan ternyata tepat saat jarak kita hanya beberapa centi Shania pun tersandung dan terjatuh lalu menimpa gue dan Shania sukses menindih gue tapi posisi jatuh itu membuat wajah gue dan Shania berdekatan, Shania lalu dengan cepat bangun, gue terkapar. Hampir saat itu kita berciuman..

"Dasar mesum!" Teriak Shania.

"Ehhh... Maksud lu apa, lu yang jatuh nimpa gue kok ngecap gue mesum sih!" Seru gue, gue pun sempat kaget dengan yang terjadi barusan dan badan gue pun jadi sakit.

Shania lalu memalingkan muka dan terus mencari berkasnya sementara gue masih dalam posisi telentang sambil melihat langit-langit gudang yang penuh sarang laba-laba. Apa yang terjadi barusan benar-benar bikin gue kaget.

"Aaahh ketemu berkasnya." Kata Shania bahagia sambil menghampiri gue yang masih terhuyung-huyung sambil menahan sakit. "Ini berkas-berkas OSIS tahun-tahun sebelumnya, mungkin ada yang bersihin ruang OSIS dan ngeliat berkas ini udah kayak gak kepake lagi, makanya di simpan disini."

Selesai membuat kesimpulan, Shania melihat gue dan mengulurkan tangannya. "Ayo cepet bangun gue gak betah lama-lama disini, apalagi sama lu."

Gue pun meraih tangan Shania dan bangun. "Makasih, Ketua OSIS."

Lalu kami berdua turun dan berpisah di tangga lantai kedua, Shania ke ruang OSIS dan gue kembali ke kelas.

"Makasih ya, Ketua Murid!" Kata Shania. Gue hanya mengangguk dan kembali ke kelas dengan keadaan mengenaskan. Tapi gue masih teringat ketika wajah Shania mendekat ke wajah gue yang unyu ini. Sudahlah lupakan saja, pikir gue.

***

"Siapa nih yang ngetuk duluan ?" Kata Viny ketika gue, Valdy dan Viny berada di depan ruang guru untuk bertemu walikelas gue. Menjadi dilema memang siapakah yang mengetuk dan memberi salam ketika masuk ke ruang guru.

"Udah sih masuk ajah, lebay banget." Kata Valdy sambil membuka pintu ruang guru dan terlihat hanya si Tulus Abadi seorang yang didalamnya yang sedang membaca koran.

"Kalau cuman dia yang di dalem, ngapain sok"an salam, masuk ajah langsung daritadi." Kata gue berbisik, Viny hanya tertawa kecil.

"Eh kalian, sini-sini merapat!" Pak Tulus lalu menyimpan korannya.

"Ada apa ya pak manggil saya sama Viny kesini ? Soal kemarin saya gak masuk ?" Tanya Valdy.

"Bukan, saya gak peduli kamu mau masuk apa engga, cuman saya perlu ide kamu buat Festival Budaya nanti." Kata Tulus Abadi, Valdy menghela nafas panjang seakan-akan hanya membuang waktunya menghadap ke Walikelas terhina tercinta ini.

Pak Tulus Abadi melanjutkan. "Hmm.. Kira-kira kita ngapain di Festival Budaya ?"

Pertanyaan aneh yang seumur hidup baru gue dengar.

"Mungkin maksud bapak kita harus ngapain mungkin. Hmm.." Kata Valdy sambil memegang dagunya. "Drama ?"

"Drama sudah diambil kelas XI-1 dan XII-9. Kebetulan di kelas XII-9 banyak yang Eskul Teater jadi yang dipilih cuman 2 kelas." Kata Pak Tulus menjelaskan.

"Hmm.. gitu ya pak, setiap kelas pasti dapat booth buat jual sesuatu. Gimana kalau jual makanan ?" Usul Viny, nah tampaknya gue setuju dengan ini karena gue doyan makan.

"Kita pasti jual makanan, tapi kita harus beda, tahun lalu banyak juga yang jual makanan tapi sayang makanan luar semua. Saya saranin sih pak kita jual makanan khas Indonesia ajah! Itu mungkin bisa menarik perhatian." Kata gue bersemangat.

"Siapa yang masaknya ?" Tanya Viny.

"Kamu gak tau ya ? Kan Alex jago banget masak, walaupun sifatnya aneh bin ajaib." Kata Valdy sambil tersenyum ke arah Viny. Ini aneh mengapa mereka berdua begitu akrab.

"Untuk lomba pidato ? Siapa perwakilan kelas kita ?" Tanya Pak Tulus, tiba-tiba Valdy dan Viny menunjuk gue.

"Ehhh... kok gue sih." Gue bahkan gatau cara berpidato gimana.

"Gue yang buat naskahnya, lu yang baca, di kelas kita mana ada yang jago Public Speaking, terpaksa jalan keluarnya ya memilih KM. Untung gue jadi wakil KM." Kata Valdy menyeringai bagaikan orang jahat, gue pasrah.

"Mungkin kita bakal membuat kelas menjadi rumah hantu di hari pertama mengingat wajah cowok di kelas kita mendukung buat menjadi hantu, gimana pak setuju ?" Tanya Viny. Gue dan Valdy menatap Viny dengan tatapan tak terima. Pak Tulus hanya mengangguk. "Lalu hari kedua kita buat menjadi rumah permainan, dimana isinya permainan ringan dan yang menang akan dapat hadiah, dan hari ketiga kita bakal menjajah luar kelas dan mendirikan booth untuk menjual barang yang kita tidak pakai lagi."

"Santai Viny, santai." Kata Valdy sambil menguap. "Untuk dokumentasi, gue milih Arraufar, soalnya dia jago fotografi. Tapi ngomongin jualan barang mending jangan barang bekas, ada si Dhika yang jago bikin souvenir gitu nah kita minta buatin dia ajah."

"Jadi, bapak setuju sama usul Viny, tapi sekali lagi itu terserah kalian karena di Festival Budaya siswa dituntut untuk berkreasi." Kata Tulus Abadi sambil beranjak dari kursinya. "Sekarang kalian kembali ke kelas."

Setelah memberi salam lalu kami bertiga langsung ngacir ke kelas, sebenarnya sehabis UAS kita boleh saja tidak bersekolah, tapi kelas gue memilih masuk dengan alasan yang sama "GUE BOSAN DI RUMAH". Sampai di kelas kami bertiga langsung menjelaskan apa yang tadi dibicarakan, Alex terlihat semangat karena disuruh memasak.

"Gue sih mau ajah masak apa yang kalian mau, asalkan ada bahan-bahannya dan tentunya gue hanya juru masak, bahan-bahan tolong ya semuanya beliin!" Kata Alex tidak mau rugi, kampret emang. Lalu Arraufar setuju menjadi fotografer buat dokumentasi karena dia adalah ketua eskul fotografi.

"Hmm.. Gue bakal bikin gantungan kunci, boneka, dan barang lainnya dan gue gak berharap dibayar, tapi untuk biaya produksi kayaknya gue gak ada. Gue cuman butuh biaya produksi." Kata Dhika, gue berfikir keras karena masalahnya sekarang adalah keuangan. Valdy lalu bergerak ke tempat duduk Sinka.

"Sin, hmm.. Uang kas kelas kita ada berapa ?" Tanya Valdy sambil mengusap matanya.

"Kalau sekarang ada 2,5 juta." Jawab Sinka.

"Lebih dari cukup, yaudah besok semua mohon bantuannya ya beli semua keperluan ya." Kata Valdy sambil mengambil tas dan berjalan keluar kelas.

"Kenapa gak hari kamis ajah ? Kebetulan biasanya hari kamis pasar gak terlalu rame." Kata David, teman gue yang selalu tidak dianggap keberadaannya. Valdy pun menghentikan langkahnya dan berbalik.

"Kalau begitu hari kamis dan pake mobil Arraufar ajah buat ngangkut semua barangnya." Kata Valdy sambil berjalan keluar kelas. "Gue mau pulang dulu, ngantuk berat."

Valdy berlalu dari ruangan kelas.

***

Pagi hari di hari sabtu, gue terbangun dalam keadaan mengenaskan karena hanya tidur selama 3 jam karena pagi ini gue harus nganterin Bokap gue ke Bandara dan sore harinya gue harus pergi ke sekolah untuk mendekorasi kelas buat Festival Budaya, tentunya Valdy sudah membuat naskah pidatonya dan gue berusaha menghafalnya siang dan malam, waktu tidur gue sangat-sangat terbatas. Sesudah nganterin Bokap gue langsung memutuskan tidur lagi.

Gue pun terbangun dan melihat jam..

BANGSAT! Ini udah jam 7 malam! Pasti temen-temen bakal nyuekin gue habis-habisan kalau gue telat. Ujar gue dalam hati. Gue pun langsung bergegas tanpa mandi lalu mengambil sepeda dan Abang gue yang lagi nonton TV melihat gue buru-buru langsung menahan gue.

"Kenapa gak pake mobil gue ajah ? Lagian gue gak pake." Kata Abang gue yang bernama Reyhan Zikri, dia adalah alumni SMA gue dan cukup terkenal karena Abang gue ini mantan kapten tim Basket.

"Hmm.. Lebih cepet naik sepeda, lagian jalur sepeda kalau malam sepi." Jawab gue dengan nada terburu-buru.

"Oh yaudah, nih ambil roti, siapa tau lu laper." Kata Bang Reyhan sambil melemparkan Rotinya, gue mengacungkan jempol tanda terima kasih dan langsung mengayuh sepeda ke sekolah.

Sesampainya di sekolah, gue melihat sekolah ramai seperti di siang hari terlihat banyak sekali yang mempersiapkan kelasnya dan banyak juga yang sedang berpacaran di taman.

"Kemana ajah lu ? Udah telat berapa lama ?" Tanya Sinka yang menunggu di depan pintu. Gue tidak menjawab dan melihat kelas gue di dekorasi sedemikian rupa agar menyerupai rumah hantu, padahal tanpa di dekorasi pun sudah mirip rumah hantu. Menurut gue, ruang kelas gue cukup luas dengan adanya dua pintu di depan dan belakang kelas.

"Eh datang juga lu, bantuin gue Zak ngebuat papan iklan soalnya cuman gue sama Viny doang yang buat." Kata Taufan sambil memakan kripik, gue pun yang merasa bersalah langsung menghias papan iklan tersebut.

"Maaf Vin gue telat." Kata gue dan Viny pun hanya tersenyum, gue melanjutkan. "Btw Valdy mana ?"

"Dia lagi di atas gedung sekolah, gatau ngapain, barusan dia abis bantu-bantu yang didalam buat bikin rumah hantu." Kata Viny sambil fokus menggambar di papannya, sementara gue hanya menghias seperlunya dan Viny pun melanjutkan. "Oh iya aku lupa. Valdy, Alex, Arraufar sama Yuvia diatas lagi masak, kamu mau kesana ?"

"Iya, tunggu ini selesai dulu." Kata gue sambil tersenyum, gue jadi baper gini deket-deket Viny.

Setelah selesai gue pun tidak memutuskan langsung pergi ke atas gedung dan memilih berjalan-jalan keliling sekolah. Lalu tanpa di sengaja tiba-tiba gue menabrak seorang cewek yang sedang berjalan dan dia terjatuh.

"Ehhh... Kamu gak apa-apa ?" Tanya gue ke cewek itu, dia hanya mengangguk lalu berusaha berdiri. Perasaan gue gak enak sama dia karena udah menabrak sampai terjatuh. Saat dia udah berdiri gue bertanya lagi, "Nama kamu siapa kalau boleh tau ?"

"Ehh.. Hmm.. Nama aku Beby, kelas XI-4." Kata cewek itu sambil menatap ke arah gue, ternyata dia satu angkatan. "Kamu Zaki kan ?"

"Iya, kamu mau kemana ?" Tanya gue, ternyata gue cukup terkenal juga.

"Keliling-keliling ajah mau liat-liat, kenapa ?" Jawab dia.

"Oh engga, kebetulan gue juga lagi mau liat-liat, mau bareng ?" Tanya gue, dia hanya mengangguk lalu kami berdua berkeliling dair koridor kelas X sampai kelas XII. Beby banyak bercerita tentang sekolah ini dan gue pun membalas dengan membicarakan kelas gue yang absurd.

Sesampainya di koridor kelas XII, gue melewati kelas XII-2 yang lain dan tak bukan adalah kelas Kak Melody yang merupakan Eks-Ketua OSIS, dia adalah Kakak kelas yang paling baik menurut gue dan gue bersedia diminta tolong apapun olehnya.

"Hey Zaki!" Kata Kak Melody menyapa gue, gue hanya tersenyum. Lalu kak Melody melihat Beby dan bertanya. "Kamu sama siapa nih ? Pacar ?"

"Ehh.. Bukan-bukan, Ini Beby, temen aku kelas XI-4." Kata gue mencoba menjawab, apakah gue terlihat cocok sama Beby ? Tentu tidak, lagian gue melihat Beby tidak begitu tertarik sama gue.

"Oh gitu, yaudah deh kakak masuk lagi ya, bye." Kata Kak Melody sambil melambaikan tangannya dan terlihat buru-buru.

"Hmm. Beb, mau ikut aku keatas gedung gak ketemu temen-temen aku ?" Tanya gue ke Beby yang berdiri dibelakang gue.

"Iya mau." Jawab Beby sambil tersenyum. Gue pun langsung mengajaknya ke atas gedung yang ternyata udah ada teman-teman gue disana sedang makan, gue ditinggal.

"Kemana ajah lu ?" Tanya Alex.

"Eh ada Beby, kok bisa sama nih anak ?" Tanya Sinka sambil menatap lirih ke arah gue. Mungkin Sinka tidak memaafkan gue karena telat, Sinka menarik tangan Beby, "Ayo makan, kebetulan masih banyak."

Beby hanya tersenyum lalu mengambil makan, gue pun ngomong ke semuanya. "Kok gue gak ditawarin ?"

"Lu udah datang telat masih mau makan juga ? Jangan harap Zaki!" Kata Arraufar sambil menyuap makanannya, gue hanya menelan ludah.

Malam itu pun, gue hanya memakan roti yang diberikan Bang Reyhan.

***

HARI PERTAMA FESTIVAL BUDAYA

Hari senin, tepatnya hari pertama Festival Budaya. Gue dan teman-teman lainnya sedang duduk di aula menanti pembukaan dari Kepala Sekolah, Ketua OSIS, dan perwakilan dari murid-murid yang jago multi bahasa karena acara penyambutan ini bakal dilakukan dalam 4 bahasa yaitu Indonesia, Inggris, Jepang dan Prancis. Valdy dan Taufan sendiri yang lumayan bisa bahasa Prancis menolak karena acara penyambutan hanya membuang-membuang waktu. Tak lama kemudian Kepala Sekolah naik keatas panggung.

Kepala Sekolah pun selesai memberikan sambutan, saatnya Ketua OSIS yang memberikan sambutan, gue melihat Shania lebih cantik dari hari-hari sebelumnya, auranya terpancara sebagai Ketua OSIS dan dengan lancar meminta semua murid untuk bersama-sama menyukseskan acara Festival Budaya ini. Semua murid bertepuk tangan tak terkecuali gue.

Sesudah semua penyambutan itu gue meminta Valdy untuk mengatur semuanya dan gue langsung menuju ke atas gedung untuk refreshing sebentar dan untuk lomba pidato akan dilaksanakan besok dan gue gak mau tau siapa lawan gue nanti. Saat gue berjalan di tangga lantai 4, gue iseng melihat koridor dan ternyata ada yang sedang berciuman, gue gak tau ceweknya itu siapa yang pastinya gue tau itu cowoknya siapa. Langsung pergi ke atas lebih baik daripada mengganggu mereka yang sedang khusyuk berciuman. Gue memilih untuk tertidur sebentar untuk menghemat tenaga.

Bangun dari tidur gue langsung berpikir kenapa tuh cowok berani banget nyium cewek yang bukan siapa-siapanya. Tiba-tiba ada yang membuka pintu, gue menoleh kebelakang dan ternyata itu Shania.

"Eh, Ketua Murid, kok lu ada disini ?" Tanya Shania lalu dia duduk disamping gue.

Gue yang masih dalam tahap mengumpulkan nyawa pun menjawab, "Gue abis bangun tidur, liat mata gue masih siwer gini."

"Hmm... Lu sering kesini juga ?" Tanya Shania sambil menatap langit yang cerah hari ini. Lalu Shania dengan cepat menambahkan, "Gue juga sering kesini soalnya disini sunyi dan tenang, pokoknya gue suka suasana disini."

"Sama gue juga sering kesini dan alasannya pun sama kayak lu." Kata gue sambil beranjak dari kursi. "Gue kebawah dulu ya."

"Eh.. Iya, Oke." Shania mengiyakan lalu gue pergi meninggalkan Shania sendirian diatas.

Ternyata kelas gue seramai ini gara-gara konsep rumah hantu, gue merasa berdosa tidak membantu teman-teman gue.

"Lu disini Zak, udah jangan disini lebih baik lu ke lapangan bantuin yang di bawah." Kata David yang disebelahnya ada Valdy dan Yuvia.

"Hmm.. Oke.." Gue mengiyakan.

Sesampainya di booth kelas gue ternyata disini tak kalah ramai, terlihat Viny, Sinka, dan Taufan membantu Alex. Gue pun langsung membantu Alex memasak karena gue juga bisa masak. Setelah membantu selama satu jam dan antrian pun berangsur sedikit, gue langsung keluar dan berkeliling.

"Zaki!" Teriak seseorang.

Gue berbalik lalu menghampirinya, "Eh... Beby, ada apa ?"

"Engga kok, cuman nyapa ajah." Kata Beby berbicara tanpa menatap gue.

"Oh, yaudah kalau gitu aku kesana dulu." Kata gue sambil menunjuk ke arah panggung yang diatasnya sedang tampil Band dari kelas XII. Dia hanya mengangguk lesu.

Gue pun melanjutkan jalan sambil melihat sekeliling gue, ternyata festival kali ini lebih seru daripada tahun lalu. Terlihat Arraufar sedang memotret sekelilingnya, gue pun menghampirinya.

"Eh Zaki, mau ngapain ? Ngerecokin gue ?" Tanya Arraufar yang seperti tidak suka keberadaan gue. Gue tidak menjawab dan melihat Arraufar sibuk melihat apa yang ada di belakang gue. Tiba-tiba Arraufar berkata sambil menunjuk, "Eh cewek itu ? Yang waktu itu kan ?"

Gue pun berbalik lagi dan melihat cewek yang dimaksud Arraufar. Gue kaget, "Eh Beby, kamu ngikutin aku ?"

Beby hanya mengangguk, lalu Arraufar berbisik, "Ah, mungkin dia mau jalan keliling sama lu, udah sana."

"Hmm, Beb, yaudah ayo kalau mau bareng." Kata gue santai, gue orangnya bertolak belakang dengan Valdy, kalau Valdy biasanya suka malu berhadapan dengan cewek justru gue sebaliknya.

Arraufar pun meninggalkan kami berdua, gue lalu berjalan diikuti oleh Beby dibelakang, entah kenapa gue gak terlalu suka dengan posisi jalan begini, lalu gue memperlambat jalan agar Beby bisa berjalan disamping gue. Kami berdua pun mengobrol asik tentang festival ini, kata Beby kelasnya sendiri mendesain kelasnya agar menjadi sebuah Cafe dan gue merasa sepertinya hanya kelas gue yang menerapkan konsep rumah hantu.

Sampai diujung jalan tiba-tiba kami berdua dihadang oleh 3 orang kakak kelas, gue gak tau mereka siapa tapi terlihat Beby langsung berlindung dibalik punggung gue.

"Siapa lu ? Berani-beraninya ngedeketin pacar gue!" Kata salah seorang dari mereka.

"Hah ? Pacar ?  Siapa yang mau jadi pacar kamu!" Seru Beby dari belakang.

"Duh, kamu lagi marah manis banget ya Beb." Kata dia lagi sambil mendekat ke arah Beby, tapi tiba-tiba tangan gue bergerak sendiri untuk menahannya. Dia melanjutkan. "Siapa lu! Hah ? Nyari gara-gara ?"

"Nyari gara-gara ? Kosakata kuno! Gue gak suka kalau ada cewek yang dipaksa sama cowok yang hmm... Bisa dibilang pengecut." Gue tentu berhati-hati dengan ucapan gue, tapi sudah terlanjur, Si Pengecut langsung melayangkan tinju kearah pipi gue tapi sayangnya gue berhasil menghindar dan meninju rahangnya dengan keras dan dia terjatuh.

"Satu-satu kalau berani, gue sebenarnya gak mau bermasalah sama guru BK, tapi gue jadi semangat ngelawan cowok yang berani ngengganggu cewek." Tantang gue, lalu Si Pengecut tadi terbangun dan kembali mencoba meninju gue, tapi sayangnya gue sekali lagi berhasil menghindar lalu gue dengan bahagia menendang selangkangannya.

"Awas lu! Gue bakal inget muka lu yang busuk itu! Tunggu balasan gue." Teriak Si Pengecut lalu kabur bersama tiga temannya, gue lega tentunya, tapi soal ancaman itu gue sedikit takut.

"Maaf ya Zaki, dia cowok yang selalu ngejar aku tapi aku gak suka sama dia." Kata Beby sambil melihat dengan serius muka gue. "Duh syukurlah gak ada luka, maaf ya Zaki."

"I.. Iyaa gapapa kok." Kata gue sambil memandangi atap gedung sekolah, ternyata ada seseorang yang sedang melihat dari atas festival ini. Gue pun melihat Beby, "Mau makan gak ? Kebetulan booth kelas aku jual makanan, aku laper soalnya."

"Oke oke ayo makan." Kata Beby bersemangat dan berjalan disamping gue, sepanjang perjalanan gue hanya memikirkan tentang ancaman Si Pengecut tadi, gue tentunya terganggu apakah nanti dia menghajar gue dengan banyak pasukan ?

Sampai di booth kelas XI-10, gue dan Beby langsung mengambil makanan.

"Hmm, berduaan mulu sama Beby, kapan nih jadian ?" Tanya Viny, gue hanya tertawa sementara Beby hanya tersenyum malu.

Dari kejauhan Valdy pun datang menghampiri gue dan kawan-kawan, dia terlihat biasa saja lalu menghampiri gue, "Hmm.. gimana ?"

"Udah hafal, tinggal ngelancarin, semoga besok sukses." Kata gue.

"Semoga." Kata Valdy yang lalu melihat ke arah Viny. "Hmm ? Udah makan ?"

"Udah sa... eh Valdy." Jawab Viny gantung, gue bingung. "Kamu udah ?"

Valdy hanya menggelengkan kepala, "Belum kok, aku mau kesana dulu ya." Gak biasanya Valdy ramah sama Viny. Valdy lalu pergi meninggalkan kami semua, tentunya gue dan Alex saling berpandangan bingung dengan sifatnya. Tak lama kemudian handphone gue bergetar, ternyata line dari Shania.

"Ketua Murid, lu ikut lomba pidato ? Kayaknya perubahan persaingan nih, lupakan soal kelas, gue juga ikut kebetulan, gimana ?" Tanya Shania, gue melihat dari kejauhan di atas gedung sekolah ada dia.

"Hmm, okelah, persaingan ini menyusut jadi cuman kita berdua." Balas gue. Lalu melihat ke arahnya yang sedang melambaikan tangan ke arah gue lalu menghilang.

Pastinya, gue bakal menang.

HARI KEDUA FESTIVAL BUDAYA

Aula sekolah udah ramai sama para murid yang mau mencaci maki yang tampil jelek, terlihat juri dari beberapa sekolah menilai, nomor urut gue 7 sementara Shania di nomor urut 4. Kali ini yang tampil no urut pertama yang gue tau dari kelas X-9 dengan mudahnya berpidato layaknya berbicara seperti biasa namun sopan, keren gue akuin nih anak jago, gue melihat Shania yang sedang membaca naskahnya.

Tiba-tiba handphone gue bergetar, ternyata ada line dari Valdy. "Gue duduk di paling belakang, kalau lu nanya Beby dimana, dia disebelah gue." Gue yang membacanya langsung melihat ke belakang dan ternyata ada mereka, Beby melambaikan tangannya tapi gak gue bales.

Setelah menunggu lama akhirnya Shania kedepan, kembali entah kenapa gue tak berkedip ngeliat dia seperti waktu dia berbicara di acara pembukaan dan terlihat anggun sementara saat dia berbicara sama gue dia terlihat seperti cewek yang aneh. Shania dengan mudahnya berbicara di depan umum dan saat ini gue merasa sudah kalah telak, gue seperti dipaksa menyerah sama penampilan Shania yang kadang melirik gue lalu tersenyum. Tersenyum menghina.

Tiba saatnya giliran gue, gue menarik nafas yang panjang mengatasi nervous dan langsung berbicara apapun yang gue ingat dari naskah itu, gue disuruh tidak membawa naskah sama Valdy soalnya naskah itulah yang nantinya bakal membuat gue gak fokus. Melihat mata juri dan murid-murid lain, gue seperti ditusuk tombak yang besar. Setelah membawakan materi yang Valdy sampaikan, rasanya gue baru bisa melepas tombak itu perlahan. Lalu gue langsung keluar Aula dan menuju kelas, diikuti Valdy, sementara Beby tetap disana.

Saat berada di tangga lantai 1 koridor kelas X, gue melihat Arraufar dan Yuvia menuruni tangga.

"Eh Valdy, Zak--" Tiba-tiba Arraufar salah langkah dan terjatuh dari tangga dan langsung menghantam lantai tepat diantara gue dan Valdy dengan posisi telungkup. "AAAAAHHHHH!"

"Eh, lu gapapa ?" Tanya Valdy tiba-tiba mencoba membangunkan Arraufar, tapi sayangnya Arraufar terus mengerang kesakitan. Terlihat anak kelas X yang berlalu lalang di korridor bingung dengan keadaan ini.

"Sayang, kamu gapapa ?" Tanya Yuvi sambil mencoba memegang kedua bahunya, tapi Arraufar tidak kunjung bangun dan terus mengerang kesakitan.

"Coba gue balik dulu badannya." Kata gue sambil membalikkan badannya. "Waduh, tangan kanan lu kok bengkok gini." Tangan Arraufar sukses patah akibat terjatuh tadi, gue, Valdy, dan tentunya Yuvia panik.

"Ba... Bawa ke.. RS ajah." Kata Yuvia panik sambil mengeluarkan air mata.

"Yakin ke RS, mending ikut gue ajah, bentar gue minjem kunci mobil si David dulu." Kata Valdy langsung ngacir ke ruangan kelas.

Kami pun semua sudah di dalam mobil dan gue gak tau Valdy ingin membawa kami kemana, Yuvia hanya terus menggenggam tangan kiri Arraufar sementara gue bertanya-tanya mau kemana kita bertiga dibawa. Kita sampai di rumah yang tidak terlalu besar di komplek perumahan permata indah.

"Yok turun." Kata Valdy sambil mencabut kunci mobilnya.

Ternyata kami disambut oleh seorang bapak-bapak yang berumur sekitar 40an walaupun wajahnya masih menandakan 30an, namanya Pak Tahir, tampaknya Valdy membawa kita ke tempat urut.

"Aduh ada apa nih Valdy ?" Tanya Pak Tahir setelah menjabat tangan Valdy.

"Ini pak tangan temen saya kayaknya patah, bisa disembuhin ?" Tanya Valdy sambil menunjuk tangan Arraufar.

"Wah, kalau tangan kaya gini bisa saya urut, tenang ajah, tapi nanti harus pake gips." Jelas Pak Tahir, Arraufar terlihat pasrah tangannya akan disiksa sementara waktu.

Tangan Arraufar pun di pegang oleh Pak Tahir, dia merintih kesakitan sementara gue, Yuvia, dan Valdy hanya tertawa kecil melihatnya disiksa.

"AAAAAAAAAHHHHH!" Arraufar berteriak sekuat tenaga menahan sakit, Valdy lalu membalut tangannya dengan kain agar Arraufar bisa menahan sakit dengan menggigit tangan Valdy.

"Liat Yuv, pacar kamu, bisa sakit juga ternyata." Kata gue, Yuvia hanya tertawa melihat Arraufar yang hampir menangis sambil menggigit tangan Valdy. Setelah hampir 1 jam di urut tangannya belum menunjukan tanda kembali sempurna, tapi posisinya sudah lebih baik. Pak Tahir memilih istirahat sebentar sambil menyeruput kopi. Gue menatap Arraufar dengan iba. "Tahan, pasti sembuh kok."

"Diem lo!" Arraufar sewot. Tiba-tiba handphone gue bergetar, ada line ternyata.

"Kamu dimana ?" Tanya Beby, gue pun tidak membalasnya dan tak lama kemudian ada pesan lagi.

"Eh, Ketua Murid, lu dimana ?" Ternyata dari Shania. Gue bingung karena ada dua cewek yang mencari keberadaan gue dan lagi-lagi gue tidak membalas pesannya karena bingung.

Akhirnya setelah Arraufar disiksa dan dipasang gips tangannya oleh Pak Tahir, kami semua tentu tidak langsung ke sekolah karena merahasiakan hal ini dan memilih mengantar Arraufar pulang. Setelah mengantar Arraufar pulang gue, Valdy, dan Yuvia memilih kembali ke sekolah.

Diperjalanan yang macet, Taufan nge-line gue. "Eh kertas gorengan, lu gak juara lomba pidato." Gue langsung kaget dan pastinya kalau Shania juara gue bakal menuruti perintahnya.

"Kalau Shania ?" Balas gue sambil berharap Shania gak juara juga, tapi melihat penampilannya tadi, bukan tak mungkin dia juara.

"Oh Ketua OSIS ? Dia Juara 2. Kenapa ?" Gue hanya meng-read pesan itu sambil memikirkan bahwa Shania bakal minta sesuatu yang aneh.

Shania meng-line gue. "Hahaha, lu kemana ? Kasihan gak juara. Besok di atas gedung sekolah ya!"

Dia kegirangan , gue meriang.

HARI KETIGA FESTIVAL BUDAYA

Hari ketiga, hari terakhir Festival Budaya dimana acara ini akan diselenggarakan sampai jam 9 malam dan nantinya akan dipusatkan di lapangan utama yang sangat luas menurut gue karena disini akan ada panggung besar dimana nantinya ada band-band terkenal dan band sekolah tampil, lalu ada stand up comedy, dan lain-lain.

Pagi hari gue datang dengan rasa malas karena kalah taruhan dengan Shania dan pagi ini pun gue harus membantu Dhika membawa barang-barang yang dia buat, seperti gantungan kunci, boneka, dan banyak lagi. Setelah lama membantu akhirnya gue duduk termenung di booth tempat kami berjualan yang jaraknya hanya 30 meter dari booth makanan. Alex pun datang menghampiri kami berdua.

"Woy, Dhik gue mau order dong, gantungan kunci yang bentuk titit." Kata Alex santai, gue kaget tentunya karena Alex dengan santainya menyebut titit seperti nama orang.

"Oh, gue gak produksi soalnya gue lagi gak mood ngebuatnya nanti bentuknya bukan titit lagi." Ujar Dhika.

"Hmm, sebenarnya Nyokap gue juga mau banget tuh yang bentuk titit, katanya mau yang gede." Kata Alex sambil melihat-lihat.

"Yaudah nanti gue buatin buat lu deh, kebetulan gue jago bikin yang bentuk titit." Kata Dhika.

"BISA GAK BERHENTI NGOMONGIN TITITNYA!" Gue pun teriak ke mereka berdua lalu keluar berkeliling mencari makanan yang di jual di festival ini dan akhirnya gue membeli batagor lalu memakannya di taman belakang sekolah seorang diri sambil memikirkan apa nanti yang diminta Shania ke gue.

Sesudah memakan batagor dan minum air di kran, gue langsung kembali menuju booth Dhika dan melihat antrian panjang dan gue langsung membantu Dhika yang hanya seorang diri melayani. Setelah membantu Dhika begitu lama, Valdy pun datang dengan membawa makanan.

"Nih buat lu berdua, gue ke aula dulu ya mau nonton drama." Kata Valdy sambil berlalu meninggalkan kami. Drama ? Wah pasti ini kelas Shania, entah karena dorongan apa tiba-tiba gue berlari menyusul Valdy yang sedang berjalan.

"Eh kok lu ikut gue ? Mau nonton drama juga ?" Tanya Valdy yang heran melihat gue menyusul dia.

"Ahhh, iya kayaknya, kebetulan gue mau liat dramanya bagus apa engga." Kata gue, padahal gue kesana ingin melihat Shania.

Di Aula ternyata banyak yang sudah tiba untuk menonton, Valdy dan gue memilih di standing area. Akhirnya MC keluar lalu memberitahu bahwa kelas XI-1 akan membawakan drama yang berjudul Romeo and Juliet yang terkenal itu, sudah pasti yang menjadi Julietnya adalah Shania sementara Romeonya Zildjian, tapi kok gue kayak gak nerima situasi ini padahal Shania bukan siapa-siapa gue.

"Gila, tuh Ketua OSIS cantik juga yaahhh, kenapa gak jadi pacar gue ajah." Kata seseorang di samping gue yang berbisik ke teman sebelahnya.

"Iya-ya, sayangnya dia udah punya pacar." Kata teman sebelahnya, gue pun merasa gak enak disituasi seperti ini.

"Eh lu kenapa Zak ?" Tanya Valdy yang seakan-akan membaca pikiran gue.

"Oh engga, gue keluar dulu ya." Kata gue.

Gue keluar dari aula lalu segera pergi ke atas gedung sekolah, entah kenapa perasaan gue gaenak meliat drama tadi seakan-akan gue gak rela Shania dimiliki orang lain. Hufftt gue membuang jauh-jauh pikiran itu. Saat sampai di atas gedung gue langsung mengganjal pintunya dengan sesuatu agar tidak ada yang membuka dan mengambil posisi tiduran sambil membuka Kaskus.

Hampir sejam membaca dan berkomentar di Kaskus, gue pun tertidur. Setelah terbangun gue melihat ternyata gue udah tidur selama 1 jam dan total 2 jam gue berada disini, seharusnya dramanya sudah selesai. Gue membuka pintu yang gue ganjel tadi, setelah menutupnya gue melihat seorang cewek menaiki tangga, gak salah lagi...

"Ketua Murid, gue gak ngeliat lu nonton drama, kenapa ?" Tanya Shania yang sudah berganti kostum dan kini memakai baju seragam dan kacamata-nya.

"Ehhh... Hmm... Gue ketiduran disini tadi, sebenarnya gue mau liat juga dramanya." Gue membuat alasan yang menurut gue sendiri masuk akal.

"Udah jangan bohong, hahaha, gue mau keatas, lu mau kemana ?" Tanya Shania, dia seperti tidak ingat tentang taruhan yang kami berdua sepakatkan.

"Lu gak inget ya ?" Tanya gue sambil menggaruk kepala yang jumlah ketombenya mengalahkan jumlah helai rambut.

"Oh ya pasti inget lah, sini ikut gue!" Seru Shania sambil menarik tangan gue pergi ke atas gedung kembali.

Gue langsung duduk sementara Shania berdiri memandangi langit sambil memegang teralis atap gedung ini.

"Hari ini sedikit mendung ya ?" Kata Shania melantur, gue tidak menjawabnya karena jelas-jelas langitnya memang mendung, dia melanjutkan. "Soal taruhan itu sebenarnya udah gue atur dari jauh-jauh hari."

Gue memandangnya bingung, gaya bicara berubah setelah drama itu. Gue menanyakan, "Terus lu mau gue ngapain ?"

Shania langsung duduk di samping lalu mengambil nafas yang panjang, "Gimana kalau lu sama gue dinner--"

Gue dengan cepat memotong. "HAH ?! DINNER ? Kan lu udah punya pacar kenapa harus sama gue." Tentunya gue gak mau dinner sama cewek yang bukan siapa-siapa gue, tapi kalau dia mintanya dinner gue mau ajah sih daripada dia minta yang lebih parah. Shania hanya diam, gue melanjutkan "Oh oke, dimana ?"

"Lu tau restoran yang tepi pantai yang mahal itu ? Nah, traktir gue ya!" Kata Shania sambil tersenyum, gue hanya terdiam tapi lebih baik dinner karena perut gue juga bakalan kenyang walaupun harus menanggung semua biaya. Tapi gue masih bingung kenapa gue harus dinner sama cewek yang udah punya pacar ? COWOKNYA KEMANA ?

"Oke kapan ?" Tanya gue pasrah karena gue gak tau jumlah tabungan gue berapa.

"Malam minggu ajah ya ?" Kata Shania.

"Yaudah." Gue mengiyakan dan besok gue berniat memesan tempat duduk di restoran itu karena  selalu ramai di malam minggu. Mungkin tujuan Shania ini adalah untuk memiskinkan keadaan gue dengan mengajak makan di restoran mahal itu.

Malam pun tiba, gue ngumpul bersama anak-anak kelas gue kecuali Arraufar yang tangannya sakit di lapangan untuk menyaksikan band-band ternama yang diundang sementara gue gak sabar penampilan dari band yang personilnya terdiri dari para guru, terutama posisi Drummer yang diisi oleh Walikelas gue si Tulus Abadi, band ini membawakan lagu lawas jaman mereka tentunya, gue menikmati tabuhan drum si Tulus ini, sementara vokalisnya adalah guru olahraga gue si Nanang Naismith.

Gue melihat Alex sedang murung saja dan gue pun berniat bertanya, "Eh Alex, lu kenapa kok diem mulu ?"

Alex menatap gue sejenak lalu menjawab, "Gue masih galau soalnya gak beli gantungan kunci bentuk titit."

Kampret.

***

Malam minggu tiba gue menjemput Shania ke rumahnya dan lagi-lagi memakai mobil Abang gue karena gue sendiri gak punya mobil. Shania keluar mengenakan dress warna merah, jujur saja, dia terlihat cantik malam ini.

Shania masuk ke mobil lalu melihat gue sedang memandanginya, "Eh, lu kenapa ?"

"Oh engga engga." Kata gue sambil menginjak gas dan langsung menuju pantai. Entah kenapa saat diperjalanan, Shania lebih banyak bercerita tentang keluarganya, temannya, sampai pacarnya sementara gue hanya menjawab 'Iya' 'Oh gitu' dan 'Terus' diulang-ulang karena disaat itu gue tidak ada hal yang perlu dibicarakan.

Sampai di restoran, gue langsung duduk di tempat yang gue pesan, tentunya gue bakal memilih makanan yang paling mahal karena sayang udah jauh-jauh datang, Shania hanya bertanya kepada pelayannya makanan apa yang paling enak dan dia langsung memilihnya. Masalah harga jangan dipedulikan dan menurut gue Shania salah mengajak gue makan disini karena restoran ini sendiri adalah milik Ayahnya si Arraufar, jadi gue dapat diskon.

Makanan sudah di meja, gue langsung memakan steak yang harganya mahal ini dan Shania pun begitu, kami berdua makan steak yang sama rupanya, gue gak sadar akan hal ini. Setelah makan gue tentunya langsung membayar makanan ini ke kasir tanpa meminta bill-nya seperti orang kebanyakan karena gue mau mengobrol sebentar.

"Woy bang, disini lu ?" Kata gue ke seseorang yang gue kenal adalah mantan asisten rumah tangga Arraufar yang sekarang menjadi kasir, gue akrab sama dia soalnya selama dia jadi ART, gue sering ketemu dia sedang mencuci mobil dan semacamnya.

"Haha iya, gue dipindahin sama bapak kesini." Jawab dia, gue hanya tersenyum.

"Arraufar mana ?" Tanya gue, tak lama kemudia dia keluar dengan tangan yang masih memakai gips. "Dah baikkan tuh tangan ?"

"Belum, eh mending lu bayarnya nanti ajah dah, gue udah ngomong ke Bokap dan katanya boleh." Kata Arraufar. "Yaudah mending lu ajak tuh cewek jalan-jalan keluar."

"Oh oke, makasih ya, cepet sembuh lu!" Gue langsung meninggalkan mereka berdua dan berjalan menuju meja kembali, "Eh Shan, jalan keluar yok."

Shania hanya mengangguk lalu kami berdua jalan keluar dan memilih duduk sambil melihat ke arah pantai dengan ditemani bunyi ombak.

"Ketua OSIS, kok gue liat lu jarang banget sama pacar lu, kemana dia emang ?" Tanya gue penasaran selama ini Shania terlihat sendiri dan hanya bersama Zildjian ketika drama Romeo and Juliet itu.

"Hmm gimana ya, dulu sih pertama kali jadian gue sama dia rajin banget jalan berdua, di sekolah pun kita berdua sering bareng dan lu juga tau itu, tapi akhir-akhir ini entah kenapa dia selalu menghindar kalau misalnya gue ajak jalan atau apa." Kata Shania sambil memandang lurus ke arah pantai, gue hanya terdiam mendengar penjelasannya, Shania lalu melanjutkan. "Apa mungkin dia masih sayang sama gue atau dia udah bosen sama gue ? Menurut lu ?"

"Menurut gue mungkin dia lagi sibuk ajah, lu masih sayang kan sama dia ?" Tanya gue.

"Ya, gue masih sayang banget sama dia, tapi dengan sifatnya sekarang gue gak tau mau ngapain." Kata Shania, kami berdua pun terdiam beberapa saat sebelum Shania melanjutkan, "Ngomong-ngomong Beby siapa lu ? Pacar ?"

"Oh dia, iya pacar gue, kenapa ?" Kata gue berbohong tentunya.

"Hah yang bener dia pacar lu ? Lu gak bohong kan ?" Kata Shania sambil menatap serius ke arah gue.

"Engga, dia cuman temen gue hehehe, lagian kenapa kalau dia jadi pacar gue ?" Tanya gue.

"Eh ya engga, bagus ajah kalau jadi pacar, hahahaha." Kata Shania salah tingkah. Sebenarnya gue gak punya perasaan apapun sama Beby dan jujur saingan yang duduk di sebelah gue ini lebih menarik hati.

Entah kenapa saat gue mengobrol dengan Shania, gue seperti menemukan teman ngobrol yang pas walaupun dia adalah saingan gue dalam segala hal. Tapi tentunya gue belum berani bercerita jauh tentang kehidupan pribadi gue karena Shania hanya teman dan bukan lebih. Tapi Shania terus bercerita tentang kehidupan pribadinya seperti dia sudah menganggap gue pacarnya sendiri dan gue pun terus mendengar ceritanya dan mengomentari. Terus begitu dan sampai tak terasa kami sudah 2 jam mengobrol.

Shania melihat jam tangannya dan berkata, "Eh pulang yuk, udah jam segini."

"Oh yaudah ayo." Gue mengiyakan, kami berdua pun jalan menuju parkiran tapi belum lama berjalan Shania berhenti dan gue pun berhenti lalu bertanya, "Ada apa ?"

"Gue boleh gak megang tangan lu ?" Kata Shania, tentu gue kaget dengan ini, tapi tak apalah lagian sepertinya Shania memaksa gue dan tentunya gue jarang sekali menolak permintaan cewek.

Gue pun menggenggam tangannya dan bertanya, "Gimana ?"

Shania hanya tersenyum lalu kami berdua kembali berjalan menuju parkiran dan hanya satu harapan yang muncul di benak gue untuk malam ini.

"Semoga Zildjian gak liat gue sama Shania jalan berdua malam ini."

4 comments:

  1. Seperti biasa, fanfict lo keren Dy. Lanjutkan!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Valdy? Gak cuma valdy kali. Gue juga ikut bantu bikin:(

      Delete
    2. Oh iya, maaf mimin Daffa kesayangan Yuvia... (-/\-)

      Delete
  2. nice blog, numpang promo situs fanfict ya disini ^^ http://www.melodion.xyz/

    ReplyDelete