Pages

Standupwrongway Fanfict JKT48 : Unreachable 2 (Part 3)

Wednesday 7 October 2015
1 Bulan Kemudian

London, UK

Zaki mengeluarkan iPod Touch-nya dari saku lalu matanya dengan cepat melihat suhu yang tertera di layar. 18 derajat celcius, wajar. pikir Zaki lalu memasukkan kembal iPod-nya kedalam saku. Kini ia sedang duduk di bangku yang menghadap langsung ke Sungai Thames hanya untuk melepas penat karena ia baru saja berjalan-jalan dengan Naomi. Selama sebulan ini frekuensi pertemuannya dengan Naomi bisa dibilang sering karena memang Zaki yang banyak waktu luang dan Naomi yang selalu memintanya untuk menemani jalan-jalan.

Sudah satu bulan pula ia belum mengupdate blognya, bukan disengaja akan tetapi ia selama sebulan ini tidak punya semangat untuk menulis sesuatu apalagi sebuah puisi yang selalu membuat pembacanya terkagum-kagum.

"Bzzt Bzzt." Handphonenya bergetar, segara Zaki mengelurkannya dari sakunya dan melihat ada satu SMS.

Zaki, nanti jam 9 malam jemput aku ya!

Pengirimnya Veranda. Setelah kejadian yang tidak menyenangkan itu, Veranda menjadi takut jika pulang sendirian, jika tidak bersama teman-teman kantornya, ia selalu meminta Zaki untuk menjemputnya di halte bis dekat restoran Vietnam di Soho.

Ia melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 06.13, berarti tinggal beberapa jam lagi dan Zaki memustuskan untuk pergi ke Soho sekarang. Ia memasang earphonenya yang kini sedang memutar lagu kesukaannya, yaitu Wasted Love - Steve Angelo.

Wasted love, why do i always give so much ?
Wasted love, you know i gave you all my heart
Wasted love, can't help but always give too much
BUT IT'S NEVER ENOUGH.

Sambil berjalan, Zaki menatap langit lalu menggumam.

"Shania, kamu lagi apa ?"


Jakarta, Indonesia

Pukul 18.00 WIB

Shania sedang menunggu seseorang yang sudah berjanji dengannya untuk makan malam bersama di rumah. Sambil menunggu, Shania membaca berulang kali postingan dari blogger favoritnya, siapa lagi kalau bukan Sanzack. Puisi dan tulisannya yang selalu membuat Shania kagum.

Ketika ia sedang khusyuk membaca, bel pun berbunyi. Shania dengan cepat menaruh Handphonenya dan bergegas membuka pintu, ia tersenyum. "Hey!"

"Hey, kelamaan nunggu ya, maaf ya!"

"Eh engga kok, ayo berangkat." Shania tersenyum lalu mengambil tasnya dan bergegas masuk ke dalam mobil.

Sekarang ia sedang di dalam mobil dengan seseorang yang ia temui di taman sebulan yang lalu. Adam, begitulah namanya adalah mantan pacarnya saat masih duduk dibangku SMP. Mereka berdua harus memutuskan hubungan karena Adam pindah ke London bersama kedua orang tuanya sampai saat ini. Namun ketika Adam lulus SMA, orang tuanya pindah tugas ke Jakarta kembali namun Adam memilih tetap tinggal di London. Ia kini mengambil cuti panjang dari kuliahnya dan berlibur ke Jakarta, melepas rindu dengan orang tuanya.

Shania melihat bahwa Adam yang dulunya mempunyai badan yang gak bagus-bagus amat, berubah menjadi pria tampan dengan badan yang tegap dan Shania pun terkejut melihat perubahan Adam.

Mereka jadi sering jalan berdua setelah pertemuan mengejutkan di taman karena memang Shania yang banyak waktu luang dan Adam yang selalu memintanya untuk menemani keliling Jakarta karena ia sudah lupa-lupa ingat.

"Kamu kapan pulang ke London ?" tanya Shania sambil melihat Adam dengan ringan memegang kemudi stir namun mantap.

"Hmm, Lusa dini hari, Makanya aku ajak jalan kamu sekarang. Hehe."

"Oh gitu...." Shania hanya tersenyum.

Mereka tiba di sebuah restoran yang cukup mahal dan menurut Shania ini adalah restoran yang romantis. Ia sama sekali belum pernah kesini.

"Yakin kita makan disini, Dam ?" tanya Shania. Ia tak mau merepotkan jika Adam menraktirnya di restoran yang mahal ini.

"Yakin dong." Seperti bisa membaca pikiran Shania, Adam melanjutkan. "Kalau masalah harga jangan dipikirin ya, semuanya on me kok!"

Setelah selesai makan, Adam menginjak gas lalu menuju Taman Kota. Ya, taman kota, yang dulunya sering sekali dikunjungi Shania bersama Zaki. Ia tak tahu mengapa Adam membawanya kesini. Shania melihat bahwa spot yang biasa ditempati Mang Adat sudah kosong, mungkin sudah pindah.

Sambil menarik tangannya, Adam membawa Shania menuju tempat duduk yang sudah tidak asing bagi Shania, yaitu tempat duduknya ketika pertama kali melihat Adam setelah lama tidak bertemu.

"Hmm, Shania." Adam tersenyum melihat Shania yang terlihat bingung. Ia memegang kedua tangan shania.

"Apa ?"

"Kamu makin cantik."

Shania pun dengan kaku menjawab. "Kamu juga, makin ganteng."

Adam kembali tersenyum, senyumannya itu selalu membuat Shania merasa tenang. "Jadi gimana ?"

"Jadi apa maksud kamu ?"

"Aku masih sayang sama kamu, Shania." kata Adam. Shania terkejut dengan perkataan Adam, kini ia merasa degup jantungnya berdebar kencang.

Adam melanjutkan.. "Kamu mau jadi pacar aku lagi ?"

Tidak! Shania bingung dengan perasaannya sendiri, senyuman hangat Adam selalu membuat bayang-bayang Zaki yang selalu menghampirinya perlahan pudar. Ia sendiri sekarang merasa nyaman jika bersama Adam. Shania akui, Adam sekarang lebih tampan daripada Zaki. Namun akhir-akhir ini ia selalu berpikir bahwa Zaki sudah menemukan wanita yang lain dibelahan dunia sana dan ia pikir bahwa menerima Adam kembali adalah keputusan yang tepat dan keputusan apakah ia siap menjalani LDR.

"Shania ?"

Shania tersadar dari lamunannya. Ia tau apa yang harus ia jawab. "Aku gak bisa jawab sekarang, Dam."

Adam kembali tersenyum. "Oke, aku akan menunggu jawaban kamu. Aku harap kamu bisa menerima aku kembali."

Shania membalasnya dengan senyum yang dipaksakan.

Setelah diantar pulang, Adam berjanji bahwa liburan tahun baru nanti ia akan kembali ke Jakarta untuk menemuinya. Shania kini kalut dengan pikirannya sendiri. Ia membanting pintu kamar lalu melempar tasnya ke kasur dan duduk didepan meja belajarnya, menulis di buku diary-nya.

Kemana saja kau selama 7 bulan ini, Zaki ?
Mengapa kau pergi tanpa bilang kepadaku ? Kau pikir aku ini tidak merindukanmu ? Sangat!
Zaki, kau bodoh! Maaf, kau telah membuatku jatuh cinta kepadamu, rasanya ingin sekali bangun, namun tak bisa.
Jika kau senang sekarang disana, di tempat yang tidak ku ketahui, aku turut senang. Walaupun brsama dengan seorang perempuan lain.
Barusan ada seorang laki-laki menghampiriku, dia mantanku, meminta ku menerimanya kembali.
Kau tau jawaban ku ? Tentu tidak tahu, kan kau bodoh :)

Shania menatap kotak cincin yang kini berada di sampingnya, air matanya perlahan jatuh.

Satu lagi, apa maksud kau memberi cincin ini kepadaku ?

Shania menutup buku diari-nya lalu memeluk kedua kakinya.

"Zaki, kamu lagi apa ?"

London, UK

Pukul 21.00

Zaki tersenyum setelah bertemu dengan Veranda. Ia melihat bahwa wajah Veranda terlihat lelah. Zaki sudah terbiasa bersamanya sehingga tau apa yang dirasakan Veranda.

"Kak, mau minum gak ?" tanya Zaki.

"'Iya, tapi traktir ya Zaki." jawab Veranda sambil tersenyum.

"Okay, follow me."

Veranda terkejut ketika Zaki membawanya ke cafe yang menyajikan minuman Indonesia. Veranda memesan Es Dawet kepada pelayan, sementara Zaki memesan Es Teler. Sambil menunggu pesanan datang, mereka berdua mengobrol dengan asik, senyuman Veranda selalu membuat muka Zaki memerah. Mereka berhenti mengobrol ketika seseorang datang ke meja mereka, bukan pelayan, akan tetapi....

"Zaki! Apa kabar ?"

"Everything is fine with me, don't worry." jawab Zaki.

Wisnu, yang tadi menyapa keduanya, adalah pemilik cafe ini, ia kenal dengannya karena Wisnu adalah teman Damien yang selalu mampir ke flat-nya untuk sekedar mengobrol dan bermain PS dengan Lakhsan. Ini pertama kalinya ia mengunjungi cafe milik Wisnu. Cafe ini memakai konsep yang menurut Zaki rasa Indonesianya teramat kental, bahkan di buku menunya pun terselip beberapa kata penting Bahasa Indonesia yang sudah diterjemahkan kedalam Bahasa Inggris.

"Dan ini, siapa ?" tanya Wisnu mengerling ke arah Veranda.

"Oh iya, Kak, ini Wisnu, Wisnu ini Veranda." kata Zaki.

"Veranda."
"Wisnu."

Mereka berdua berjabat tangan, Wisnu duduk di sebelah Zaki dan menginjak kakinya karena Wisnu tak menyangka Zaki bisa bersama dengan perempuan cantik ini.

"Pacar lu, Zak ?" bisik Wisnu pelan sekali. Ia melihat Veranda sedang sibuk membaca menu.

"Bukan, kalau lu mau ambil ajah, dia single tuh." bisik Zaki tak kalah pelannya.

"That's impossible! dia cantik banget sementara gue..."

"You're fucking lucky bastard you know! Lu punya cafe yang terkenal di London, setiap hari ramai dan itu menjadi alasan agar lu gak selalu merendahkan diri."

Akhirnya Wisnu memberanikan diri mengobrol dengan Veranda, Zaki yakin Wisnu bisa mendekati Veranda karena ia tahu bahwa Wisnu kaya akan bahan pembicaraan. Setelah pesanan datang, Wisnu izin untuk kembali ke dalam, Zaki dan Veranda hanya mengangguk.

"Dia orangnya asik juga." puji Veranda.

"Ah memang selalu begitu, dia suka datang ke flat aku untuk sekedar makan dan main PS."

"Aku belum main ke flat kamu." kata Veranda.

"Hmm, iya, hehe, mending gausah deh kak."

"Kenapa ?"

Pikiran Zaki melayang kepada temannya yang berasal dari India itu sehingga lebih baik Veranda tak datang ke flatnya.

"Gak pake gausah, pokoknya aku harus dateng ke flat kamu. Kapan ya ? Hmm, minggu deh aku kesana!" kata Veranda bernada serius, Zaki hanya mengangguk lesu lalu melanjutkan kembali menyantap esnya.

Selesai minum, Zaki pergi ke kasir karena ada Wisnu disana, sekalian mengobrol sebentar.

"Hmm, lu beruntung lagi, tadi dia muji lu." kata Zaki.

"Wah yang bener ? padahal gue tadi hanya ngobrol-ngobrol biasa ajah sama dia. Dia muji apa gitu ?"

"Gaperlu tau, pokoknya dia muji lu tadi. Eh berapaan semuanya ?"

"Gratis Zaki! Gue kasih gratis!" kata Wisnu sambil tersenyum bahagia. "Lu udah ngenalin gue ke Veranda, tapi gue minta satu lagi dong."

"Apa ?"

"Nomor teleponnya, hehe."

"Ntar gue SMS, oke makasih ya semuanya, Es Teler lu juara deh!"

Lekas itu Zaki menemani Veranda pulang ke flat-nya yang di daerah Mayfair dengan berjalan kaki. Veranda selalu memegang tangan Zaki dan ini membuat wajah Zaki selalu memerah. Senang rasanya tangan di genggam oleh perempuan yang baik nan cantik, pikir Zaki sambil tersenyum.

Setelah mengantar Veranda, Zaki berjalan menuju taman Hyde Park yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Mayfair.

Saat berjalan handphone-nya pun bergetar, ia meraihnya dengan cepat di saku.

"Hmm, SMS." Gumam Zaki lalu segera membacanya. Ia mengernyitkan dahi. "Kampret, okelah." gumamnya sekali lagi lalu memasukan handphonenya kedalam saku kembali...

-OoOoO-

Adam tiba di Heathrow pada pukul 8 pagi waktu London, ia lelah duduk selama 13 jam walaupun duduk di Bussiness Class. Sambil menarik koper yang besar, ia melirik ke kiri dan ke kanan mencari seseorang yang menjemputnya. Adam tersenyum ketika menemukan seseorang yang ia cari sedari tadi.

"Udah lama disini ?" tanya Adam sambil menjabat tangan seseorang yang menjemputnya.

"Hmm, baru setengah jam." jawabnya. "Minum ke Starbucks dulu yuk ?"

Adam mengangguk.

"Gimana Jakarta ?"

"Berubah banget ya, gue udah bertahun-tahun gak kesana, sekalinya kesana udah beda. Jadi gak hapal jalan. Ah pokoknya gitu deh." jawab Adam.

"Hehe."

"Terus." Lanjut Adam. "Gue secara gak sengaja ketemu mantan gue di Taman Kota, dia tambah cantik! Gue mencoba melakukan pendekatan lagi, ngajak dia jalan, makan malam bareng tapi pas sehari sebelum berangkat gue ajak balikan, tapi dia gak bisa jawab."

"Itu tandanya lu di tolak!"

"Gak, gue bakal usaha ngedapetin dia lagi, gak ada alasan buat dia nolak gue. Apa sih yang kurang dari gue. Apa mungkin dia udah nemu cowok lain ya ?"

"Haha, mungkin, semoga berhasil."

"You know ? Dia sama seperti pelajar asal Indonesia disini, suka sekali membaca blog bernama Sanzack. Entah kenapa Sanzack bisa membius semuanya dengan puisi-puisinya itu. Menurut gue itu tidak menarik dan murahan. Menurut lu siapa Sanzack ? Lu tau ?" tanya Adam. Ia sama sekali tidak suka dengan Sanzack, rasa tidak sukanya kepada Sanzack muncul ketika teman di PPI selalu membicarakannya, ia merasa terasingkan.

"Lu iri ya sama Sanzack ?"

"Bukan iri, gue cuman gak suka aja ketika teman-teman gue selalu membicarakan artikel dan puisinya yang terlampau murahan buat gue. Gue gak terlalu suka sama blogger sejujurnya, mereka kurang kerjaan. Padahal lebih menarik gue daripada si Sanzack itu."

"Hahahaha."

"Denger, menurut gue dia juga pelajar disini. Gue pengen tau mukanya sebagus puisinya atau engga. Kalau dia tau gue pasti dia bakal menyesal karena puisi sok romantisnya sia-sia!" Seru Adam semangat.

"Hmm."

"Kalau lu tau siapa dia kasih tau ya ?"

"Iya, secepatnya dah. Eh cepetan minumnya, gue ada kuliah siang ini"

Adam hanya mengangguk.

-OoOoO-

Sore hari-nya, sehabis mengerjakan tugas yang diberikan sang Dosen tercinta di perpustakaan bersama teman-temannya, Zaki melihat bahwa flat-nya kini kedatangan seorang tamu. Ia begitu lesu hari ini sehingga tak terlalu semangat menyambut hari esok.

"Muka lu kusut amat, kenapa ?" Tanya Wisnu yang sedang bermain FIFA bersama Lakhsan. Damien sedang sibuk di dapur.

"Aduh gimana ya jelasinnya." kata Zaki.

"English, please. I'm can't speak Indonesia litely. Aku hanya lancar melafalkan Anjing, Goblok, dan Bangsat" kata Lakhsan.

Zaki mengangguk. Selepas kuliah tadi siang dan mengerjakan tugas bersama temannya di perpustakaan, Zaki sempat mampir ke ATM untuk mengecek sisa uangnya dan ternyata....

"Hah ? 900 Pounds buat 2 bulan ? Bagaimana bisa kau hidup!" seru Lakhsan.

"I think i need a job. Tapi dimana ?" tanya Zaki sambik melirik Wisnu, ia pun berpikir untuk bekerja demi memenuhi kebutuhannya dan agar tidak terlalu merepotkan kedua orang tuanya yang selalu mengirim uang setiap 3 bulan.

"Ngapain ngeliatin gue ? Lu mau kerja di tempat gue ?"

"Kalau boleh sih gak apa-apa."

"Gue lagi males nambah karyawan lagi. Tapi dengan 900 pounds gue yakin lu bisa hidup 2 bulan. 1 bulan lagi lu bisa kerja di tempat temen Ayah gue deh. Ntar, gue kirimin 500 pounds biar ATM lu terisi 4 digit lagi. Oke ?"

"Thanks! Gue jadi gak tau mau bales pake apa. Hehe."

"Sampai Desember nanti, lu latih ajah kecepatan sama memasak lu. Masalah gaji ntar gue yang omongin."

"Makasih banyak! Oke gue keatas dulu ya."

Lakhsan dan Wisnu melanjutkan permainannya, sementara Zaki naik ke atas untuk meng-update blognya sambil menunggu masakan Damien selesai.

Zaki membuka laptopnya lalu termenung sebentar.

ITU TIDAK MENARIK DAN MURAHAN!

Zaki tersenyum licik, kalau kau bilang itu murahan mungkin itu karya termurah yang membuat orang kagum, dasar orang sombong. pikir Zaki.

Ia muak dengan perkataan Adam waktu ia menjemputnya. Adam tentunya tidak tahu bahwa Sanzack itu Zaki karena memang tidak ada yang tahu selain Tuhan, Lakhsan si orang India, dan dirinya.

KALAU LU TAU SIAPA SANZACK, KASIH TAU GUE.

Sifat sok jagoan Adam membuat Zaki kembali muak, entah kenapa ia bisa berkenalan dengan dia di London. Dari awal Zaki sudah melihat Adam ini selalu membanggakan dirinya sendiri dan merendahkan orang lain. Adam memang tampan dan kaya, sehingga banyak perempuan yang tertarik pada dirinya. Sementara Zaki adalah laki-laki biasa yang mempunyai hidung mancung, postur badan yang bagus, dan mempunyai TOEFL 590.

Zaki juga ingin tahu siapa mantannya. Mungkin mantannya dulu adalah orang bodoh yang berpacaran dengannya, namun sekarang menjadi pintar dan menolaknya.

Ia tau apa yang akan dia tulis sekarang dan mulai mengetik dengan membabi buta.

-OoOoO-

"Syukurlah kamu udah sampe, hehehe."

Adam tersenyum ketika mendengar suara Shania. "Kamu lagi apa ?"

"Lagi duduk ajah. Hehehe."

"Aku tau siapa Sanzack yang kamu suka itu." kata Adam berbohong. Ia siap melancarkan segala kebohongan agar kekaguman Shania kepada Sanzack itu meluntur.

"Iya gitu ?"

"Dia ternyata mahasiswa di London juga dan ternyata, ah begitulah, penampilannya tidak sesuai dengan tulisannya, terkesan dekil dan pokoknya gak cocok deh sama kamu." seru Adam, terlihat kekanak-kanakkan.

Shania orangnya memang tidak gampang percaya apa yang belum dilihatnya. "Kamu keliatan ngawur deh, dari tulisannya aku tau kok dia orang pintar."

Adam tersenyum licik. "Orang pintar belum tentu ganteng, Shan. Dia dekil banget dan terlihat gak ngerti fashion sama sekali."

"Oh gitu, tapi aku gak percaya, soalnya aku belum lihat langsung."

Shania memutuskan sambungan dan ia melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 11, ia belum tertidur karena baru saja menghabiskan novel yang baru ia beli 2 hari yang lalu. Entah kenapa ia menjadi suka membaca seperti sepupunya yang gila itu.

Ia membuka laptopnya dan berniat membaca blog Sanzack, siapa tau ada yang baru dan ternyata memang ada yang baru. Shania senangnya bukan main. Sudah sebulan tidak update blog dan ia ingin membungkam omongan Adam tentang Sanzack. Menurut Shania, tulisan Sanzack mempunyai tutur kata yang halus, mudah dimengerti banyak orang, dan terkesan romantis. Tak mungkin Sanzack adalah sosok yang Adam bicarakan tadi. Siapa tau itu cuman akal-akalan Adam saja, pikir Shania.

-OoOoO-

"Aku kagum sama cara kamu menulis, tapi ada yang bilang kalau kamu itu punya penampilan yang dekil dan gak ngerti apa-apa soal fashion. Apa bener ?"

Zaki tersenyum melihat komentar Shanju. Tidak mengerti apa-apa soal fashion ? Omong kosong! Pikir Zaki. Sekarang ia sudah mulai memerhatikan penampilannya dan selalu bertanya kepada Veranda yang jago masalah fashion. Ia sering berkonsultasi dengan Veranda mengenai apa yang harus dia pakai dan mana yang tidak. Zaki kagum dengan pengetahuan fashion Veranda.

Tentu ia tidak akan menjawab semua komentar yang ada, biarkan Sanzack itu misterius. Baginya, yang terpenting adalah tulisannya yang terkenal, bukan yang menulisnya.

Handphone-nya berdering, Zaki lalu dengan cepat mengambil handphone-nya dan tersenyum ketika melihat sebuah nama di layar.

"Halo, Naomi!" Sapa Zaki.

"Halo, Zaki! Makan malam bareng yuk, aku traktir deh." kata Naomi.

Mendengar kata 'traktir' membuat Zaki bersemangat, apalagi dengan kondisi keuangannya saat ini, ia harus pintar berhemat. "Why Not! Dimana ?" Walaupun ia harus meminta maaf kepada Damien karena masakannya tidak smepat dimakan Zaki.

"Dimana ya ? Hmm, gatau deh." ada jeda sebentar sebelum Naomi melanjutkan. "Ah iya, makan di Restoran Jepang di deket Westminster yuk. Sekarang udah jam setengah 7, jam 8 kamu harus ada di halte tempat biasa ketemu ya! Oke bye!"

Zaki menemukan dirinya sedang berjalan disamping Naomi yang terus bergumam sesuatu yang tak dimengertinya. Terdengar seperti bahasa Mandarin.

Dengan dorongan rasa penasaran, Zaki menepuk bahu Naomi. "Naomi, kamu kenapa ?"

"Wo ai ni!" Naomi berteriak, mungkin ia terkejut dengan tepukan Zaki. Kini kata-kata yang selalu digumamkannya terdengar jelas oleh Zaki dan membuatnya malu.

"Wo-Wo ai ni ? Apa itu ?" tanya Zaki yang tidak tau artinya.

"Ah bukan apa-apa, sebentar lagi sampe, ayo buruan." Naomi menarik tangan Zaki lalu bergegas, syukurlah Zaki nggak tau apa arti Wo ai ni itu, pikir Naomi.

Sehabis menyantap makan malam, mereka berjalan berdua menyusuri jalan kota London yang terlihat ramai.

Wo ai ni ? apa itu ? Pikir Zaki. Ia kalut dengan pikirannya sendiri, sebelumnya ia pernah mendengar kata itu. Kini ia mengingat-ingat dan ketemu! Zaki tersenyum pada dirinya sendiri. Ia ingat bahwa Sinka pernah menggumamkan kata-kata itu ke Taufan. Artinya ? Sudah jelas! Zaki sedang cepat menggumam pelan apa arti Wo ai ni itu.

Giliran Naomi yang bingung apa yang di gumamkan Zaki. Ia berusaha membalas mengagetkan Zaki kembali karena ia masih merasa malu ketika dengan lancang mengucapkan Wo ai ni, untung saja Zaki tak mengetahuinya.

Namun usahanya tak berhasil untuk mengagetkan Zaki. Tapi entah kenapa malam ini rasanya tepat sekali untuk mengungkapkan perasaan yang sebenarnya kepada Zaki.

Saat sampai di halte bis, terlihat halte bis kali ini sepi. Naomi terdiam lalu menatap Zaki. "Wo ai ni."

Zaki kaget mendengar Naomi berkata seperti itu. "Maksud kamu ?"

"Iya, udah jelas kan. Wo ai ni!"

"Wo ai ni ya ? Hmm."

"Kamu gak ngerti Zaki, tapi ya begitulah. Sejak aku pertama kali ketemu kamu, kamu baik, perhatian dan.... ganteng."

"Kamu juga cantik, baik, dan menyenangkan! Aku seneng kalau jalan sama kamu. Wo ai ni ? Artinya Je' t'aime kan ?"

Naomi mengangguk lalu dengan segera memeluk Zaki. "Iya, aku sayang sama kamu Zaki. Melebihi apapun."

"Hmm, aku juga sayang sama Naomi."

"Kamu mau gak jadi pacar aku, Zaki ?"

Zaki terdiam ketika mendengar Naomi berbicara seperti itu. Ia tau apa yang harus dia jawab. "Bukannya aku gak mau. Tapi pernah dengar kan seseorang yang mengingkari janji adalah orang yang pengecut ? Kebetulan, aku udah terikat janji sama seseorang. Jadinya ya begitulah."

Naomi melepaskan pelukannya lalu menatap Zaki. "Hmm, begitu." Naomi lalu berlalu meninggalkan Zaki dengan berlari kecil, terdengar isakan tangis kecil.

Zaki berusaha mengejar Naomi namun badannya sama sekali tak bergerak. Apakah ini kedua kalinya Zaki membuat seorang perempuan menangis ?

Ia termenung lalu bertanya pada diri sendiri. "Apa gue benar dengan keputusan gue ini ? Menolak Naomi demi Shania ? Shania yang gue beri cincin hanya sekedar simbol bahwa Shania akan terus menjadi milik gue? Milik apanya! Menghubunginya ajah gue takut, takut Shania marah lalu menangis."

Kini, Zaki, mulai menyesali keputusannya pergi diam-diam.

"Okelah, apa salahnya menjalani penyesalan ini ? Semoga kamu baik-baik ajah sama cowok lain ya Shania." gumam Zaki.

To Be Continued

4 comments: