Pages

Standupwrongway Fanfict JKT48 : Unreachable 2 (Part 6)

Friday 27 November 2015
Bandung, Indonesia

Valdy sedang duduk-duduk santai di Taman Balai Kota sendirian. Ia duduk ditemani dengan sekaleng Green Sand dan novel yang hampir tamat ia baca. Entah kenapa ia mempunyai firasat buruk jika nanti bertemu Zaki dan jelas ia sudah berbohong dan berbohong adalah hal yang tak di sukai Zaki. Namun Valdy berpikir, berbohong bukan hanya tidak mengatakan yang sebenarnya, akan tetapi berbohong bisa juga melaui tindakan. Zaki selama ini menghilang entah kemana tanpa ada rasa dosa meninggalkan Shania disini dan Valdy pikir Zaki berbohong jika temannya itu mencintai Shania. Jika mencintainya, pasti Zaki akan memberitahu kemana ia akan pergi, selalu berkabar, dan menyempatkan waktu pulang untuk bertemu Shania.

Tapi ini tidak, tidak sama sekali.

Lamunannya buyar ketika nada dering handphone-nya berbunyi, ia langsung menempelkan handphone-nya ke telinga.

"Halo, who's there ?" tanya Valdy.

"Tiket one way buat lusa gak ada, adanya tahun depan selepas tahun baru, gimana ?"

"Tahun baru ya..." Valdy berpikir apakah dia ada acara atau tidak, ia memang akan pergi ke Jepang bersama adiknya dan Viny namun mereka pulang tanggal 3 januari. "Hmm, tanggal berapa ?"

"Tanggal 5, gimana ? Masalah harga jangan khawatir, gue bayar setengahnya deh buat lu."

"Oke bisa, tapi ntar gue nginep di rumah lu kan ?" tanya Valdy meyakinkan agar dia mendapat akomodasi yang baik. Bukan apa-apa, karena uangnya pasti menipis seiring dengan perjalanannya ke Jepang.

"Ah tenang ajah, kebetulan gue ada kamar kosong. Yaudah deh gue booking sekarang ya ?"

"Oke, makasih Wisnu!" kata Valdy.

"Sama-sama."

Valdy menuliskan email ke Zaki masih menggunakan email Viny tentang kepergiannya yang diundur sampai tahun depan. Lalu setelah itu Valdy bergegas pulang menaiki motor jadulnya mengingat ini bulan desember, musim hujan, dan kebetulan langit sedang mendung dan pulang keadaan yang basah adalah hal yang sangat buruk.

***

London, UK

"Gimana, capek kan ?" tanya Mang Adat sembari membereskan peralatan.

"Lumayan, keren kok bisa ramai begini ya." kata Zaki sambil mengambil botol minum.

"Hahaha, oke kita beres-beres sekarang."

Zaki memulai hari pertama kerjanya dan layaknya pelayan yang baru sehari bekerja, ia melakukan banyak kesalahan namun itu tidak besar. Asep, laki-laki asal Garut yang menjadi rekannya selalu membantu Zaki dan memakluminya, berbeda dengan temannya asal Maluku, Alle, yang selalu aktif memarahi Zaki ketika ia melakukan kesalahan.

"Heh, kerja yang benar! Mau ku potong tangan kau hah atau apa aku minta ke Mang Adat untuk potong gaji kau ?"

Namun Alle di luar jam kerja sangat berbeda sekali, ia menjadi ramah dan Zaki tertawa ketika Alle berbicara bahasa sunda dengan Asep. Kini mereka bertiga sedang duduk-duduk di taman.

"Zaki, kamu asli mana ?" tanya Asep sambil menghidupkan rokoknya. "Mau ?"

Zaki mengangguk dan mengambil sebatang kretek, ia tak sanggup menolak karena ini demi mempererat hubungannya denagn Asep dan Alle. Lalu ia mengingat kata-kata Ayahnya waktu dulu. "Papa suka bingung sama orang Indonesia, dengan bermodalkan rokok, orang yang gak kenal sama kali malah seperti udah kaya ketemu kawan lama ajah ngobrolnya. Ajaib memang rokok itu."

"Ayah saya asli Padang, Ibu saya asli Jakarta, tapi saya lahir di Bandung." jawab Zaki sambil menghisap kreteknya.

"Oh gitu, berarti bisa ngomong sunda atuh nya ?" tanya Asep.

Alle meminta lighter kepada Asep. "Kalau boleh tahu, kau ke sini ada urusan apa ? Bukannya di Jakarta enak ?"

"Kuliah." jawab Zaki.

"Keinginan sendiri ? Apa paksaan ?" tanya Alle lagi.

"Sendiri."

"Baguslah. Aku punya teman dia kuliah disini karena dipaksa Ibunya, sekarang, aku lihat dia senang mabuk-mabukkan, jadi gambler dan gembel disini. Kasihan aku lihatnya, mau ku tolong entar dia keenakan." jelas Alle.

"Kalau Bang Alle sendiri, ke London kenapa ?" tanya Zaki. "Merantau demi kehidupan yang lebih baik ?"

Zaki melihat bahwa tatapan Alle tidak senang dengan pertanyaannya, namun Alle hanya tersenyum dan menjawab santai. "Walaupun penampilan aku begini, asal kau tahu saja, aku mahasiswa S2 Hukum disini, lewat beasiswa dan kerja sama Mang Adat buat nambah uang saku."

Zaki tidak menyangka, laki-laki berumur 26 tahun ini yang sedang duduk di depannya adalah mahasiswa S2 hukum. Lalu seakan tak mau kalah dengan Alle, Asep pun memberitahu dirinya siapa. "Urang teh sama kaya Alle, mahasiswa S2, tapi saya jurusan kehutanan. Kebetulan saya kesini bukan karena beasiswa, tapi disuruh belajar lagi sama kantor dan dikasih fasilitas disini. Tapi hidup tanpa tantangan ya ngapain hidup, jadinya saya kerja di Mang Adat nyari uang saku tambahan walaupun sebenarnya uang saku dari kantor udah cukup."

Asik mereka bercerita tentang diri masing-masing, mereka secara tak sadar sudah mengobrol lebih dari satu jam. Lalu mereka bubar dan Zaki melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 5 sore. Sebaiknya ia jalan-jalan dengan Veranda kebetulan sedang malam minggu.

***

"Kamu kelihatan capek, abis ngapain ?" tanya Veranda yang berjalan di samping Zaki.

"Oh iya aku lupa ngasih tahu, aku kerja di foodtruck di Fulham." jawab Zaki.

"Di Mang Adat ?" tanya Veranda.

"Loh kok kamu tau ?" Zaki tidak menyangka bahwa Veranda tahu ia kerja di Mang Adat.

"Di Fulham, foodtruck yang terkenal tuh punya Mang Adat. Aku tau dia dulu langganan kamu eh gak nyangka ternyata dia pindah kesini."

"Kamu tau dari mana aku suka beli siomay di Mang Adat dulu ?" tanya Zaki.

Veranda terdiam sebentar lalu tersenyum. "Itu rahasia!"

Zaki langsung mencubit pipi Veranda dan perempuan disampingnya tak mau kalah dengan mencubit hidung Zaki. Mereka tidak menghiraukan pejalan kaki lain dan serasa sepanjang trotoar hanya milik mereka berdua, mereka terus bercanda sampai akhirnya lelah satu sama lain.

"Kemana nih ? dari tadi kita di jalanan cuman ribut doang. Romantis dikit dong." tanya Veranda.

Zaki memegang tangan Veranda. "To place the first time i kiss you ?"

Veranda hanya diam dan menjawab. "Why not, come on!"

Veranda lalu menarik tangan Zaki.

***

Jakarta, Indonesia

Shania membuka pintu rumahnya dan melihat seorang laki-laki sudah berdiri dihadapannya, Shania tersenyum melihatnya sudah tiba.

"Udah masuk ayo." Shania menarik tangan laki-laki itu. "Lagian aku sendirian kok di rumah."

Shania bersama laki-laki itu sekarang berada di ruang tengah, ia mematikan TV dan mengobrol dengan laki-laki itu.

"Jadi gimana ?" tanya laki-laki itu.

"Udah daftar, tapi testnya bulan maret, masih lama." jawab Shania.

"Yakin ?"

"Iya yakin."

"Prancis gak sebatas Paris, ada banyak kota disana. Lille, Maseille, Lyon, Nice, Bordeaux, Strasbourg, Toulouse, Digne-les-bains, Mulhouse, Montpellier dan banyak lagi." kata laki-laki itu.

"Bagusnya yang mana ?"

"Marseille, Montpellier ada di selatan prancis. Le Havre ada di utara. Paris sama Auxerre di tengah-tengah. Kalau Marseille dekat sama Italia dan Monako, Le Havre dekat sama Inggris. Bagus Marseille menurut aku."

"Valdy, serius dimana bagusnya ?" tanya Shania.

Valdy hanya menjawab ringan. "Kenapa gak mau di inggris ajah ? London gitu."

"Yah aku keburu daftar untuk beasiswa ke Perancis. Telat nih ngomongnya aku juga mau di London sebenarnya."

"Hmm, yaudah bagusnya di Marseille, ada temen aku disana kebetulan"

Valdy masih merahasiakan dimana Zaki berada kepada Shania, namun ia sebisa mungkin akan mendekatkan kedua manusia itu kembali. Terdengar jahat tidak memberitahu Shania, namun ini juga demi Zaki. Valdy makin pusing dengan situasi ini. Bodohnya, ia spontan mengatakan Marseille yang jaraknya di selatan Perancis, itu malah makin menjauhkan.

"Jadi kan ikut ke Jepang ? Arraufar punya apartemen di Hokkaido. Reunian kecil-kecilan lah." ajak Valdy.

Shania terdiam sejenak. "Aku udah punya janji lain di malam tahun baru."

"Oh begitu, sama siapa ?"

"Sama Adam"

Valdy mengangkat kedua alisnya. "Kalian balikan ?"

Shania mengangguk mantap. Valdy makin pusing dengan situasi sekarang.

***

From : Ratu Vienny

To : Ichsan Zaki

Subject : Maaf.

Maaf Zaki, ternyata tiketnya adanya buat tanggal 5 januari. Gak apa-apa kan ?

Zaki hanya menghela nafas membaca email dari Viny, berarti ia harus menunggu sekitar sebulan untuk kedatangan mantan kecengannya dulu. Zaki tidak membalas email itu dan bergegas mandi dan tidur karena sudah lelah sekali untuk hari ini dan besok ia harus bekerja lagi.

***

Malam tahun baru...

Zaki, Veranda dan banyak orang lainnya sedang berkumpul di sisi sungai Thames untuk menunggu hitung mundur pergantian tahun. Mereka cukup beruntung bisa berada di dekat London Eye yang akan menjadi tempat peluncuran kembang api. Wisatawan diseluruh dunia banyak yang berkumpul di Tower, Westminster, Jembatan London dan Jembatan Blackfriars. Karea jika tidak dapat tempat, mereka berdua terpaksa harus menonton pergantian akhir tahun di layar besar yang terdapat di Trafalgar Square dan Alun-Alun Parliement.

Tepat saat Big Ben Clock berdentang, kembang api itu diluncurkan. Ia melihatnya takjub, berbeda sekali dengan perayaan Tahun Baru di Monas, di London sangat berbeda sekali. Hawa dingin seakan terusir karena melihat keindahan luncuran kembang api itu.

"Bagus kan, Sayang ?" tanya Veranda sembari menggenggam tangan Zaki.

"Iya, gak kaya yang di Monas, beda banget." jawab Zaki tanpa memikirkan nasionalisme.

Mereka berdua kembali menyaksikan kembang api yang berdurasi sekitar 8 menit itu.

***

Shania sedang berada di Singapura, bersama Adam tentunya. Mereka resmi berpacaran kembali dan Shania tak kuasa menolak Adam. Adam sudah berkorban banyak untuknya, laki-laki itu selalu mengabari dirinya dan menanyakan keadaan Shania. Menurutnya, itu adalah bentuk perhatian yang kecil di mata orang lain, namun itu sangat besar bagi Shania, terlebih dirinya yang selalu merindukan orang yang tak tau pergi kemana.

Shania juga mencoba fokus pada hubungannya dengan Adam, walaupun demikian bayang-bayang Zaki masih hinggap di otaknya. Ia mencoba melupakan Zaki karena ia berpikir bahwa mungkin Zaki sudah melupakannya dan sudah menemukan perempuan yang baru.

Mereka belum berpacaran, tapi hubungan mereka berdua terasa sangat dekat. Kegiatan yang mereka lakukan bersama satu per satu menjadi kenangan yang tak terlupakan. Bagi mereka status hanya simbol, namun waktu yang mereka lalui adalah bukti. Bukti kuat akan rasa rindu itu muncul.

"Shan, bentar lagi udah jam 12 nih." kata Adam sambil menggenggam tangan Shania.

Shania tersenyum. "Iya, terus ?"

"Hmm, ayo jalan ke depan dikit lagi ajah." ajak Adam yang langsung di iyakan Shania.

Mereka melihat kembang api yang sangat indah tentunya di Marina Bay. Di saat berdua, Shania begitu senang dengan perlakuan Adam yang begitu mengistimewakannya. Namun ada satu hal lagi yang tak akan dilupakan Adam.

Adam mengelus kepala Shania dan langsung memegang pipi perempuan itu dan menciumnya. Itu adalah ciuman pertama Adam dan Adam pikir itu adalah ciuman pertama Shania. Hanya hitungan detik, namun itu sangat berkesan.

Shania terkejut dan otaknya serasa beku ketika Adam menciumnya. Dengan ringan ia menerima ciuman itu, namun di sisi lain entah kenapa ia mengingat sesuatu setelahnya.

Mengingat kembali sesuatu yang berusaha ia lupakan.

***

5 Januari

Valdy mencoba bertahan dengan suhu yang dingin di London. Ia sudah tiba dan kini sedang menunggu Wisnu yang datang menjemputnya. Sambil mengaduk kopi hangat yang ia beli, ia melihat sekelilingnya  yang terlihat ramai dan Valdy mengaduk dengan kecepatan yang sama dengan cara orang-orang berjalan. Selang 15 menit, Wisnu akhirnya datang dan ia meminta maaf karena terlambat dan macet adalah alasannya.

"Rame banget nih bandara, kenapa gak di Gatwick ajah lu mendaratnya ?" tanya Wisnu. Ia berpikir bahwa Gatwick lebih sepi daripada Heathrow

"Eh kampret, kan lu yang mesenin tiketnya." jawab Valdy. Lalu mereka berjabat tangan.

Mereka berdua mengobrol sebentar sebelum pergi karena Wisnu sempat-sempatnya juga memesan kopi.

"Jadi gue tidur di rumah lu nih ?" tanya Valdy kembali memastikan apakah ia akan mendapatkan akomodasi yang layak.

"Eh, kan gue udah janji, makan ntar gue masakin deh. Gue udah lama gak ketemu lu," kata Wisnu. lalu dengan cepat ia melanjutkan. "Oh, lu ke London ada urusan apa nih ? Liburan atau ada apa ?"

Valdy menjawab "Gue mau liburan ajah, btw, Trafalgar Square dimana sih ? gue mau kesana."

"Ah itu masa gatau dimana, mau kesana ? Bentar, gue anter lu dulu ke rumah gue, oke ?"

Valdy mengangguk. Ia hanya ingin melihat langsung Trafalgar Square, tempat yang terakhir kali menjadi bahan postingan Sanzacks di blognya, Valdy membacanya dan ingin sekali kesana dan mencari sebab kenapa Zaki sangat betah disini dan tidak memilih berlibur ke Indonesia.

***

Zaki sedang berada di cafe milik Wisnu dan kini matanya tertuju pada layar Laptopnya. Ia sedang mengerjakan paper yang diberikan dosennya. Sebenarnya jika mau, Zaki bisa mengerjakannya di ruangan super tenang dan senyap di perpustakaan kampusnya, namun ia berbeda, ia sangat senang mengerjakan sesuatu di keramaian. Cafe ini lumayan ramai dan ini adalah alasan bagus untuk mengerjakan tugas disana.

Sebulan ia berpacaran dengan Veranda sebulan juga ia merasa bahwa hidupnya kembali seperti semula, selalu berwarna. Namun ada satu hal yang membuat Zaki susah untuk melupakannya. Shania masih terus hinggap di kepala Zaki, namun ia mencoba melupakannya dan berpikir bahwa Shania sudah menemukan lelaki yang mencintainya daripada lelaki sepertinya yang pergi begitu saja tanpa berkabar.

Ia baru ingat bahwa ini sudah tanggal 5, namun Viny tak memberinya kabar lagi. Zaki pikir mungkin Viny tidak jadi ke London dan itu bukan sebuah masalah. Di Cafe sendiri ia tidak melihat batang hidung Wisnu, ia sempat bertanya kepada temannya yang juga bekerja disana, namun mereka tidak tahu.

Setelah selesai, ia bergegas pergi menuju flatnya agar bisa bermain PS dengan Lakhsan. Namun saat diperjalanan, ia melihat seorang perempuan sedang menunggu lampu hijau tanda menyebrang menyala dan setelah tahu siapa ia langsung menghampirinya.

"Hey!" sapa Zaki.

"Eh, Hey Zaki. Apa kabar ?" tanya Naomi.

"Biasa ajah, kamu ?"

"Hmm, sama. Biasa ajah."

Naomi tentunya belum tahu bahwa Zaki adalah pacarnya Veranda karena memang mereka berdua sengaja merahasiakannya. Tapi Veranda tidak tahu bahwa Naomi mencintai Zaki dan tepat beberapa bulan yang lalu, Zaki sukses mematahkan hatinya. Tapi, kini, Naomi sudah memaafkannya dan mencoba melupakannya, namun ia kembali bertemu dengan seseorang yang coba ia lupakan.

"Sendiri ajah ?" tanya Naomi.

"Iya, barusan dari Cafe deket sini buat ngerjain tugas."

Zaki melihat Naomi semakin cantik setelah mereka terakhir kali bertemu. Dengan pakaian musim dingin dan jaket tebal yang membebat seluruh tubuhnya, Zaki mengakui selera fashion Naomi memang bagus, tetapi ia cepat menyadari bahwa teman satu flat Naomi adalah pacarnya.

"Kamu belum makan ? Makan yuk, kebetulan aku belum makan." ajak Zaki.

Naomi hanya tersenyum. "Maaf aku udah ada janji sama seseorang." Naomi menolak dengan halus.

"Hmm, begitu, yaudah aku pulang dulu." kata Zaki lalu berbalik dan berjalan menuju flatnya.

***

Naomi hanya menghela nafas ketika ia berbohong kepada Zaki, ia tentu sangat ini makan bersama Zaki namun entah kenapa hati kecilnya menolak dirinya untuk bersama Zaki. Naomi tahu Zaki tidak mencintainya, namun sebaliknya, Naomi yang mencintainya. Ia sudah mencoba melupakannya, namun tak bisa.

"Yah, Zaki, sayangnya, aku masih cinta sama kamu." batin Naomi dalam hati, lalu ia juga berjalan kembali ke flatnya.

***

"Anjir, boleh juga rumah lu." kata Valdy.

Mereka sudah sampai di rumah Wisnu yang Valdy tidak ketahui dimana letaknya, lamun Wisnu berkata ini berada di daerah Covent Garden. Rumah Wisnu sendiri memiliki 3 kamar, 2 kamar mandi, dan tentunya lantai dan dinding.

"Hahaha, yaudah lu pergi beres-beres sana abis itu gue ajak lu ke cafe gue deh. Trafalgar Square besok ajah, males gue kalau hari ini." ujar Wisnu.

Setelah selesai berganti pakaian, Valdy dan Wisnu pergi ke cafe dengan berjalan kaki karena letaknya memang tidak jauh. Valdy melihat cafe Wisnu sebagai cafe pada umumnya, namun ini terlalu bagus untuk dimiliki orang yang berpaspor Indonesia.

"Yo, masuk, lu mau minum apa ntar gue buatin deh." ajak Wisnu.

Setelah dibuatkan minum, Valdy dan Wisnu mengobrol santai sampai seorang teman Zaki yang bekerja datang menghampiri.

"Eh, tadi ada temen lu tuh kesini nanyain lu. Dia ngerjain tugas disini gitu." kata temannya.

"Hah siapa ?"

"Yang tinggi itu, ah gue lupa namanya pokoknya dia nyariin lu, kayanya penting gitu." jawab temannya.

Valdy mencoba memikirkan kalimat "yang tinggi itu." Zaki memang tumbuh tinggi, namun mengingat rata-rata orang Eropa tinggi membuat Valdy beranggapan bahwa orang yang di maksud bukan Zaki.

"Oalah si kampret, yaudah gue ntar temuin dia. Makasih ya!" kata Wisnu kepada temannya, lalu ia menoleh ke arah Valdy. "Gimana lu ke tempat flat temen gue ?"

Valdy hanya mengangguk.

***

Jakarta, Indonesia

"Sayang, aku pulang dulu ya ke London." kata Adam lalu mencium kening Shania.

"Hmm, iya, hati-hati ya, paspor, tiket, dompet apa semua udah ?" tanya Shania.

Adam mengusap rambut Shania. "Udah kok tenang ajah."

"Kapan kamu kesini lagi ?" tanya Shania sambil memegang tangan Adam.

"Pas kamu udah di Prancis, aku bakal temuin kamu ya."

"Doain ajah semoga dapet beasiswa-nya ya sayang! Yaudah sana cepetan." Shania mendorong pelan Adam.

"Oke, bye!" seru Adam lalu mengeret kopernya.

Shania melihat punggung pacarnya itu sambil tersenyum. Ia berpikir bahwa Adam adalah sosok yang hebat. Ia pintar, baik, dan mudah bergaul dengan siapapun. Dan ia pikir bahwa kembali kedalam pelukan Adam bukan sesuatu yang salah dan justru ia senang.

Di mobil yang ia kemudikan, ia hanya ditemani suara penyiar yang sedang memberikan informasi tentang konser Coldplay di Jakarta nanti. Lalu setelah itu, penyiar radio itu membacakan mention dari twitter yang masuk lalu membacakannya dan memberikan solusinya.

"Ini pertanyaannya bagus deh, kebetulan aku juga lagi mengalaminya. Dia gak mau disebut namanya, yaudah kita langsung ke pertanyaannya ya!"

Shania sambil memerhatikan jalanan juga ia menyimak pertanyaan yang akan disampaikan penyiar itu. "Bagaimana sih mengatasi rasa rindu yang amat mendalam kepada seseorang yang begitu saja pergi tanpa sebab dan kabar ?"

Shania langsung membesarkan sedikit volume radionya dan kembali menyimak jawaban dari penyiar. "Hahaha, gimana ya ? mungkin kita harus melupakannya secara paksa ? seperti membuang dan melenyapkan apapun yang pernah ia berikan kepada kita ? Itu salah besar karena itu tak akan membuat kamu lupa, justru itu akan terus membuatmu ingat terus tentangnya. Solusi terbaik mungkin mencari orang yang baru yang bisa menggeser dia dari hatimu. Mungkin terdegar jahat, namun memang harus bertindak jahat jika ingin lepas dari rasa rindu yang menyakitkan itu. Bener kan ?"

Shania justru kembali ingin melanjutkan pertanyaannya. "Oke kak, orangnya sudah hilang, namun bayangan tentangnya belum hilang. Bagaimana menghapusnya ?"

Shania tentu saat berpacaran bersama Adam masih memikirkan Zaki, namun memang benar, Adam mulai bisa menggeser Zaki dari hatinya. Saat ini, Zaki memang brengsek pergi tanpa berkabar namun ia juga mengerti pada saat itu mereka belum berpacaran, Zaki mau pergi kemanapun bukan urusannya.

Namun, rasa cinta tak tentu harus berbuah menjadi status "berpacaran." pikir Shania.

Jadi selama ia masih mencintai Zaki, selama itu pula ia terus merindukan laki-laki brengsek itu sampai rasa cinta dan sabarnya benar-benar habis. Shania berharap Adam membuatnya habis.

***

Wisnu mengetuk pintu flat temannya namun tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Namun tak lama kemudian pintu itu terbuka dan mereka berdua melihat seorang laki-laki India muncul dengan muka kusut dan mata merah.

"Hmm, Hey, Ada apa Wisnu ?" tanya Lakhsan sambil mengusap matanya. Ia terlihat baru bangun tidur.

"Tidak ada apa-apa, hanya ingin berkunjung, eh perkenalkan ini temanku, Valdy, dia datang dari Indonesia."

"Valdy."
"Lakhsan."

Setelah mereka berjabat tangan, Lakhsan mempersilahkan keduanya masuk. Flat ini terlihat sempit namun padat akan ruangan dan berlantai dua. Terdiri dari 3 kamar tidur, 1 ruang TV, Ruang makan, dapur, namun hanya memiliki satu kamar mandi, dengan tangga kayu yang menempel pada dinding membuat kesannya minimalis.

Valdy melihat selain Lakhsan ada seorang laki-laki yang duduk membaca buku.

"Hoy, Damien, ada tamu!" seru Lakhsan lalu mematikan PS-nya.

"Eh Wisnu, apa kabar ?" tanya Damien.

"Baik, eh ini temanku dari Indonesia." kata Wisnu.

Damien bangkit dari duduknya lalu menghampiri Valdy. "Damien, dari Prancis, salam kenal!"

Valdy mengangkat alisnya. "De France ? Je peux parler francais!"

Damien tersenyum "Ah bon ? Je suis tellement heureux de recontrer la personne qui peut parler francais."

Wisnu bingung dengan mereka berdua berbicara dengan bahasa aneh. Setelah itu Wisnu melihat Damien dan Valdy sedang membicarakan sebuah buku yang tebalnya minta ampun. Wisnu kenal dengan Damien karena mereka sempat bersebelahan menyaksikan laga Arsenal di Emirates Stadium. Mengetahui bahwa yang duduk di sebelahnya adalah koki terkenal di London membuatnya tak boleh melewatkan kesempatan berkenalan. Namun Damien lebih terkejut lagi ketika mendengar bahwa Wisnu adalah pemilik cafe yang terkenal di London.

Namun ia tak melihat Zaki disini. Mungkin Wisnu bisa mengenalkan Valdy kepada Zaki yang mungkin mereka berdua akan akrab.

Wisnu menghampiri Lakhsan. "Hey, mengapa kau mematikan PS mu ? Ayo main kembali denganku, kalah push-up 50x!"

***

Zaki tentu sudah menahan lapar ketika berjalan dengan Naomi tadi, namun sayangnya Naomi menolaknya walaupun ia sudah ada rezeki lebih dari penghasilannya bekerja di Mang Adat. Dengan perut keroncongan Zaki berjalan ke flatnya. Zaki memilih menabung uang itu dan makan di flatnya karena Damien sedang tidak ada shift hari ini sehingga meja makan pasti penuh dengan makanan lezat yang dibuat Damien.

Setelah sampai di daun pintu, ia mendengar sayup-sayup suara ramai di flatnya. Ia pikir mungkin ada Wisnu karena memang Wisnu terbilang sering ke flatnya hanya untuk bermain PS dengan Lakhsan. Lalu ia dengan cepat memasukan kartu sebagai akses masuk dan membukanya pelan.

Benar, ada Wisnu yang sedang bermain PS, namun ia melihat Damien sedang mengobrol dengan seseorang...

Zaki langsung terdiam sementara orang itu melihatnya dengan tatapan terkejut....

"Verdammnt!" gerutu Zaki sambil tersenyum.

To Be Continued

Read more ...

Standupwrongway Fanfict JKT48 : Unreachable 2 (Part 5)

Thursday 5 November 2015
Un semaine plus tard
Jakarta, Indonesia

"Kamu lagi dimana ?" tanya seseorang dikejauhan.

"Di kereta, lagi di jalan pulang." jawab Shania sambil memerhatikan sekelilingnya, kereta hari ini tidak terlalu penuh dan itu membuat Shania tenang.

"Hati-hati ya." kata Adam. "Eh ngomong-ngomong, beneran mau kuliah di Prancis ?"

Shania tersenyum. "Iya, di Paris tepatnya, kamu bisa bantu aku kan ?"

"Bisa kok, apa sih yang gak buat kamu."

Adam dan Shania sering kali berhubungan lewat telepon atau pun skype. Terkadang Adam yang pertama kali menelepon, kadang juga Shania yang pertama kali menelepon.

"Kenapa gak ke London ajah ? Kan ada aku. Hehe." ujar Adam.

"Mau juga sih ke London, tapi untuk saat ini ya aku mau belajar di Paris, hehe." jawab Shania. Ia kagum dengan kota London seperti yang digambarkan Sanzack di blognya, namun entah kenapa ia memilih Paris. Shania hanya memiliki gambaran kota itu hanya sekedar Menara Eiffel dan Museum Louvre. Namun, Shania merasa bahwa Zaki ada disana.

"Kalau ke London menurut aku biaya hidupnya lebih murah daripada Paris dan di London pun ada aku, jadinya kalau kamu kesulitan aku siap bantu." kata Adam. "Di London juga banyak kok yang keren-keren."

Shania hanya tersenyum tipis ketika mendengar Adam gencar mempromosikan ini itu tentang London dan sebenarnya ia sudah tahu apa yang dijelaskan oleh Adam dari blog Sanzack. Kamu kalah cepet, Dam!

"Entar deh aku pilih-pilih lagi antara dua itu, yaudah deh aku udah sampai stasiun. Bye!" Shania merasa tidak enak memutuskan sambungan itu padahal yang pertama kali menelepon adalah Adam, ia memang selalu merasa bersalah ketika menutup duluan telepon orang yang telah menelepon ia duluan, itu tidak sopan. Menurut Shania, orang yang menelepon lah yang bisa mengatur kapan ia mau mengakhiri sambungan itu.

Ketika ia sampai di rumah, Shania langsung duduk di ruang tamu dan membuka handphonenya, banyaknya notifikasi sosmed yang ia terima dari twitter hingga instagram. Tak lama kemudian notifikasi Line berbunyi, dari grup yang tak bernama.

zamish : quelqu'un ici ?
shanju : Oui, je suis ici!
arraufar : jangan sok prancis disini!
zamish : diem lo orang jepang!
arraufar : cuman kita bertiga kayaknya disini, enaknya bahas apa ya ?
shanju : hmm, entahlah.
lordalex : i'm here.
arraufar : jadi berempat.
zamish : oh iya Alex, lu sekarang tinggal dimana ? gue denger orang tua lu pindah rumah.
lordalex : oke gue kasih tau ya, tapi kalian jangan bilang boong!

Shania yakin Valdy dan Arraufar penasaran dengan keberadaan Alex dan menganggap itu adalah major secret. Shania berpikir itu tidak penting, yang paling penting dari segalanya adalah keberadaan Zaki, memastikan bahwa laki-laki itu masih hidup dan itu cukup membuatnya senang walaupun Zaki sudah bersama perempuan lain.

arraufar : ya
lordalex : gue sekeluarga pindah ke Manchester
zamish : anjing! pantesan gak ada jejak disini, keren juga
arraufar : sekarang lu lagi ada dimana ?
lordalex : gue lagi jalan-jalan ke London sama pacar gue.
arraufar : wah udah punya pacar juga lu.
lordalex : iya, dia orang slovak.
mhmdtaufan : wah cewek slovak banyak nih di video gue.
zamish : masalah bokep ajah cepet lu!

Shania hanya tertawa melihat percakapan di grup tanpa nama ini. Iya, grup itu seakan moodbooster bagi Shania.

shanju : lagi dimana lex ?
lordalex : Leicester Square
shanju : wah pusat perbelanjaan gitu ya ?
lordalex : iya, tapi gue gak belanja Shan disini, cuman jalan-jalan doang.
shanju : oh begitu.
arraufar : bilang ajah di Inggris lu jadi orang kelas bawah!
lordalex : kampret, ya enggalah!
lordalex : ngomong-ngomong, kalian tau blog sanzack gak ?
shanju : GUE TAU BANGET! GUE SERING BACAAAA!!!!
lordalex : iya, gue juga suka baca. Puisinya paling gue suka. Nusuk! Dia terkenal disini, tapi semua orang gak tau dia itu sebenarnya siapa.
arraufar : sanzack ? gue gak tau.
shanju : lu harus tau!

Entah kenapa ia merasa senang ketika di grup ini membicarakan blognya Sanzack, Alex mengshare link artikel favoritnya di blog itu, Shania pun juga. Sementara Arraufar hanya sekarang "wah bagus" "wah keren juga" dan banyak lagi, sementara Valdy, sepupunya, tidak muncul lagi.

"Shania, makan dulu." kata Ibunya dan kata-kata itu membuatnya berhenti memegang handphone dan meletakannya di meja.

"I'm coming!"

Shania senang ketika tadi membicarakan Sanzack dengan Alex.

Kapan-kapan kita obrolin Sanzack lagi ya, Lex!


***

lordalex : ngomong-ngomong, lu tau blog Sanzack gak ?
shanju : GUE TAU BANGET! GUE SERING BACA!!!

Valdy terkejut membacanya.

Namun setelahnya ia tertawa.

Memang kalau jodoh gak pernah kemana-mana!

***

Beberapa tahun yang lalu

Valdy sedang menjaga gawangnya agar tidak kebobolan sementara sahabatnya sedang bertugas sebagai seorang yang harus menceploskan bola ke gawang lawan. Mereka berdua sedang bermain di lapangan sekolah seusai pulang sekolah dan sedang melawan kelas lain dan bertaruh yang kalah akan membelikan botol minum berjumlah 7. Valdy tentu tidak akan melewatkan kesempatan ini, selain uang jajannya habis untuk membayar kas kelas ia sangat haus siang itu sehingga tak ada pilihan lain menerima ajakan Encep, KM kelas VII-B.

Mereka berdua saat itu masih SMP, tinggi mereka masih dibawah 160 cm, dan mereka adalah siswa yang sangat-sangat tidak populer, berbeda dengan seorang perempuan manis yang sedang menunggu mereka berdua, Shani Indira, ia adalah perempuan yang sangat populer, cantik, baik, dan pintar cukup menjadi modal untuk populer di sekolah yang populer.

Setelah bermain dan kelas mereka menang, Zaki menghampiri Shani yang sedang membaca buku. "Mau minum gak ?"

Shani tersenyum. "Iya mau." tangannya meraih botol yang diberikan Zaki.

"Pulang ?" tanya Valdy.

"Okelah, kasihan dia udah nunggu kita berdua." kata Zaki.

Valdy, Zaki dan Shani sering pulang bersama menaiki BRT karena selain saling mengenal, jalan pulang mereka bertiga pun searah. Shani berjalan di tengah-tengah dua laki-laki yang tidak populer itu sehingga ia terlihat seperti perempuan yang dijaga oleh bodyguard pribadi.

Zaki berhenti ketika melihat sebuah poster yang tertempel di dinding. "Wah, liat Dy, ada DJ Agus, Deddycation, Rashmishguy. Nama DJ keren-keren yak!"

"Iya, keren." kata Valdy yang langsung melanjutkan jalan.

Zaki hanya melamun memikirkan nama apa yang bagus jika dirinya menjadi DJ. Shani yang melihat temannya ini bertingkah aneh langsung menepuknya. "Kamu kenapa ? komat-kamit sendiri!"

"Eh.." Zaki kaget. "Indira, bagusnya kalau aku jadi DJ nama panggungnya apa ya ?"

Shani melihat keatas langit yang berwarna jingga. "Super Jhon!"

Zaki menggeleng. "Itu motor ayah aku!"

"Kalau gue jadi DJ ya, gue bakal ngasih nama panggung gue Zamish. Keren juga."

"Wah bagus tuh, Val." kata Shani.

Zaki berfikir keras agar dirinya juga di puji oleh Shani. Namun nama-nama yang dipikirkannya sangat buruk saat itu.

Valdy membaca situasi. "Kalau buat lu Zak, menurut gue bagusnya Sanzack deh."

Zaki tersenyum mendengarnya. "Keren juga, dari mana lu kepikiran nama itu ?

"Ichsan Zaki. San dan Zak. Gue ngambil dari suku kata terakhir nama depan lu dan suku kata pertama dari nama kedua lu. Simply." kata Valdy.

Akhirnya, tercetuslah nama Sanzack, nama panggung gadungan yang dibuat Valdy untuk sahabatnya itu. Padahal nama itu sungguh tidak menarik menurut Valdy secara pribadi.

***

Valdy dengan cepat langsung membuka link yang dikirim Shania dan Alex dan membacanya. Keren juga puisinya dan si kampret itu ada di London. Pikir Valdy. Tanpa membuang waktu Valdy langsung mengeruk isi blognya agar mendapat alamat email Sanzack.

"Duh!!!" Valdy terus mengeruk isi blognya ditemani kecepatan internet di Indonesia.

Tak lama kemudian ia menemukannya dan merasa sangat senang!

Dan apa selanjutnya ? Gue harus apakan orang yang telah menghilang berbulan-bulan ini ?

***

London, UK

Wisnu berjalan mengantarkan Zaki ke tempat kerja barunya. Ini janjinya kepada Zaki dan mau tak mau harus ditepati. Namun ada satu hal yang membuat Wisnu ingin bertanya-tanya.

"Lu sama Veranda waktu seminggu yang lalu jalan-jalan di Trafalgar Square ya ?" tanya Wisnu.

"Hmm, iya. Lu liat kita berdua ?" tanya Zaki.

Wisnu mengangkat bahunya. "Ya, gue liat kalian lagi menertawakan sesuatu di handphone, gue waktu itu mau nyamperin lu berdua tapi ya begitulah." kata Wisnu berhenti sejenak. "Takut ganggu."

"Ya gak lah, kecuali kalau gue gak kenal lu nah itu baru ngeganggu." kata Zaki yang hanya dibalas tepukan oleh teman disampingnya,

Mereka berdua sampai di taman yang terletak di Fulham, dekat stadion Stamford Bridge.

"Terus ngapain kita di taman ini ?" tanya Zaki bingung.

"Liat." jari telunjuk Wisnu mengarahkan Zaki ke sebuah foodtruck yang terletak diujung taman. "Nah, kita kesana dulu."

Zaki mengikuti Wisnu dari belakang, kedua tangannya dimasukkan kedalam saku long jacket karena udaranya sangat dingin. Ia melihat sepasang kekasih yang duduk sambil bercengkrama, anak kecil yang sedang kejar-kejaran dan antrian panjang di food truck yang ditunjuk Wisnu tadi.

"Here we go." kata Wisnu langsung masuk ke dalam foodtruck itu dan Zaki menunggu di luar.

Terdengar Wisnu sedang berbicara dengan salah seorang di dalam foodtruck itu dan tak lama kemudian Wisnu keluar bersama....

"Waduh! Mang Adat ternyata di London, aduh pantes ajah saya cari-cari di taman udah gak jualan lagi." Zaki langsung menjabat erat tangan Mang Adat. Ia tak menduga bisa bertemu dengan Mang Adat yang selalu menjadi langganannya ketika mau beli siomay.

Mang Adat menepuk pundak Zaki seraya tersenyum. "Ya biasalah, keluar dari comfort zone."

"Oh Mang Adat udah kenal sama Zaki ?" tanya Wisnu.

"Iya kenal lah, waktu di Indo dia kan suka beli siomay di saya." jawab Mang Adat. "Eh duduk dulu lah."

Zaki berpikir ia akan bekerja untuk Mang Adat, itu terdengar bagus menurut Zaki.

"Kata Wisnu, Zaki kekurangan uang ya disini jadinya mau cari kerja ? Kebetulan saya lagi butuh satu orang lagi buat jadi asisten koki nemenin saya."

"Iya hehehe." ucap Zaki sambil menginjak kaki Wisnu. "Masalah kekurangan uang, jangan lu sebutin juga dong ah, gimana sih."

"Hahahaha." Wisnu hanya tertawa. "Jadi gini, lu kerja disini jadi asisten koki, ntar selanjutnya diajarin sama Mang Adat. Tapi lu kan nyari kerja part-time jadinya Mang Adat minta lu kerjanya di sabtu-minggu ajah dan gajinya 7 euro perjam. Gimana ?"

Zaki semangat mendengar gajinya, namun sabtu dan minggu adalah hari santainya. Namun ia sangat bersedia merelakan waktu liburnya untuk bekerja dengan Mang Adat, karena mereka sudah saling kenal.

"Boleh deh." kata Zaki.

Mang Adat lalu menjelaskan dengan siapa Zaki akan bekerja dan bagaimana nantinya suasana saat kerja. Zaki dituntut cepat karena memang siomaynya menjadi favorit se-London Barat dan menurut Mang Adat yang paling ramai adalah di sabtu dan minggu. Setelah menjelaskan semuanya, Mang Adat mulai bercerita bahwa awal kepindahannya ke London karena dirinya mencoba mencari kehidupan yang lebih baik lagi dan kebetulan anaknya yang berkuliah di London menyarankan untuk membuka usaha disini.

Dengan modal dari Indonesia, ia sekeluarga pindah ke London dan membeli sebuah flat dan sebuah food truck. Lalu agar tidak bekerja sendirian, anaknya membantu membuat lowongan kerja di sebuah forum dan didapatkannya lah dua orang untuk membantu Mang Adat dalam bekerja, sampai sekarang.

Setelah bercerita, Zaki dan Wisnu pamit.

"Nanti Jum'at ke rumah saya ya, nanti saya ajarin sesuatu." kata Mang Adat seusai bersalaman dengan Zaki.

"Iya, siap!"

Zaki dan Wisnu bergerak menuju tujuan masing-masing.

"Lu mau kemana abis ini ?" tanya Wisnu sebelum mereka berpisah.

"Pulang lah." jawab Zaki. "Makasih ya Wisnu udah bantu gue, gue gak tau mau bales pake apa."

"Ah gak apa-apa kok, sesama warga Indonesia disini haruslah saling membantu. Oke gue balik ke kafe dulu, rasanya gak enak kalau gak ngebantu anak buah gue disana." Wisnu berjalan ke arah halte terdekat.

Zaki berpikir untuk pulang saja namun tak lama kemudian nada dering handphone-mya berbunyi, ia segera mengangkatnya begitu tahu nama yang muncul di layarnya.

"Halo.... Iya, aku lagi sendirian kenapa ?...... Oh oke, ketemuan dimana nih ?..... Ya sudah, aku kesana.... Jangan terlalu cantik ya, entar aku makin sayang... Ya aku sih udah ganteng dari dulu... Udah dulu ya, aku mau jalan dulu., Bye..."

Zaki memasukan kembali handphone-nya ke saku, lalu ada sebuah email yang masuk namun ia tak memperdulikannya dan berjalan menuju tempat pertemuannya.

***

Bandung

Valdy terus menunggu balasan dari Zaki yang ia kirimkan. Meminum cangkir kopi keduanya di hari ini sambil menyelesaikan beberapa tugas agar dikumpulkan tepat waktu dan bisa santai untuk pergi ke Jakarta bertemu sepupunya yang meminta bertemu.

Ia berfikir bahwa mungkin Sanzack bukan Zaki karena tulisan di blognya terlalu bagus untuk ukuran temannya itu, tapi mengingat masa lalunya pernah mencetuskan nama Sanzack untuk Zaki itu menguatkan fakta yang ada bahwa Sanzack itu Zaki.

Untuk saat ini, lebih baik ia merahasiakan ini semua, demi semua temannya, dan juga Shania.

***

Zaki merebahkan dirinya di ranjang yang empuk, setelah seharian berjalan-jalan dengan Veranda. Setelah kejadian itu, mereka berdua resmi berpacaran. Entah siapa yang meresmikannya, mereka berdua pun tidak meresmikannya, hanya keadaan yang meresmikannya.

Ia memandangi laptop dan terpincut untuk mengupdate blognya, menceritakan musim dingin yang menyebalkan baginya.

Zaki menulis ditemani oleh suara tembakan karena Lakhsan sedang bermain GTA V dibawah dengan volume yang besar dan itu sama sekali tidak membuatnya terganggu, bahkan suara tembakan itu bisa memberikan inspirasi ketika buntu ditengah jalan.

Setelah menulis dan memostingnya, Zaki lalu merebahka dirinya lagi sambil membuka handphone-nya. Ia juga ingat ada sebuah email yang tidak ia buka tadi, menurutnya email tidak penting namun apa salahnya tidak dibuka.

Selasa, 08 Desember

From : Vienny Fitrilya

To : Ichsan Zaki

Subject : Kamu kemana ajah ?

Ternyata setelah sekian lama, aku baca blogmu dan ternyata kamu ada di London. Teman-teman disini bertanya-tanya terus tentang kamu. Aku tau tujuan kamu merahasiakan ini semua. Jadi balas email ini atau aku kasih tau ke semuanya bahwa kamu di London ?

Zaki terdiam membacanya. Akhirnya Viny, salah satu teman baiknya tau keberadannya.

Lalu pikiran Zaki melayang kembali kepada seseorang yang sekian lama tak pernah hinggap di kepalanya. Ia pernah terpikir untuk menjadi kurang ajar dan melupakan perempuan itu. Setelah ada Veranda pun, peluang Zaki terbuka lebar untuk melupakannya. Namun email ini, mengawali semua keresahannya yang selalu timbul tatkala angin malam berhembus.

Hmm, Shania, Apa kabar ?


***

Valdy langsung menatap layar MacBook-nya ketika ada sebuah email masuk, ia tersenyum licik ketika membaca balasan email dari Zaki.

Selasa, 08 Desember

From : Ichsan Zaki

To : Vienny Fitrilya

Subject : Re: (none)

Ya, aku bales deh Viny. Susah buat jelasin kenapa aku diam-diam pergi ke London tanpa sepengetahuan kamu dan lainnya. Di satu sisi aku mau banget kuliah disini, sementara di satu sisi aku berat meninggalkan Shania. Kalau boleh tau, Shania kabarnya gimana ?

Valdy memang sengaja meminjam email Viny karena ia tau Zaki dulu pernah suka ke Viny, ia sengaja menggunakan email pacarnya karena ini akan menjadi peluang mengeruk informasi bagaimana Zaki sekarang, apakah ia sudah mempunyai pacar atau belum, apakah Zaki disana sejahtera atau jatuh miskin menjadi gelandang. Who knows ?

Valdy berfikir, jika ia menggunakan email pribadinya sudah pasti Zaki tak akan membalasnya.

Tangannya mulai mengetik keyboard, satu persatu huruf ia rangkai menjadi kalimat....

Selasa, 08 Desember

From : Vienny Fitrilya

To : Ichsan Zaki

Subject : We've to meet.

Kalau mau tau keadaan Shania sekarang, kayaknya kita harus ketemuan deh. Ntar deh aku cari tiket one-way ke London dan aku mau cerita sesuatu ke kamu, aku udah putus sama Valdy dan aku butuh teman curhat. Ya ?

***

Zaki tidak percaya apa yang dibacanya, Viny sudah putus dengan Valdy dan Viny memintanya untuk bertemu. Zaki adalah laki-laki yang mau bersedia mendengar curahan hati perempuan, ia terbuka dan sangat handal memberi saran.

Ia langsung membalas email itu untuk meminta Viny memeberitahu jadwal keberangkatannya dari Jakarta dan Zaki akan dengan senang hati menjemputnya menggunakan mobil Damien. Zaki bisa meminjam dengan leluasa mobil Damien sekarang karena entah kenapa teman satu flatnya itu menjadi merakyat pergi kerja, kencan, dan menghadiri acara menggunakan bis atau tube. 

Zaki lalu meletakkan handphonenya disebelah laptop, mengambil handuk, dan pergi mandi.

***

Ketika kau bertanya kapan harus berhenti merindukanmu
Ketika kau bertanya kapan harus berhenti memikirkanmu
Ketika kau bertanya kapan harus melupakanmu

Jawabannya mungkin hanya satu atau kau boleh tambahkan sendiri..

Dengan mencintai seseorang yang baru...

Shania membaca kalimat pembukaan postingan baru blog Sanzack, lalu disusul cerita tentang Sanzack yang bertemu seseorang yang baru. Orang baru yang diceritakan Sanzack itu ia deskripsikan sebagai perempuan yang tinggi, cantik, dan enak dilihat. Dan perempuan yang tadi Sanzack deskripsikan sukses membuatnya melupakan orang yang selama ini ia rindukan.

Terdengar jahat, pikir Shania. Ketika sedang merindukan seseorang dan kau begitu cepat melupakannya ketika ada seseorang yang baru yang muncul di hidupmu. Namun Shania memaklumi, 7 bulan sudah blog Sanzack diisi oleh celotehan akan rindu. Sanzack selalu merindukan seseorang, sama sepertinya dirinya yang juga merindukan seseorang. Sanzack mungkin sudah lelah merindukan seseorang yang barang tentu belum merindukannya juga, sama seperti dirinya.

Shania teringat salah satu puisi yang Sanzack buat dan merupakan salah satu favoritnya.

Tuk cahaya nan merantau disana
Patut tak kini ku telah mencinta
Layaknya inang bertemu perapian
Menyatu tuk menghabiskan salah satunya

Arteri bersenandung tak kunjung rampung
Senyumanmu yang menjunjung
Buat ku patut tuk melampauinya
Ku layaknya rembulan yang menghanyutkan suasana

Dimanakah kau berada
Ku disini untuk bertemu
Tatkala tembok saja memisahkan embun dan daun
Salam hangat rindu yang ku puja...

Namun puisi itu akan menjadi abu jika ada seseorang yang baru yang muncul di kehidupan kita. Shania memejamkan mata lalu berpikir siapa orang baru yang menghiasi hidupnya hari demi hari, rela mengorbankan waktunya untuk menghubunginya, dan selalu bertanya kabar tentang dirinya. Itu mungkin hanya bentuk perhatian kecil, namun itu besar bagi Shania. Ketika merindukan seseorang, pastilah kita tak tahu apakah orang itu merindukan kita lagi. Perhatian kecil dari seseorang akan menjadi besar, tak peduli itu siapa.

Karena yang biasanya peduli kepadamu kini hanya bisa dirindukan keberadaannya.

Handphone-nya berbunyi, nada deringnya mengalun sadis membuat Shania membuka matanya lagi, di depannya layar laptopnya masih ada postingan Sanzack, namun ia melirik layar handphone-nya dan tersenyum melihat nama yang muncul dilayar.

"Halo, Adam, ada apa ?"

To be continued
Read more ...

Standupwrongway Fanfict JKT48 : Unreachable 2 (Part 4)

Sunday 25 October 2015
Hakata, Fukuoka, Japan

Arraufar sedang sibuk dengan kamera SLR-nya, ia memotret jalanan Hakata di sore hari sambil menunggu matahari terbenam. Arraufar kini tinggal di Fukuoka, berkuliah sambil bekerja di perusahaan ayahnya di bidang asuransi jiwa. Ia tidak mungkin menolak permintaan Ayahnya untuk pindah ke Jepang dan langsung mengiyakan. Namun sisi negatifnya, ia harus berhubungan jarak jauh dengan pacarnya. Handphone di sakunya bergetar, ia melihat layar dan tersenyum dan langsung mematikan sambungan dan menelepon balik.

"Kenapa ditutup sih tadi ???!!!" suara Yuvia terdengar kesal namun Arraufar sudah biasa dengan hal itu.

"Hey, aku gak mau kamu mahal-mahal nelepon aku, mending aku yang nelepon kamu." kata Arraufar sambil membidik Stasiun Hakata. Earphone di telinganya terhubung dengan handphone yang berada di dalam saku membuat Arraufar bisa berbicara dengan perempuan yang disayanginya sambil memotret.

"Abisnya, aku kangen dan kamu gak nelepon-nelepon aku, hehe."

"Sengaja, biar kamu kangen. Hehe." sahut Arraufar ringan.

"Ih gitu ya. Liburan tahun baru kamu kesini kan ? Ketemu aku ?" tanya Yuvia.

Arraufar terdiam, memikirkan mau kemana nanti dia buat liburan tahun baru. Lalu ia teringat temannya di perusahaan memberikannya tiket pesawat untuk 2 orang pulang-pergi di akhir tahun.

"Halo ? Sayang ? Kamu ciuman sama cewek lain ya ? Kok diem ajah ?"

"Eh apaan, engga lah." sela Arraufar. "Kayaknya kamu deh yang harus ketemu aku. Kesini."

"Boleh, aku mau banget ke Jepang soalnya."

Arraufar lalu duduk di kursi stasiun setelah memotret. "Iya, kamu ke Jepang cuman sampai bandara ajah, abis itu kita pergi lagi."

"Loh, kemana ?" tanya Yuvia heran.

Arraufar hanya tersenyum. "London!"

"Oke! London! Bagus juga sayang, yang penting sama kamu." kata Yuvia terdengar senang.

"Iya sama aku, yaudah sayang, aku mau pulang dulu ini lagi di stasiun abis poto-poto. Bye!"

Arraufar memutuskan sambungan, lalu ia menelepon teman baiknya.

"Salut! Mon ami verdomme! Comment vas-tu ? es tu malade ?"

****

Bandung, Indonesia

Valdy sedang memakan kupat tahu, ingus demi ingus selalu keluar dari hidungnya karena kepedasan dikerjai oleh Adiknya yang juga sedang memakan kupat tahu.

"Kampret lu, ngerjain gue." kata Valdy.

Megumi hanya tertawa. "Maaf, bang, sengaja gue pesen yang pedes buat lu biar lu ngoceh terus kan lu pendiam orangnya."

"AAAAAAH! Pedes abis monyeeeet!" seru Valdy kesal sampai ia menyebutkan nama kawannya.

"Nih, minum." tawar Viny.

"Ya."

Viny dan Megumi sedang liburan ke Bandung dalam rangka long weekend, Valdy harus rela menjadi supir mereka berdua yang sudah seenak jidat dan gak mau sama sekali bayarin buat isi bensin karena hasil test IQ Megumi menunjukan angka 151 dan Valdy sudah menjanjikan untuk menemani Megumi liburan di Bandung, sementara Viny ke Bandung karena diajak Megumi padahal hubungan Valdy dan Viny sedikit merenggang akhir-akhir ini.

"Bang, minjem MacBook lu dong, gue mau online sebentar." kata Megumi seusai makan.

"Ya, ambil di kamar."

Megumi naik ke lantai atas, kini di ruang tengah tinggal Valdy dan Viny. Mereka berdua hanya terdiam karena ya, setelah pertengkaran lewat sambungan telepon karena hal yang seharusnya tak harus dipermasalahkan. Sebenarnya Viny ingin sekali menolak ajakan Megumi namun ia tak sanggup menolak karena Megumi baik sekali padanya.

Valdy merasa bersalah karena mengucapkan kata-kata kasar kepada Viny. Sementara Viny merasa bersalah karena cemburu melihat Valdy di Bandung selalu jalan-jalan dengan cewek lain yang ternyata merupakan temannya. Viny tau semua itu karena temannya menceritakan tentang Valdy dan ini yang membuat Viny marah, namun iya lebih marah lagi ketika Valdy membentaknya juga.

"Vin"
"Val"

Mereka berdua mulai membuka suara, secara bersamaan. Viny dengan cepat membuka suara lagi. "Kamu duluan."

Valdy terdiam sambil menatap kaleng fantanya. Lalu ia tak berani mengucapkan apa yang mau ia ucapkan dan malah... "Mau fanta gak ?"

Viny kesal tentunya, namun melihat mata Valdy yang menatapnya dalam sambil mengulurkan kaleng fanta, Viny tak kuasa menolaknya. "Makasih."

"Aku tau kamu gak bakal maafin aku kan ? Aku nyesel ngebentak kamu, walau aku tau kamu gak bakal memaafkan orang yang lagi ngomong sama kamu ini, tapi setidaknya dengan fanta itu, kamu masih menganggap aku ada. Itu cukup." kata Valdy. Ia spontan mengucapkan ini tanpa rencana apapun.

Viny hanya terdiam, ia tak tahu mau menjawab apa. Valdy melanjutkan. "Cewek itu ? Dia cuman teman satu jurusan, dia baik sama aku dan tentunya aku mau gak mau harus baik sama dia dong. Soal aku pegangan tangan sama dia, itu cuman dilebih-lebihin! Aku tau itu, dia suka bohong kalau cerita agar lawan bicaranya terkesan."

"Kamu tau dari mana dia bohong ?" tanya Viny cepat tanpa melihat Valdy.

"Dari cara bicaranya, gelagatnya, dia ketauan bohong banget."

Viny lupa, Valdy pandai sekali mengenali sifat orang-orang disekitarnya. Valdy melanjutkan lagi. "Soal bentakan aku, ya aku tau kamu cewek yang gak bisa di bentak,  Aku mau minta maaf pasti kamu susah menerimanya, jadi aku harus gimana ?"

Viny berpindah tempat duduk dan kini ia duduk di sebelah laki-laki yang memberikannya sekaleng fanta. Ia harus bersikap dewasa menghadapi ini semua dan membuang sifat kekanak-kanakannya. Valdy menyenderkan kepalanya di bahunya dan tangannya mengusap kepala Valdy. "Memaafkan itu perlu, apa jadinya Manusia jika saling memaafkan saja susah. Bentakan kamu waktu itu, gak berguna banget buat ngingetnya lagi. Bahkan pas kita saling diam, aku tau kamu mau minta maaf tapi susah buat mengutarakannya."

Valdy hanya tersenyum, sudah lama kepalanya tak bersender di bahu itu. Tak lama handphone Valdy bergetar, Viny mengambilnya dan tersenyum menahan tawa. "Pacar kamu yang kedua nelepon! Angkat!"

Valdy mengambil handphone itu dan mengangkatnya.

"Salut! Mon ami verdomme! Comment vas-tu ? es tu malade ?"

"Prancis lu jelek, jangan dipaksain, seriusan." jawab Valdy.

"Aduh kawan lama, kapan nih kita bertemu ? Ke Jepang ya kapan-kapan ?!" seru Arraufar.

"Iya deh, kebetulan gue kayaknya tahun baru di Jepang sama Viny dan adik gue." kata Valdy, Viny yang mendengarnya hanya mengerutkan dahi tanda bingung. "Aya Naon ?"

"Ah kebetulan topiknya tahun baru, gue tahun baru mau ke London!"

"Lah, katanya mau meet up. Yaudah terus ada apa hubungan gue sama London ?" tanya Vady.

"Lu ada kenalan di London ? Siapa gitu ?"

"Ada, tapi dia sibuk, dia punya kafe disana. Kalau lu mau kontaknya ntar gue Line deh. Apalagi ?"

"Nanti sekitar setengah jam lagi cek Line ya. Oke kereta gue dateng, nanti gue telepon lagi." Arraufar menutup teleponnya.

Valdy tahu karena biaya menelepon Jepang dan Indonesia mahal.

"Arraufar sering nelepon kamu ya ?" tanya Viny.

"Iya sayang."

Viny tersenyum. "Dan cuman satu yang gak pernah nelepon kamu. Si kampret itu, Ichsan Zaki. Kemana dia ?"

Valdy mengangkat bahunya. "Gatau deh, keluarganya pada pindah ke luar negeri yang aku gak tau dimana."

***

Shania sedang duduk menatap layar laptopnya, ia baru saja selesai skype-an dengan Adam--mantannya waktu SMP itu yang kini sudah berubah menjadi orang yang tampan-- dan entah kenapa ia ingin sekali bertemu Adam, mencurahkan isi hatinya yang tak menentu ini. Shania sekarang, butuh seseorang yang bisa mendengar curahan hatinya dan ia merasa Adam lah yang mampu melakukannya.

Sekarang, ia benar-benar hidup seperti tidak ada Zaki di dunia ini dan merasa ia kini hidup di garis dunia yang berbeda dengan laki-laki itu. Semua akun sosmednya tidak aktif apalagi nomor teleponnya. Mungkin benar kata Sinka waktu mereka bertemu terakhir kali dengannya.

"Ayolah Shan, lupain Zaki. Sampai kapan kamu harus terus begini ?" kata Sinka.

Tindakan tak semudah lisan, Sinka. Pikir Shania. Dan hal yang makin membuat sulit Shania adalah cincin itu, yang diberikan Zaki saat terakhir mereka bertemu dan ciuman itu. Shania menyentuh bibirnya dengan telunjuknya lalu menggigit bibirnya.

AH! KENAPA GUE GAK BISA LUPAIN DIA!!!! Teriak Shania dalam hati.

Kini di layar laptopnya terpampang jelas Blog Sanzack dan entah kenapa blog ini hanya satu-satunya yang bisa membuat Shania tenang. Tulisannya, tutur bahasanya, dan kemisteriusannya bercampur aduk hingga membuat Shania dan mungkin ribuan pembacanya senang kepada tulisannya.

Sanzack terus saja diakhir cerita tentang kota London, pasti ada satu paragraf tentang dia yang tak bisa mengungkapkan rasa rindunya terhadap perempuan yang ia cintai, ini membuat Shania kesal dan seakan berteriak "KENAPA LO GAK TELEPON TUH CEWEK DAN BILANG KALAU LO KANGEN!" Ah, namun disitulah menurut Shania letak menariknya. Ia akan terus menghasilkan tulisan dari rasa rindu, sementara Shania sebaliknya, rindu seakan menyakitinya, mengiris perasaan, dan ia ingin segera melenyapkan rasa rindu itu.

Notifikasi Line di Handphone-nya berbunyi. Shania bingung.

arraufar : hoy apa kabar ?
zamish : hah, ini maksud lu nunggu setengah jam itu ? ngapain buat grup ?
shanju : kabar ? biasa aja. Ciee jadi orang jepang sekarang.
mhmdtaufan : woy, koleksi JAV lu makin banyak ya ?
zamish : hahahahaha
shanju : :)
arraufar : banyak dong! gue buat grup ini ya biar kita bisa ngobrol bareng
sinkaaaaaa : haaaiiii!
mhmdtaufan : my panda!!!
sinkaaaaaa : wah ada orang jepang, left grup ajah deh
cindvia : holaaaaaaaaaaaaa
arraufar : ahhhh!!!

Shania tersenyum membaca chat grup itu apalagi ketika Taufan, Sinka, Arraufar, dan Taufan saling menyapa, ia sangat berharap ada Zaki disitu. Namun, never happened.

arraufar : btw, gue sama yuvia nanti mau liburan ke london pas tahun baru, ente semua kemana ?
mhmdtaufan : orang kayah mah bedaaaa main london ajah!
arraufar : hehehe
zamish : gue ke jepang
shanju : eh valdy, ke jepang ? ikut dong!

Entah kenapa Shania ingin ke Jepang saat ini dan ia tidak tahu apakah Valdy membual apa tidak tentang liburannya ke Jepang. Sementara Arraufar ke London ? Ke kota yang dihuni oleh blogger favoritnya.

lordalex : valdy ke jepang cuman mau ketemu artis AV
cindvia : ALEX!!!!!
sinkaaaaaaa : WOW ALEX!!! MASIH HIDUP!!!
mhmdtaufan : WUIH!
arraufar : kampret alex masih ada nyawanya!
zamish : inget alex ya inget gantungan kuncinya, btw sekarang dimana lu lex ? jangan kaya zaki ngilang tanpa kabar.

Membaca nama 'Zaki' membuat Shania muram, kenapa sih harus ngomongin Zaki ? Pikir Shania.

lordalex : dijalan, abis pulang. eh itu Arraufar mau ke London ?
arraufar : yoi, kenapa ? mau ikut ?
cindvia : iya alex mau ikut gak apa-apa kok!
shanju : London oh London....
lordalex : ada apa dengan kota London shan ?
shanju : engga ada apa-apa :)
zamish : ngapain ngomongin London shan ? kamu kan mau banget ke Paris dan kata kamu SI ZAKI itu ada di paris :DDD
sinkaaaaaa : sebenarnya itu kata aku, hehe.
shanju : hahaha
zamish : pantesan minta belajar bhs prancis, pft!

Memang, entah kenapa Shania ingin sekali bersekolah di Paris, bukan karena apa-apa tapi karena menurutnya kota itu bagus dan kemungkinan besar ada Zakinya, itulah yang membuatnya ingin sekali ke Paris.

cindvia : kok gak ada viny ?
zamish : dia lagi main nonton pilem di kamar gue
lordalex : wah kamar lu, lu apain tuh viny ?
mhmdtaufan : iya iya, lu apain ajah ?
zamish : mesum!
arraufar : gue cabut dulu ya, ntar chat lagi.

Ketika Shania mengscroll hasil percakapan diatas, terlihat semua temannya tidak peduli akan Zaki. Hanya dua kali nama Zaki ada di layar handphonenya itu pun diucapkan oleh orang yang sama. Shania pikir mungkin mereka sudah melupakan Zaki, iya bagi mereka sangat mudah sekali melupakannya, namun Shania ? Jangan harap! Itu mungkin lebih sulit daripada memutar waktu.

****

Desember
London, UK

Zaki melihat iPod Touch-nya yang menunjukan pukul 14.00 dan suhu mencapai 2 derajat celcius. Ia melihat flatnya kosong karena Lakhsan pergi ke Brighton bersama teman-temannya dan Damien pergi bersama pacarnya. Ini musim dingin pertamanya dan ia sangat sekali benci dengan suhunya karena kulit tropisnya ini susah beradaptasi dan untungnya di flat ini ada penghangat ruangan. Bel pintu berbunyi, Zaki dengan cepat membuka pintunya dan ia tersenyum.

"Hola, Zaki!" senyum ramah perempuan yang sedang berada dihadapannya ini membuat Zaki ingin mencumnya.

"Hola!" Zaki balik menyapanya. "Masuk dulu yuk."

"Akhirnya aku bisa ke flat kamu, besar juga, tingkat dua." kata Veranda sambil berkeliling. "Kamar kamu dimana ?"

"Diatas, eh kak, kalau mau makan sesuatu ambil ajah di kulkas, aku siap-siap dulu."

Veranda hanya mengangguk. Zaki pergi ke atas untuk bersiap-siap. Dengan memakai dalaman longjohn yang Zaki beli di Leicester Square dan sangat pas untuk badannya, baju kaos berwarna putih dan setelah itu memakai jaket berbahan nylon dan terakhir adalah memakai length jacket punya Damien yang ia pinjam. Sudah siap, ia langsung turun dan melihat Veranda sedang membaca buku yang berada diatas meja didepan TV.

"Kak, aku udah siap." kata Zaki.

Veranda tersenyum. "Kamu bisa bahasa prancis ya, novelnya keren gini pake bahasa prancis."

Zaki menggeleng pelan. "Bisa sedikit tapi itu novel punya teman aku yang tinggal di flat ini juga dan kebetulan dia orang prancis."

Perempuan cantik itu menutup novelnya lalu berdiri dan memasukan kedua tangannya ke saku, ia tidak membawa tas. "Oh, kirain aku kira orang Indo semua disini."

"Hehehe."

"Mau kemana nih ?" tanya Veranda.

Zaki berpikir sejenak lalu tercetuslah. "Trafalgar Square."

***

Zaki sebenarnya sedang ingin menulis blognya sehari penuh diawal musim dingin, mengutarakan kekesalannya akan musim dingin di blognya dan menulis sesuatu dengan rasa rindu bertemu orang yang disayanginya. Namun semua batal, karena malam sebelumnya Veranda menelepon dan mengajaknya untuk jalan-jalan keesokan harinya.

Ia dan Veranda selalu bersama akhir-akhir ini, dari makan siang bersama, menonton film di bioskop, dan duduk-duduk santai di salah satu spot yang di klaim terbaik oleh mereka di Hyde Park. Kebersamaan itu membuat mereka berdua nyaman satu sama lain. Secara fisik, Veranda menyukai hidung Zaki yang mancung, postur tubuhnya yang tinggi, dan badannya yang lumayan tegap. Sementara Zaki tidak bisa mendeskripsikan perempuan yang sedang berjalan disampingnya itu.

Veranda terlalu sempurna dimata Zaki untuk di deskripsikan.

Zaki sendiri tau ini-itu kota London juga dari Veranda dan juga dari Naomi, namun ia lebih suka cara Veranda menjelaskan apa yang ia tidak tahu tentang kota ini. Temannya Lakhsan itu tidak berguna sementara Damien terlalu sibuk di dapur restorannya.

Veranda suka dengan cara tersenyum Zaki ketika berbicara, suka dengan cara Zaki berjalan, dan suka dengan segala perhatian yang Zaki berikan seakan-akan ia adalah satu-satunya perempuan yang diperlakukan khusus oleh Zaki.

Ya secara singkat, Zaki membutuhkan Veranda, Veranda membutuhkan Zaki.

***

Di Trafalgar Square, Zaki ingin sekali pergi ke National Galery yang berisikan kurang lebih 2300 lukisan dan kebanyakan lukisannya berasal dari abad pertengahan ke-13 pada tahun 1900. Karena kata teman Zaki, di museum ini punya nilai sejarah yang tinggi, terutama sejarah tentang Renaissance awal.

Sesudah berkeliling di National Gallery, mereka berdua berpoto di depan Tugu Nelson yang tingginya mencapai 50 meter. Tugu ini didirikan untuk memperingati tewasnya Laksamana Horatio Nelson dalam pertempuran Trafalgar yang terjadi pada tahun 1805 silam.

Selain Tugu Nelson, banyak lagi patung lainnya yang tersebar di Alun-Alun yang terkenal ini.

"Maaf, Kakak yang ngajak pergi kok aku jadi yang ngatur gini ya." kata Zaki.

"Gak apa-apa kok. Lagian seru juga." ucap Veranda seraya tersenyum dan ia melanjutkan. "Kamu beda dari yang lain, cowok lain biasanya ngajak jalan cewek ke tempat yang romantis. Sementara kamu ? Ke Museum. Hehehe."

Mereka duduk di bangku panjang di ujung Alun-Alun. Zaki memasukan kedua tangannya ke long jacket-nya karena suhu udara tidak manusiawi sekali. Sebenarnya 2 dejarat celcius tidak terlalu dingin, akan tetapi hembusan anginnya lah yang membuat Zaki tak tahan.

Tak terasa hari sudah mulai gelap, mereka berdua kembali menyusuri kota London dengan berjalan kaki dan melihat betapa indanya London Eye ketika musim dingin, jalananan di bawahnya terdapat pohon yang dihiasi oleh lampu-lampu berwarna biru. Zaki pikir ini adalah pemandangan yang terbaik yang dia lihat.

Zaki tak tahan lagi untuk meminta sesuatu kepada Veranda, ini adalah momen yang sangat pas! "Kak, fotoin aku dong."

Veranda mengangguk.

***

Setelah foto sana-sini dan makan malam. Veranda mengajak Zaki untuk duduk di taman yang berjarak 500 meter dari London Eye.

"Capek ya ?" tanya Zaki.

"Lucu pertanyaan kamu, justru di musim dingin begini bagi aku gak akan gampang capek, keringetan ajah engga." jawab Veranda.

Mereka asyik mengobrol, mereka membicarakan sesuatu yang tidak penting menjadi penting, yang kecil menjadi besar. Veranda terkesan dengan gaya bercerita Zaki, dengan suaranya yang berat namun enak di dengar dan cara bercerita yang unik itu sudah cukup membuat Veranda tersenyum tanpa henti ketika mendengar Zaki bercerita.

Sementara Zaki bingung, Veranda selalu tersenyum ketika ia bercerita padahal menurutnya cerita yang ia ceritakan tidak begitu menarik. Tapi Zaki suka dengan senyum itu. Sangat suka.

"Zaki."

"Apa ?"

Veranda meraih tangan kanan Zaki lalu menggenggamnya. "Dingin banget tangan kamu."

"I.. Iyaa." Zaki merasakan tangan Veranda yang lembut dan hangat untuk ukuran musim dingin.

"Sebenarnya, aku gak nyangka bisa ketemu kamu di London waktu kejadian yang aku hampir di perkosa sama pemabuk." kata Veranda sambil menggenggam erat tangan Zaki yang dingin. "Kalau gak ada kamu, aku gak tau deh, aku terima kasih banget."

Zaki hanya terdiam mendengarnya dan tidak menatap mata lawan bicaranya karena tidak tahu mau menjawab apa. Ia terdiam begitupun juga Veranda yang terdiam namun tangannya selalu digenggam erat.

Veranda menoleh ke arah Zaki dan dalam waktu yang bersamaan Zaki juga menoleh ke arah Veranda. Wajah mereka sangat dekat. Sangat dekat. Lalu dengan perlahan, Veranda mendekatkan bibirnya ke bibir laki-laki yang ada dihadapannya. Tanpa ada isyarat apapun dan cuacanya yang dingin...

Mereka melakukannya.

Voila comment Veranda dire merci.
Voila comment Zaki dire de rien.

To be continued
Read more ...

Standupwrongway Fanfict JKT48 : Unreachable 2 (Part 3)

Wednesday 7 October 2015
1 Bulan Kemudian

London, UK

Zaki mengeluarkan iPod Touch-nya dari saku lalu matanya dengan cepat melihat suhu yang tertera di layar. 18 derajat celcius, wajar. pikir Zaki lalu memasukkan kembal iPod-nya kedalam saku. Kini ia sedang duduk di bangku yang menghadap langsung ke Sungai Thames hanya untuk melepas penat karena ia baru saja berjalan-jalan dengan Naomi. Selama sebulan ini frekuensi pertemuannya dengan Naomi bisa dibilang sering karena memang Zaki yang banyak waktu luang dan Naomi yang selalu memintanya untuk menemani jalan-jalan.

Sudah satu bulan pula ia belum mengupdate blognya, bukan disengaja akan tetapi ia selama sebulan ini tidak punya semangat untuk menulis sesuatu apalagi sebuah puisi yang selalu membuat pembacanya terkagum-kagum.

"Bzzt Bzzt." Handphonenya bergetar, segara Zaki mengelurkannya dari sakunya dan melihat ada satu SMS.

Zaki, nanti jam 9 malam jemput aku ya!

Pengirimnya Veranda. Setelah kejadian yang tidak menyenangkan itu, Veranda menjadi takut jika pulang sendirian, jika tidak bersama teman-teman kantornya, ia selalu meminta Zaki untuk menjemputnya di halte bis dekat restoran Vietnam di Soho.

Ia melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 06.13, berarti tinggal beberapa jam lagi dan Zaki memustuskan untuk pergi ke Soho sekarang. Ia memasang earphonenya yang kini sedang memutar lagu kesukaannya, yaitu Wasted Love - Steve Angelo.

Wasted love, why do i always give so much ?
Wasted love, you know i gave you all my heart
Wasted love, can't help but always give too much
BUT IT'S NEVER ENOUGH.

Sambil berjalan, Zaki menatap langit lalu menggumam.

"Shania, kamu lagi apa ?"


Jakarta, Indonesia

Pukul 18.00 WIB

Shania sedang menunggu seseorang yang sudah berjanji dengannya untuk makan malam bersama di rumah. Sambil menunggu, Shania membaca berulang kali postingan dari blogger favoritnya, siapa lagi kalau bukan Sanzack. Puisi dan tulisannya yang selalu membuat Shania kagum.

Ketika ia sedang khusyuk membaca, bel pun berbunyi. Shania dengan cepat menaruh Handphonenya dan bergegas membuka pintu, ia tersenyum. "Hey!"

"Hey, kelamaan nunggu ya, maaf ya!"

"Eh engga kok, ayo berangkat." Shania tersenyum lalu mengambil tasnya dan bergegas masuk ke dalam mobil.

Sekarang ia sedang di dalam mobil dengan seseorang yang ia temui di taman sebulan yang lalu. Adam, begitulah namanya adalah mantan pacarnya saat masih duduk dibangku SMP. Mereka berdua harus memutuskan hubungan karena Adam pindah ke London bersama kedua orang tuanya sampai saat ini. Namun ketika Adam lulus SMA, orang tuanya pindah tugas ke Jakarta kembali namun Adam memilih tetap tinggal di London. Ia kini mengambil cuti panjang dari kuliahnya dan berlibur ke Jakarta, melepas rindu dengan orang tuanya.

Shania melihat bahwa Adam yang dulunya mempunyai badan yang gak bagus-bagus amat, berubah menjadi pria tampan dengan badan yang tegap dan Shania pun terkejut melihat perubahan Adam.

Mereka jadi sering jalan berdua setelah pertemuan mengejutkan di taman karena memang Shania yang banyak waktu luang dan Adam yang selalu memintanya untuk menemani keliling Jakarta karena ia sudah lupa-lupa ingat.

"Kamu kapan pulang ke London ?" tanya Shania sambil melihat Adam dengan ringan memegang kemudi stir namun mantap.

"Hmm, Lusa dini hari, Makanya aku ajak jalan kamu sekarang. Hehe."

"Oh gitu...." Shania hanya tersenyum.

Mereka tiba di sebuah restoran yang cukup mahal dan menurut Shania ini adalah restoran yang romantis. Ia sama sekali belum pernah kesini.

"Yakin kita makan disini, Dam ?" tanya Shania. Ia tak mau merepotkan jika Adam menraktirnya di restoran yang mahal ini.

"Yakin dong." Seperti bisa membaca pikiran Shania, Adam melanjutkan. "Kalau masalah harga jangan dipikirin ya, semuanya on me kok!"

Setelah selesai makan, Adam menginjak gas lalu menuju Taman Kota. Ya, taman kota, yang dulunya sering sekali dikunjungi Shania bersama Zaki. Ia tak tahu mengapa Adam membawanya kesini. Shania melihat bahwa spot yang biasa ditempati Mang Adat sudah kosong, mungkin sudah pindah.

Sambil menarik tangannya, Adam membawa Shania menuju tempat duduk yang sudah tidak asing bagi Shania, yaitu tempat duduknya ketika pertama kali melihat Adam setelah lama tidak bertemu.

"Hmm, Shania." Adam tersenyum melihat Shania yang terlihat bingung. Ia memegang kedua tangan shania.

"Apa ?"

"Kamu makin cantik."

Shania pun dengan kaku menjawab. "Kamu juga, makin ganteng."

Adam kembali tersenyum, senyumannya itu selalu membuat Shania merasa tenang. "Jadi gimana ?"

"Jadi apa maksud kamu ?"

"Aku masih sayang sama kamu, Shania." kata Adam. Shania terkejut dengan perkataan Adam, kini ia merasa degup jantungnya berdebar kencang.

Adam melanjutkan.. "Kamu mau jadi pacar aku lagi ?"

Tidak! Shania bingung dengan perasaannya sendiri, senyuman hangat Adam selalu membuat bayang-bayang Zaki yang selalu menghampirinya perlahan pudar. Ia sendiri sekarang merasa nyaman jika bersama Adam. Shania akui, Adam sekarang lebih tampan daripada Zaki. Namun akhir-akhir ini ia selalu berpikir bahwa Zaki sudah menemukan wanita yang lain dibelahan dunia sana dan ia pikir bahwa menerima Adam kembali adalah keputusan yang tepat dan keputusan apakah ia siap menjalani LDR.

"Shania ?"

Shania tersadar dari lamunannya. Ia tau apa yang harus ia jawab. "Aku gak bisa jawab sekarang, Dam."

Adam kembali tersenyum. "Oke, aku akan menunggu jawaban kamu. Aku harap kamu bisa menerima aku kembali."

Shania membalasnya dengan senyum yang dipaksakan.

Setelah diantar pulang, Adam berjanji bahwa liburan tahun baru nanti ia akan kembali ke Jakarta untuk menemuinya. Shania kini kalut dengan pikirannya sendiri. Ia membanting pintu kamar lalu melempar tasnya ke kasur dan duduk didepan meja belajarnya, menulis di buku diary-nya.

Kemana saja kau selama 7 bulan ini, Zaki ?
Mengapa kau pergi tanpa bilang kepadaku ? Kau pikir aku ini tidak merindukanmu ? Sangat!
Zaki, kau bodoh! Maaf, kau telah membuatku jatuh cinta kepadamu, rasanya ingin sekali bangun, namun tak bisa.
Jika kau senang sekarang disana, di tempat yang tidak ku ketahui, aku turut senang. Walaupun brsama dengan seorang perempuan lain.
Barusan ada seorang laki-laki menghampiriku, dia mantanku, meminta ku menerimanya kembali.
Kau tau jawaban ku ? Tentu tidak tahu, kan kau bodoh :)

Shania menatap kotak cincin yang kini berada di sampingnya, air matanya perlahan jatuh.

Satu lagi, apa maksud kau memberi cincin ini kepadaku ?

Shania menutup buku diari-nya lalu memeluk kedua kakinya.

"Zaki, kamu lagi apa ?"

London, UK

Pukul 21.00

Zaki tersenyum setelah bertemu dengan Veranda. Ia melihat bahwa wajah Veranda terlihat lelah. Zaki sudah terbiasa bersamanya sehingga tau apa yang dirasakan Veranda.

"Kak, mau minum gak ?" tanya Zaki.

"'Iya, tapi traktir ya Zaki." jawab Veranda sambil tersenyum.

"Okay, follow me."

Veranda terkejut ketika Zaki membawanya ke cafe yang menyajikan minuman Indonesia. Veranda memesan Es Dawet kepada pelayan, sementara Zaki memesan Es Teler. Sambil menunggu pesanan datang, mereka berdua mengobrol dengan asik, senyuman Veranda selalu membuat muka Zaki memerah. Mereka berhenti mengobrol ketika seseorang datang ke meja mereka, bukan pelayan, akan tetapi....

"Zaki! Apa kabar ?"

"Everything is fine with me, don't worry." jawab Zaki.

Wisnu, yang tadi menyapa keduanya, adalah pemilik cafe ini, ia kenal dengannya karena Wisnu adalah teman Damien yang selalu mampir ke flat-nya untuk sekedar mengobrol dan bermain PS dengan Lakhsan. Ini pertama kalinya ia mengunjungi cafe milik Wisnu. Cafe ini memakai konsep yang menurut Zaki rasa Indonesianya teramat kental, bahkan di buku menunya pun terselip beberapa kata penting Bahasa Indonesia yang sudah diterjemahkan kedalam Bahasa Inggris.

"Dan ini, siapa ?" tanya Wisnu mengerling ke arah Veranda.

"Oh iya, Kak, ini Wisnu, Wisnu ini Veranda." kata Zaki.

"Veranda."
"Wisnu."

Mereka berdua berjabat tangan, Wisnu duduk di sebelah Zaki dan menginjak kakinya karena Wisnu tak menyangka Zaki bisa bersama dengan perempuan cantik ini.

"Pacar lu, Zak ?" bisik Wisnu pelan sekali. Ia melihat Veranda sedang sibuk membaca menu.

"Bukan, kalau lu mau ambil ajah, dia single tuh." bisik Zaki tak kalah pelannya.

"That's impossible! dia cantik banget sementara gue..."

"You're fucking lucky bastard you know! Lu punya cafe yang terkenal di London, setiap hari ramai dan itu menjadi alasan agar lu gak selalu merendahkan diri."

Akhirnya Wisnu memberanikan diri mengobrol dengan Veranda, Zaki yakin Wisnu bisa mendekati Veranda karena ia tahu bahwa Wisnu kaya akan bahan pembicaraan. Setelah pesanan datang, Wisnu izin untuk kembali ke dalam, Zaki dan Veranda hanya mengangguk.

"Dia orangnya asik juga." puji Veranda.

"Ah memang selalu begitu, dia suka datang ke flat aku untuk sekedar makan dan main PS."

"Aku belum main ke flat kamu." kata Veranda.

"Hmm, iya, hehe, mending gausah deh kak."

"Kenapa ?"

Pikiran Zaki melayang kepada temannya yang berasal dari India itu sehingga lebih baik Veranda tak datang ke flatnya.

"Gak pake gausah, pokoknya aku harus dateng ke flat kamu. Kapan ya ? Hmm, minggu deh aku kesana!" kata Veranda bernada serius, Zaki hanya mengangguk lesu lalu melanjutkan kembali menyantap esnya.

Selesai minum, Zaki pergi ke kasir karena ada Wisnu disana, sekalian mengobrol sebentar.

"Hmm, lu beruntung lagi, tadi dia muji lu." kata Zaki.

"Wah yang bener ? padahal gue tadi hanya ngobrol-ngobrol biasa ajah sama dia. Dia muji apa gitu ?"

"Gaperlu tau, pokoknya dia muji lu tadi. Eh berapaan semuanya ?"

"Gratis Zaki! Gue kasih gratis!" kata Wisnu sambil tersenyum bahagia. "Lu udah ngenalin gue ke Veranda, tapi gue minta satu lagi dong."

"Apa ?"

"Nomor teleponnya, hehe."

"Ntar gue SMS, oke makasih ya semuanya, Es Teler lu juara deh!"

Lekas itu Zaki menemani Veranda pulang ke flat-nya yang di daerah Mayfair dengan berjalan kaki. Veranda selalu memegang tangan Zaki dan ini membuat wajah Zaki selalu memerah. Senang rasanya tangan di genggam oleh perempuan yang baik nan cantik, pikir Zaki sambil tersenyum.

Setelah mengantar Veranda, Zaki berjalan menuju taman Hyde Park yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Mayfair.

Saat berjalan handphone-nya pun bergetar, ia meraihnya dengan cepat di saku.

"Hmm, SMS." Gumam Zaki lalu segera membacanya. Ia mengernyitkan dahi. "Kampret, okelah." gumamnya sekali lagi lalu memasukan handphonenya kedalam saku kembali...

-OoOoO-

Adam tiba di Heathrow pada pukul 8 pagi waktu London, ia lelah duduk selama 13 jam walaupun duduk di Bussiness Class. Sambil menarik koper yang besar, ia melirik ke kiri dan ke kanan mencari seseorang yang menjemputnya. Adam tersenyum ketika menemukan seseorang yang ia cari sedari tadi.

"Udah lama disini ?" tanya Adam sambil menjabat tangan seseorang yang menjemputnya.

"Hmm, baru setengah jam." jawabnya. "Minum ke Starbucks dulu yuk ?"

Adam mengangguk.

"Gimana Jakarta ?"

"Berubah banget ya, gue udah bertahun-tahun gak kesana, sekalinya kesana udah beda. Jadi gak hapal jalan. Ah pokoknya gitu deh." jawab Adam.

"Hehe."

"Terus." Lanjut Adam. "Gue secara gak sengaja ketemu mantan gue di Taman Kota, dia tambah cantik! Gue mencoba melakukan pendekatan lagi, ngajak dia jalan, makan malam bareng tapi pas sehari sebelum berangkat gue ajak balikan, tapi dia gak bisa jawab."

"Itu tandanya lu di tolak!"

"Gak, gue bakal usaha ngedapetin dia lagi, gak ada alasan buat dia nolak gue. Apa sih yang kurang dari gue. Apa mungkin dia udah nemu cowok lain ya ?"

"Haha, mungkin, semoga berhasil."

"You know ? Dia sama seperti pelajar asal Indonesia disini, suka sekali membaca blog bernama Sanzack. Entah kenapa Sanzack bisa membius semuanya dengan puisi-puisinya itu. Menurut gue itu tidak menarik dan murahan. Menurut lu siapa Sanzack ? Lu tau ?" tanya Adam. Ia sama sekali tidak suka dengan Sanzack, rasa tidak sukanya kepada Sanzack muncul ketika teman di PPI selalu membicarakannya, ia merasa terasingkan.

"Lu iri ya sama Sanzack ?"

"Bukan iri, gue cuman gak suka aja ketika teman-teman gue selalu membicarakan artikel dan puisinya yang terlampau murahan buat gue. Gue gak terlalu suka sama blogger sejujurnya, mereka kurang kerjaan. Padahal lebih menarik gue daripada si Sanzack itu."

"Hahahaha."

"Denger, menurut gue dia juga pelajar disini. Gue pengen tau mukanya sebagus puisinya atau engga. Kalau dia tau gue pasti dia bakal menyesal karena puisi sok romantisnya sia-sia!" Seru Adam semangat.

"Hmm."

"Kalau lu tau siapa dia kasih tau ya ?"

"Iya, secepatnya dah. Eh cepetan minumnya, gue ada kuliah siang ini"

Adam hanya mengangguk.

-OoOoO-

Sore hari-nya, sehabis mengerjakan tugas yang diberikan sang Dosen tercinta di perpustakaan bersama teman-temannya, Zaki melihat bahwa flat-nya kini kedatangan seorang tamu. Ia begitu lesu hari ini sehingga tak terlalu semangat menyambut hari esok.

"Muka lu kusut amat, kenapa ?" Tanya Wisnu yang sedang bermain FIFA bersama Lakhsan. Damien sedang sibuk di dapur.

"Aduh gimana ya jelasinnya." kata Zaki.

"English, please. I'm can't speak Indonesia litely. Aku hanya lancar melafalkan Anjing, Goblok, dan Bangsat" kata Lakhsan.

Zaki mengangguk. Selepas kuliah tadi siang dan mengerjakan tugas bersama temannya di perpustakaan, Zaki sempat mampir ke ATM untuk mengecek sisa uangnya dan ternyata....

"Hah ? 900 Pounds buat 2 bulan ? Bagaimana bisa kau hidup!" seru Lakhsan.

"I think i need a job. Tapi dimana ?" tanya Zaki sambik melirik Wisnu, ia pun berpikir untuk bekerja demi memenuhi kebutuhannya dan agar tidak terlalu merepotkan kedua orang tuanya yang selalu mengirim uang setiap 3 bulan.

"Ngapain ngeliatin gue ? Lu mau kerja di tempat gue ?"

"Kalau boleh sih gak apa-apa."

"Gue lagi males nambah karyawan lagi. Tapi dengan 900 pounds gue yakin lu bisa hidup 2 bulan. 1 bulan lagi lu bisa kerja di tempat temen Ayah gue deh. Ntar, gue kirimin 500 pounds biar ATM lu terisi 4 digit lagi. Oke ?"

"Thanks! Gue jadi gak tau mau bales pake apa. Hehe."

"Sampai Desember nanti, lu latih ajah kecepatan sama memasak lu. Masalah gaji ntar gue yang omongin."

"Makasih banyak! Oke gue keatas dulu ya."

Lakhsan dan Wisnu melanjutkan permainannya, sementara Zaki naik ke atas untuk meng-update blognya sambil menunggu masakan Damien selesai.

Zaki membuka laptopnya lalu termenung sebentar.

ITU TIDAK MENARIK DAN MURAHAN!

Zaki tersenyum licik, kalau kau bilang itu murahan mungkin itu karya termurah yang membuat orang kagum, dasar orang sombong. pikir Zaki.

Ia muak dengan perkataan Adam waktu ia menjemputnya. Adam tentunya tidak tahu bahwa Sanzack itu Zaki karena memang tidak ada yang tahu selain Tuhan, Lakhsan si orang India, dan dirinya.

KALAU LU TAU SIAPA SANZACK, KASIH TAU GUE.

Sifat sok jagoan Adam membuat Zaki kembali muak, entah kenapa ia bisa berkenalan dengan dia di London. Dari awal Zaki sudah melihat Adam ini selalu membanggakan dirinya sendiri dan merendahkan orang lain. Adam memang tampan dan kaya, sehingga banyak perempuan yang tertarik pada dirinya. Sementara Zaki adalah laki-laki biasa yang mempunyai hidung mancung, postur badan yang bagus, dan mempunyai TOEFL 590.

Zaki juga ingin tahu siapa mantannya. Mungkin mantannya dulu adalah orang bodoh yang berpacaran dengannya, namun sekarang menjadi pintar dan menolaknya.

Ia tau apa yang akan dia tulis sekarang dan mulai mengetik dengan membabi buta.

-OoOoO-

"Syukurlah kamu udah sampe, hehehe."

Adam tersenyum ketika mendengar suara Shania. "Kamu lagi apa ?"

"Lagi duduk ajah. Hehehe."

"Aku tau siapa Sanzack yang kamu suka itu." kata Adam berbohong. Ia siap melancarkan segala kebohongan agar kekaguman Shania kepada Sanzack itu meluntur.

"Iya gitu ?"

"Dia ternyata mahasiswa di London juga dan ternyata, ah begitulah, penampilannya tidak sesuai dengan tulisannya, terkesan dekil dan pokoknya gak cocok deh sama kamu." seru Adam, terlihat kekanak-kanakkan.

Shania orangnya memang tidak gampang percaya apa yang belum dilihatnya. "Kamu keliatan ngawur deh, dari tulisannya aku tau kok dia orang pintar."

Adam tersenyum licik. "Orang pintar belum tentu ganteng, Shan. Dia dekil banget dan terlihat gak ngerti fashion sama sekali."

"Oh gitu, tapi aku gak percaya, soalnya aku belum lihat langsung."

Shania memutuskan sambungan dan ia melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 11, ia belum tertidur karena baru saja menghabiskan novel yang baru ia beli 2 hari yang lalu. Entah kenapa ia menjadi suka membaca seperti sepupunya yang gila itu.

Ia membuka laptopnya dan berniat membaca blog Sanzack, siapa tau ada yang baru dan ternyata memang ada yang baru. Shania senangnya bukan main. Sudah sebulan tidak update blog dan ia ingin membungkam omongan Adam tentang Sanzack. Menurut Shania, tulisan Sanzack mempunyai tutur kata yang halus, mudah dimengerti banyak orang, dan terkesan romantis. Tak mungkin Sanzack adalah sosok yang Adam bicarakan tadi. Siapa tau itu cuman akal-akalan Adam saja, pikir Shania.

-OoOoO-

"Aku kagum sama cara kamu menulis, tapi ada yang bilang kalau kamu itu punya penampilan yang dekil dan gak ngerti apa-apa soal fashion. Apa bener ?"

Zaki tersenyum melihat komentar Shanju. Tidak mengerti apa-apa soal fashion ? Omong kosong! Pikir Zaki. Sekarang ia sudah mulai memerhatikan penampilannya dan selalu bertanya kepada Veranda yang jago masalah fashion. Ia sering berkonsultasi dengan Veranda mengenai apa yang harus dia pakai dan mana yang tidak. Zaki kagum dengan pengetahuan fashion Veranda.

Tentu ia tidak akan menjawab semua komentar yang ada, biarkan Sanzack itu misterius. Baginya, yang terpenting adalah tulisannya yang terkenal, bukan yang menulisnya.

Handphone-nya berdering, Zaki lalu dengan cepat mengambil handphone-nya dan tersenyum ketika melihat sebuah nama di layar.

"Halo, Naomi!" Sapa Zaki.

"Halo, Zaki! Makan malam bareng yuk, aku traktir deh." kata Naomi.

Mendengar kata 'traktir' membuat Zaki bersemangat, apalagi dengan kondisi keuangannya saat ini, ia harus pintar berhemat. "Why Not! Dimana ?" Walaupun ia harus meminta maaf kepada Damien karena masakannya tidak smepat dimakan Zaki.

"Dimana ya ? Hmm, gatau deh." ada jeda sebentar sebelum Naomi melanjutkan. "Ah iya, makan di Restoran Jepang di deket Westminster yuk. Sekarang udah jam setengah 7, jam 8 kamu harus ada di halte tempat biasa ketemu ya! Oke bye!"

Zaki menemukan dirinya sedang berjalan disamping Naomi yang terus bergumam sesuatu yang tak dimengertinya. Terdengar seperti bahasa Mandarin.

Dengan dorongan rasa penasaran, Zaki menepuk bahu Naomi. "Naomi, kamu kenapa ?"

"Wo ai ni!" Naomi berteriak, mungkin ia terkejut dengan tepukan Zaki. Kini kata-kata yang selalu digumamkannya terdengar jelas oleh Zaki dan membuatnya malu.

"Wo-Wo ai ni ? Apa itu ?" tanya Zaki yang tidak tau artinya.

"Ah bukan apa-apa, sebentar lagi sampe, ayo buruan." Naomi menarik tangan Zaki lalu bergegas, syukurlah Zaki nggak tau apa arti Wo ai ni itu, pikir Naomi.

Sehabis menyantap makan malam, mereka berjalan berdua menyusuri jalan kota London yang terlihat ramai.

Wo ai ni ? apa itu ? Pikir Zaki. Ia kalut dengan pikirannya sendiri, sebelumnya ia pernah mendengar kata itu. Kini ia mengingat-ingat dan ketemu! Zaki tersenyum pada dirinya sendiri. Ia ingat bahwa Sinka pernah menggumamkan kata-kata itu ke Taufan. Artinya ? Sudah jelas! Zaki sedang cepat menggumam pelan apa arti Wo ai ni itu.

Giliran Naomi yang bingung apa yang di gumamkan Zaki. Ia berusaha membalas mengagetkan Zaki kembali karena ia masih merasa malu ketika dengan lancang mengucapkan Wo ai ni, untung saja Zaki tak mengetahuinya.

Namun usahanya tak berhasil untuk mengagetkan Zaki. Tapi entah kenapa malam ini rasanya tepat sekali untuk mengungkapkan perasaan yang sebenarnya kepada Zaki.

Saat sampai di halte bis, terlihat halte bis kali ini sepi. Naomi terdiam lalu menatap Zaki. "Wo ai ni."

Zaki kaget mendengar Naomi berkata seperti itu. "Maksud kamu ?"

"Iya, udah jelas kan. Wo ai ni!"

"Wo ai ni ya ? Hmm."

"Kamu gak ngerti Zaki, tapi ya begitulah. Sejak aku pertama kali ketemu kamu, kamu baik, perhatian dan.... ganteng."

"Kamu juga cantik, baik, dan menyenangkan! Aku seneng kalau jalan sama kamu. Wo ai ni ? Artinya Je' t'aime kan ?"

Naomi mengangguk lalu dengan segera memeluk Zaki. "Iya, aku sayang sama kamu Zaki. Melebihi apapun."

"Hmm, aku juga sayang sama Naomi."

"Kamu mau gak jadi pacar aku, Zaki ?"

Zaki terdiam ketika mendengar Naomi berbicara seperti itu. Ia tau apa yang harus dia jawab. "Bukannya aku gak mau. Tapi pernah dengar kan seseorang yang mengingkari janji adalah orang yang pengecut ? Kebetulan, aku udah terikat janji sama seseorang. Jadinya ya begitulah."

Naomi melepaskan pelukannya lalu menatap Zaki. "Hmm, begitu." Naomi lalu berlalu meninggalkan Zaki dengan berlari kecil, terdengar isakan tangis kecil.

Zaki berusaha mengejar Naomi namun badannya sama sekali tak bergerak. Apakah ini kedua kalinya Zaki membuat seorang perempuan menangis ?

Ia termenung lalu bertanya pada diri sendiri. "Apa gue benar dengan keputusan gue ini ? Menolak Naomi demi Shania ? Shania yang gue beri cincin hanya sekedar simbol bahwa Shania akan terus menjadi milik gue? Milik apanya! Menghubunginya ajah gue takut, takut Shania marah lalu menangis."

Kini, Zaki, mulai menyesali keputusannya pergi diam-diam.

"Okelah, apa salahnya menjalani penyesalan ini ? Semoga kamu baik-baik ajah sama cowok lain ya Shania." gumam Zaki.

To Be Continued
Read more ...